Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seukuran Telapak Tangan, Kelelawar Imut Ini Biasa Bikin Tenda

Kompas.com - 17/02/2021, 08:00 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor

KOMPAS.com - Kelelawar pembuat tenda Kosta Rika digambarkan sebagai hewan imut dalam jurnal ilmiah. Mereka bertentangan dengan stereotip negatif kelelawar, lantaran hidup harmonis satu sama lain dan menginspirasi konservasi.

Reena Shah, wartawan BBC News berkendara ke Sarapiquí, wilayah yang kurang dikenal di Kosta Rika untuk mencari kelelawar mungil.

Di sini, upaya konservasi dalam skala besar dan kecil digencarkan demi melestarikan hutan hujan tropis dataran rendah dengan keanekaragaman hayati yang menakjubkan.

Salah satu wujud keanekaragaman hayati tersebut adalah mamalia kecil dan menggemaskan, yakni Ectophylla alba, yang juga dikenal sebagai kelelawar putih Honduras atau kelelawar pembuat tenda Karibia.

Baca juga: Ilmuwan Perkirakan Virus Corona Ditemukan pada Kelelawar di Negara Ini

"Saya diberitahu bahwa kelelawar ini tak mudah ditemukan. Mereka tinggal di habitat hutan hujan dataran rendah tertentu, di kawasan Honduras hingga Panama timur," kata Reena Shah.

Di Kosta Rika, Reena mencoba peruntungan mencari E. alba di Tirimbina Rainforest Center, cagar alam pribadi seluas 345 hektare.

Sekilas, daerah itu tidak tampak seperti hutan hujan. Perkebunan nanas mendominasi di semua sisi dan semak hijau runcing membentang hingga cakrawala.

Namun ternyata, di balik gerbang hijau yang sederhana terdapat oasis ekologis yang melindungi hampir 4.000 spesies tumbuhan dan hewan.

Pemandu Reena yang bernama Emmanuel Rojas Valerio, membawanya melintasi jembatan gantung sepanjang 270 meter di atas Sungai Sarapiquí yang airnya mengalir deras.

Di tengah sungai ada pulau kecil "La Isla", yang pernah menjadi surganya ahli biologi untuk mempelajari kelelawar karena banyak tumbuhan heliconia.

Kelelawar pembuat tenda mengunyah punggung daun heliconia yang berbentuk mirip daun pisang, untuk membuat tenda tempat bertengger di siang hari.

Tanaman ini sangat cocok untuk tempat tinggal, karena sangat mudah diguncang.

Daunnya menjadi lonceng peringatan jika disentuh predator seperti ular, burung hantu dan tupai, sehingga kelelawar punya kesempatan melarikan diri.

Pada 2015, banjir besar melenyapkan La Isla. Kalau dilihat sekarang, rasanya tidak ada tanda-tanda pulau itu pernah tenggelam. Pohon cecropia dan balsa yang sangat besar telah tumbuh lebih tinggi dari jembatan, dan vegetasi yang lebat menutupi dasar pulau.

Namun, kelelawar kecil itu belum kembali. Ilmuwan berspekulasi bahwa ada terlalu banyak tumbuhan, sehingga para Ectophylla alba kesulitan meninggalkan tenda.

Namun tim Reena cukup beruntung, karena beberapa ratus meter dari jembatan Valeria melihat tenda-tenda berjumbai yang kosong di sepanjang jalan setapak.

Benar saja, di bawah daun yang terlihat rapi ada sekelompok kelelawar kecil yang tampak seperti segenggam bulu halus.

Saat Rojas Valerio menyalakan obornya, mereka berubah menjadi bola kapas putih dengan hidung dan telinga warna kuning-oranye.

Ada koloni yang bergantung terbalik, lima betina, satu jantan dan satu bayi. Salah satunya membuka matanya.

Para kelelawar Ectophylla alba tidur dan membuat tenda di dalam daun heliconia sepanjang siang.GETTY IMAGES via BBC INDONESIA Para kelelawar Ectophylla alba tidur dan membuat tenda di dalam daun heliconia sepanjang siang.

Mustahil jika tidak merasa gemas. Kelelawar pembuat tenda adalah salah satu kelelawar pemakan buah terkecil di dunia. Lebar sayapnya rata-rata hanya 10 sentimeter dan berat sekitar 6 gram, seberat gula satu setengah sendok teh.

Menurut Bernal Rodriguez, ahli biologi kelelawar dan profesor di Universitas Kosta Rika, makhluk mungil ini adalah satu-satunya mamalia yang diketahui memiliki akumulasi pigmen karotenoid, zat kimia yang menyebabkan warna kuning cerah pada telinga dan hidung mereka.

Karotenoid berasal dari makanan kelelawar, yakni buah ara mirip cranberry dari pohon tertentu, Ficus columbrinae, yang tumbuh di dekat sungai.

Studi terbaru oleh Rodriguez dan timnya menunjukkan bahwa pewarnaan adalah ciri seleksi seksual. Kelelawar jantan berukuran lebih besar dan otomatis makan lebih banyak sehingga memiliki warna lebih cerah. Warna ini pula yang menarik betina.

Rojas Valerio menjelaskan bahwa koloni yang ditemukan akan meninggalkan sarangnya saat matahari terbenam. Mereka akan menempuh perjalanan hampir satu kilometer ke tepi sungai untuk mencari buah ara, dan hanya buah ara saja.

"Mereka tidak selalu pulang ke tenda yang sama. Mereka membuat banyak rumah di mana mereka bisa berhenti di sepanjang jalan. Tapi selalu dalam dedaunan heliconia," kata Rojas.

Hampir terancam punah

Keharusan-keharusan itulah yang membuat kelelawar ini rentan, dan diklasifikasikan sebagai spesies yang hampir terancam punah.

"(Kelelawar) harus hidup di dekat ficus, yang berarti habitat mereka sangat spesifik," kata Rodriguez, yang telah mempelajari spesies itu selama beberapa dekade.

"Itulah mengapa kelelawar ini ada di satu tempat, tapi tak bisa ditemukan di tempat lain yang hanya berjarak beberapa kilometer."

Tanaman heliconia sangat cocok untuk tempat tinggal, karena sangat mudah diguncang.Emmanuel Rojas Valerio via BBC Indonesia Tanaman heliconia sangat cocok untuk tempat tinggal, karena sangat mudah diguncang.

Mereka makan satu jenis makanan dan tinggal di satu jenis rumah. Selain itu, mereka perlu cukup sinar matahari untuk kamuflase di tenda heliconia dan agar tetap hangat.

Tapi di sisi lain, mereka juga perlu kanopi penutup yang cukup untuk melindungi dari hujan dan angin. Saat hutan semakin tua dan daun-daun menjadi lebih lebat, kondisinya menjadi kurang sesuai untuk para kelelawar mini ini.

Regenerasi hutan, proses di mana pertumbuhan lama mati dan memberi ruang untuk pertumbuhan baru, sangat penting untuk melindungi spesies ini.

Cagar alam terbesar di Sarapiquí, La Selva, dulunya punya banyak koloni kelelawar pembuat tenda, tetapi jumlahnya berkurang seiring bertambahnya tutupan kanopi.

Bertahun-tahun nanti, kondisi ini dapat berubah seiring dengan tumbangnya pohon yang lebih tua, dan menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi kelelawar.

La Selva, salah satu stasiun penelitian tertua di negara itu, mengawasi koridor biologis penting dengan Taman Nasional Braulio Carrillo, sebidang besar hutan perawan. Sebagai pelopor dalam gerakan konservasi pribadi, La Selva telah menginspirasi puluhan cagar alam yang lebih kecil, dan bekerja sama melindungi hutan.

Baca juga: Temuan Baru, Kelelawar Vampir Adopsi Bayi dari Induk Lain yang Mati

"Secara umum, lebih baik memiliki petak hutan yang luas daripada petak-petak yang tidak terhubung. Anda dapat mempertahankan lebih banyak populasi spesies dan ada lebih sedikit perbatasan," kata Amanda Vicente Santos, seorang peneliti di Emory University di Atlanta, Georgia dan mantan murid Rodriguez.

Vicente Santos meneliti imunologi kelelawar untuk lebih memahami dampak manusia pada ekosistem tropis. Seringkali, perbatasan antar habitat adalah tempat di mana spesies bertukar penyakit atau merasa terganggu.

Meskipun kelelawar pembuat tenda senang berada di dekat sungai di mana makanan berlimpah, Vicente Santos menjelaskan bahwa mereka membutuhkan "regenerasi tanaman tanpa campur tangan manusia".

Hutan seperti Tirimbina dan La Selva, di mana regenerasinya konstan, sangat penting untuk mempertahankan jumlah spesies ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com