Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Bulan Pandemi, Epidemiolog Sebut Indonesia Harus Perkuat Surveilans

Kompas.com - 03/09/2020, 19:31 WIB
Ellyvon Pranita,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pandemi Covid-19 sudah enam bulan terjadi di Indonesia, jumlah kasus tidak kunjung melandai justru terus meningkat dari ke hari.

Ahli epidemiologi Universitas Indonesia Pandu Riono mengatakan, bahwa setelah enam bulan pertama yang kita lalui, sekarang ini adalah waktunya untuk merenung, karena kita belum cukup berbuat banyak.

"Kesalahan kita adalah tidak memperkuat surveilans," kata Pandu dalam acara yang diselenggarakan Katadata dan Kawal Covid-19 dengan tajuk Rapor 6 Bulan Pandemi Covid-19 di Indonesia, Kapan Berakhirnya?, pada Kamis(3/9/2020).

Baca juga: 6 Bulan Pandemi Covid-19, Virus Corona Menginfeksi 10,6 Juta Orang

Pandu menjelaskan, penyakit Covid-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 merupakan penyakit yang bertransmisi secara random kepada masyarakat tanpa mengenal ras, usia, golongan darah, dan lain sebagainya.

Bahkan, data pasien positif konfirmasi terinfeksi Covid-19 di Indonesia mencapai 180,646 kasus per tanggal 3 September 2020.

Angka kasus tersebut semakin meningkat dan naik terus jumlahnya, bahkan bisa mencapai 3000 lebih kasus per hari.

Ironisnya, pandemi Covid-19 di Indonesia ini baru memasuki tahap awal pandemi dan tidak ada yang bisa memastikan kapan pandemi ini akan berakhir secara nasional maupun global dunia.

Menurut Pandu berkata, fokus utama yang seharusnya dilakukan saat ini adalah mengubah strategi dalam mengatasi kasus infeksi wabah ini.

"Masalahnya kuncinya adalah di surveilans (berupa) testing, pelacakan, dan isolasi. Surveilans itu penting," kata dia.

Baca juga: 6 Bulan Pandemi Covid-19, Indonesia Hadapi Ancaman Orang Tanpa Gejala

Berikut penjelasan rincinya.

1. Testing

Presiden Indonesia, Joko Widodo menargetkan tes Covid-19 bisa tembus 30.000 per hari.

Namun ternyata, jumlah tes PCR yang telah dilakukan di Indonesia hingga hari ini masih relatif rendah, yakni baru mencapai 28.000 tes per hari.

Untuk memenuhi target testing ini, Pandu mengatakan, kita tidak perlu menempatkan peralatan testing lengkap di setiap kota, tetapi harus ada jejaring.

"Jejaring ini dibangun di tempat yang Sumber Daya Manusianya sudah siap," ujarnya.

Sebab, kalau ingin dimulai lagi dari awal pembangunan laboratorium dan lain sebagainya kita tidak akan siap.

Sehingga, daerah yang tidak memiliki laboratorium lengkap untuk tes akurasi infeksi virus corona jenis SARS-CoV-2 bisa memanfaatkan jejaring dengan laboratorium terdekatnya.

2. Tracing (pelacakan)

Melatih pelacakan kasus infeksi Covid-19 tidak hanya tugas rumah sakit.

Melainkan, seharusnya mulai sekarang kembali fokuskan pusat pelayanan kesehatan primer seperti puskesmas, agar dapat melakukan tindakan pelacakan kasus infeksi Covid-19 yang ada di sekitar kita.

"Puskesmas harus ditingkatkan, untuk testing, pelayanan kasus, pelacakan dan juga isolasi mandiri. Itu juga yang dipake di Vietnam dan Thailand yang dipakai adalah memperkuat layanan primer," tuturnya.

Puskesmas menjadi yang paling dekat dengan masyarakat, karena paling mudah dijangkau, dan juga yang umumnya paling awal didatangi masyarakat, jika terjadi sesuatu.

Puskesmas menjadi garda terdepan pelayanan kepada masyarakat. Sementara, yang kita butuhkan adalah pelayanan ke masyarakat.

"Selama ini puskesmas seolah terlupakan, padahal harusnya itu paling bisa didahulukan karena lebih dekat dengan masyarakat," jelasnya.

Baca juga: Sudah 6 Bulan Pandemi Virus Corona di Indonesia, Kapan akan Berakhir?

3. Isolasi

Isolasi menjadi penting, setelah testing dan pelacakan dijalankan dengan segera dan tepat.

Ketika, pelayanan primer seperti puskesmas sudah bisa melakukan secara mandiri testing dan pelacakan, maka, isolasi mandiri terhadap pasien yang bergejala maupun tidak bergejala juga bisa dilakukan di puskems, karena hampir semua rumah sakit, termasuk  di daerah saat ini sudah penuh.

"Mungkin kalau kita meningkatkan layanan primer sebagai layanan utama (untuk) testing, pelacakan kasus, dan isolasi mandiri, ini dampaknya akan ada dan berjangka panjang ke depannya," tegasnya.

Baca juga: Mutasi Virus Corona yang Lebih Menular Ada di Indonesia, Ini Kata Ahli

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com