Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asam Amino Unik di Virus Corona Indonesia, Apa Memengaruhi Vaksin?

Kompas.com - 31/08/2020, 18:00 WIB
Gloria Setyvani Putri

Penulis

KOMPAS.com - Kelompok Penelitian Virus Corona dan Formulasi Vaksin dari Professor Nidom Foundation (PNF) menganalisis genom virus corona SARS-CoV-2.

Penelitian ini diklaim sebagai riset pertama dari peneliti Indonesia yang mengamati genom virus di Indonesia secara menyeluruh.

Prof Chairul Anwar Nidom yang merupakan ketua tim riset mengatakan kepada Kompas.com, Sabtu (29/8/2020) penelitian ini berangkat dari keresahan apakah penyiapan vaksin Covid-19 yang dilakukaan Indonesia saat ini - baik vaksin Merah Putih maupun vaksin dari China dan Korea Selatan - sudah mengacu atau memperhatikan karakter virus Covid-19 di Indonesia.

Dalam laporan yang diterbitkan di jurnal Systematic Reviews in Pharmacy, data sekuens genom virus corona itu didapat dari Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) yang dapat diakses khalayak.

Baca juga: Vaksin Covid-19, Apakah Sudah Sesuai Virus Corona di Indonesia?

Tim PNF mengidentifikasi adanya peptida RRGPEQTQGNFGDQELIRQGTDYK dari nukleokapsi fosfosprotein untuk menghasilkan vaksin berbasis peptida yang bertentangan dengan SARS-CoV-2.

"Urutan asam amino itu (RRGPEQTQGNFGDQELIRQGTDYK) adalah pokok struktur virus (SARS-CoV-2) yang ada di Indonesia," jelas dia.

Untuk diketahui, peptida adalah suatu senyawa yang terdiri dari dua atau lebih asam amino yang dihubungan dalam suatu rantai dari setiap asam yang bergabung dengan rantai amino berikutnya.

Nidom melanjutkan, suatu vaksin itu harus memenuhi kriteria asam-asam amino RRGPEQTQGNFGDQELIRQGTDYK tersebut.

Tanggapan ahli

Berkaitan dengan temuan ini, Kompas.com meminta tanggapan ahli biologi molekuler Indonesia, Ahmad Utomo.

Ahmad mengapresiasi temuan ini sebagai referensi akademis. Namun, dia menyampaikan beberapa hal yang perlu digarisbawahi.

"Boleh-boleh saja sebagai referensi. Hanya saja, kita juga tahu bahwa saat ini kita (Indonesia) baru mensequencing genome (virus corona SARS-CoV-2) 30 isolat di Indonesia. Sementara kita sudah (mengonfirmasi) lebih dari 100 ribu kasus. Ya apakah 30-an (isolat) itu mewakili (keseluruhan genom) juga bisa jadi tanda tanya," ujar Ahmad kepada Kompas.com, Senin (31/8/2020).

Ilustrasi virus coronaSHUTTERSTOCK/creativeneko Ilustrasi virus corona

Dia menyampaikan, ada sekitar 90 ribu genom virus corona yang sudah terdata di GISAID.

Dari seluruh genom tersebut, menunjukkan kelestarian atau kesamaan yang masih tinggi sekitar 99 persen.

"Artinya, vaksin apapun yang sedang dikembangkan, minimal secara teoritis, mestinya bisa saling cross reactive," imbuhnya.

"Namun kita harus lihat hasil fase 3-nya."

Seperti kita tahu, saat ini para ilmuwan sedang melakukan uji klinis fase 3 untuk vaksin dari Sinovac, China di Bandung, Jawa Barat.

Dalam kondisi sekarang ini, Ahmad mengaku khawatir tentang pengujian yang sedang dilangsungkan saat ini.

"Saya khawatir, sebagai ilmuwan, penyakit ini sudah mereda di Bandung kalau pemprov bisa ketat lockdown yang dampaknya tidak ada perbedaan antara kelompok vaksin vs kelompok plasebo," ungkapnya.

Jika tidak ada perbedaan antara kelompok vaksin dan kelompok plasebo, dikhawatirkan hasil uji klinis tidak dapat disimpulkan.

Baca juga: Vaksin Corona Indonesia, Sudah Sampai Mana Pengembangannya?

Kita semua ingin agar penyakit Covid-19 terkendali. Namun di sisi lain, kita masih memerlukan bukti bahwa vaksin yang diterapkan tersebut atau vaksin yang nantinya dipasarkan akan efektif mencegah penularan Covid-19.

"Jadi untuk mengusulkan sebagai kriteria sih sah-sah saja, apalagi kriteria urutan asam amino tersebut ditemukan di beberapa negara seperti di India dan Bangladesh. Namun apakah epitop vaksin yang bukan susuan tersebut dipastikan gagal, itu belum tentu," ungkap Ahmad.

Dia menyampaikan, kita tetap harus menunggu hingga hasil uji klinis fase 3 selesai untuk mengetahui jawabannya.

Ketika nanti hasil uji klinis fase 3 dinyatakan gagal, disampaikan Ahmad, saat itu para ilmuwan baru dapat menarik kesimpulan apakah epitopnya tidak sesuai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com