Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Bagimana Budaya Memandang Sebuah Pernikahan? Ini Kata Ahli

KOMPAS.com- Isu terkait pernikahan masih terus bergulir dengan beragam kasusnya atau persoalan yang terjadi. Lantas, bagaimana budaya memandang hal ini? 

Belakangan ini, pernikahan tidak hanya dimaknai sebagai sesuatu yang suci atau sakral, tetapi lebih kepada ajang perlombaan untuk bermegah-megahan dalam menggelar upacara pernikahan tersebut.

Bahkan, tidak jarang kita temukan kasus pernikahan yang batal hanya karena ketidakmampuan pasangan tersebut dalam menyiapkan uang bernominal tinggi untuk menggelar akad sampai acara resepsi pernikahan.

Menurut istilah, pernikahan merupakan suatu ikatan lahir dan batin antara seorang laik-laki dengan perempuan yang bukan muhrim.

Selain itu, pernikahan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial.

Tujuan menikah atau pernikahan yaitu untuk membina rumah tangga yang bahagia berdasarkan tuntunan dari Tuhan Yang Maha Esa.

Lalu bagaimana sebenarnya budaya memandang sebuah upacara pernikahan itu?

Kepala Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia, Dr Irwan Hidayana mengatakan, pada dasarnya semua masyakarat atau budaya di dunia ini tidak hanya di Indonesia, memandang pernikahan itu suatu pranata sosial yang berkaitan dengan relasi.

"Pernikahan itu kan bisa dibilang sebagai institusi atau pranata sosial begitu ya untuk mengatur relasi antara laki-laki dan perempuan," kata Irwan kepada Kompas.com, Selasa (24/5/2022).

Aturan relasi dalam pranata sosial atau institusi ini, kata Irwan, bisa dilihat dari sebuah pernikahan tindakan atau perilaku berhubungan seksual menjadi sah dan tidak menyalahi aturan norma yang berlaku di masyarakat. 

Dengan begitu, pernikahan sebenarnya bisa memberikan legitimasi kepada keturunan dari relasi antara laki-laki dan perempuan yang terjalin melalui jalur yang diakui itu.

Kemudian, anak-anak dari pasangan yang resmi melakukan pernikahan tersebut bisa diakui masyarakat, dan sah secara hukum yang berkaitan dengan hak serta kewajibannya sebagai penduduk di negara yang bersangkutan.

Lebih lanjut, Irwan menjelaskan, dari sisi budaya juga pernikahan itu dipandang sebagai mekanisme untuk membentuk ikatan-ikatan kekerabatan menjadi lebih luas.

Hal ini terjadi karena dengan pernikahan, yang menikah sebenarnya bukan hanya dua individu sana. 

Namun, dengan pernikahan terjadi ikatan kekerabatan yang terjadi karena di dalamnya membuat bagaimana relasi antar dua keluarga inti atau dua keluarga besar pasangan tersebut menjadi lebih luas dan sekaligus saling berhubungan.

"Nah, jadi ya dalam konteks ketika melihat pernikahan itu secara budaya, dia memberikan tadi itu, pengesahan (relasi, hubungan seksual dan legalitas anak-keturunan)," ujarnya.

Selain itu, secara budaya dalam konteks pernikahan ini merupakan relasi antara laki-laki dan perempuan yang memang sudah serta harus memiliki komitmen, berjanji atay memang berniat untuk kemudian membentuk apa yang disebut dengan keluarga.

"Karena kan implikasi dari pernikahan adalah membentuk keluarga," tambahnya.

Keluarga ini seharusnya bukanlah hanya di atas kertas legalitas saja. 

Melainkan, komitmen yang dibangun sebelum melaksanakan ikatan pernikahan seharusnya dapat menjamin diri setiap individu pasangan itu untuk berusaha memberikan hal-hal yang baik dalam pernikahan tersebut.

Hal-hal baik itu dapat dilakukan dengan menyelaraskan posisi, komunikasi, serta tindakan sebagai keluarga yang utuh, penuh kasih sayang, saling melindungi, saling menjaga, dan saling ketergantungan dalam keharmonisan.

Untuk itu, kata Irwan, jika masyarakat mengingat kembali esensi dari sebuah acara pernikahan, seharusnya tidak ada polemik berkepanjangan atau persoalan-persoalan mengenai pernikahan seperti yang banyak terjadi saat ini.

https://www.kompas.com/sains/read/2022/05/25/183200823/bagimana-budaya-memandang-sebuah-pernikahan-ini-kata-ahli

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke