Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Akselerasi Sistem Layanan Digital Kunci Tuntaskan Kesenjangan Akses Kesehatan di Masyarakat

Digitalisasi layanan kesehatan dapat menjadi salah satu solusi dalam memperkecil ketimpangan layanan kesehatan di Indonesia, khususnya bagi masyarakat di daerah pelosok dan terpencil.

Sebab, selama pandemi Covid-19 terjadi meskipun layanan kesehatan belum merata untuk seluruh daerah di Indonesia, tetapi telah terjadi peningkatan konsumsi layanan kesehatan melalui berbagai platform digital.

Kesenjangan yang terjadi sangat terkait dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan, konektivitas, dan belum dapat memanfaatkan teknologi dengan baik. 

Akibatnya, masih banyak masyarakat di daerah, khususnya daerah yang terpencil atau hanya memiliki fasilitas kesehatan primer, yang belum mendapatkan akses yang layak pada layanan kesehatan. 

Hal-hal ini tentunya yang harus segera ditangani, mengingat salah satu fokus Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah telemedicine.

Chief Digital Transformation Office, Kementerian Kesehatan RI, Setiaji ST MSi mengatakan, rencana digitalisasi sistem kesehatan yang dicanangkan oleh pemerintah nantinya harus dapat meliputi seluruh tahapan kehidupan mulai dari dalam kandungan hingga lansia.

Digitalisasi sistem kesehatan melalui pencatatan berbasis rekam medis, dan bersifat individu, yang bisa diintegrasikan oleh fasilitas kesehatan (faskes).

"Peluang yang ada terlihat dari semakin meningkatnya pengguna ponsel pintar dan internet, pertumbuhan layanan internet yang terus berupaya menjangkau area terpencil, dan ekspektasi pertumbuhan pendapatan layanan kesehatan sebesar 60 persen di tahun 2022," kata Setiaji dalam diskusi daring bertajuk Akselerasi Digitalisasi untuk Menjawab Ketimpangan Layanan Kesehatan di Indonesia Melalui Kolaborasi, Selasa (30/11/2021).

Adapun yang menjadi cakupan prioritas program transformasi digital kesehatan meliputi pengembangan dan integrasi data kesehatan, yakni dengan meningkatkan kualitas kebijakan kesehatan berbasis data yang akurat, yang terbaru, dan lengkap.

Selanjutnya, pengembangan dan integrasi aplikasi kesehatan yakni agar terjadi efisiensi layanan kesehatan di level puskesmas, klinik, rumah sakit, laboratorium, dan apotek yang perlu menjadi perhatian, mengingat masih banyak nakes dengan literasi digital rendah.

Serta, pengembangan ekosistem teknologi kesehatan agar inovasi teknologi kesehatan canggih dan ekosistem antar pemerintah, industri, dan masyarakat.

"Kehadiran telemedicine diharapkan dapat menjawab ketimpangan layanan kesehatan di daerah," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Acces to Care Manager, Phillips Indonesia, Marjolijn Heslinga mengatakan akan ikut berpartisipasi dalam kolaborasi meningkatkan kesejahteraan kehidupan masyarakat atas akses kesehatan di Indonesia.

"Phillips memahami bahwa penting untuk memperluas akses pada layanan kesehatan bagi masyarakat yang kurang terlayani," kata Marjolin.


Sebab, mereka juga yakni bahwa teknologi dan digitalisasi memainkan peran penting dalam memungkinkan para tenaga kesehatan memberikan layanan kesehatan yang lebih luas bagi masyarakat di daerah terpencil. 

Sehingga, ada berbagai aspek yang sedang diupayakan dalam persoalan digitalisasi sistem layanan kesehatan di Indonesia yakni aksesibilitas, keterjangkauan, dan ketersediaan layanan perawatan, serta model bisnis baru dan solusi pembiayaan layanan kesehatan agar terjangkau.

"Bermitra dan berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan dalam ekosistem layanan kesehatan adalah kunci untuk mengatasi tantangan kompleks dalam memperluas akses ke layanan kesehatan ini juga tujuan kami," ucap dia.

Tantangan digitalisasi kesehatan di Indonesia

Namun, diakui Setiaji, peluang yang ada ini tentunya juga memiliki tantangan tersendiri yang harus dihadapi. Di antara tantangan telemedicine atau digitalisasi sistem kesehatan adalah sebagai berikut.

1. Masih terfragmentasinya pengelolaan data

Disampaikan Setiaji, terdapat sekitar 400-an siistem dan aplikasi di Kementerian kesehatan, yang masih terpisah dari database intitusi kesehatan.

"Nah ini kita perlu adanya penyederhanaan pengumpulan data dalam satu sistem terintergrasi," kata dia.

2. Adanya batasan regulasi

Tantangan digitalisasi sistem kesehatan berikutnya adalah adanya batasan regulasi di bidang kesehatan dan digital.

Umumnya keterbatasan regulasi ini terutama untuk proteksi data dan standar data, interoperabilitas, hak dan privasi pasien.

3. Minim investasi

Tantangan yang masih sangat jelas dan harus dihadapi adalah masih minimnya investasi swasta di bidang telemedicine, atau hanya 2 persen dari total volume kesepakatan digital di Asia.

Marjolijn menyampaikan bahwa persoalan investasi ini juga erat kaitannya dengan keinginan berbagai pihak untuk berkolaborasi.

Ia menekankan bahwa, kolaborasi dan kemitraan akan bermanfaat baik bagi penerima layanan kesehatan atau pasien, tenaga kesehatan yang terlibat, masyarakat, pemerintah juga penyedia di wilayah layanan kesehatan tersebut.

Untuk itu, seharusnya akselerasi digitalisasi layanan kesehatan di Indonesia sudah patut didukung oleh semua pemangku kepentingan, baik dari sektor formal dan swasta.

Oleh karena itu, Humanitarian Programme Analyst, United Nation Populatin Fund (UNFPA), Elisabeth A Sidabutar menitik beratkan pentingnya koordinasi terhadap kolaborasi penthahelix.

Elisabeth menegaskan, kolaborasi penthahelix merupakan kunci untuk dapat mendekatkan para pemangku kepentingan dengan melibatkan langsung berbagai pihak seperti pelaku usaha swasta, akademisi, pemerintah, non-pemerintah, institusi profesional, dan media saling bersinergi termasuk masyarakat.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/12/09/120500623/akselerasi-sistem-layanan-digital-kunci-tuntaskan-kesenjangan-akses

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke