Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Terkubur 7.000 Tahun di Sulawesi, Kok Bisa Kerangka Ini Masih Utuh?

KOMPAS.com - Para ilmuwan dari Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar bekerja sama dengan peneliti dari Max Planck Institute for the Science of Human History, Jena, Jerman dan Griffith University Australia berhasil menemukan manusia modern (Homo sapiens) tertua dari Sulawesi Selatan.

Kerangka yang ditemukan di situs Leang Panninge atau gua Panninge, Maros, Sulawesi Selatan itu berjenis kelamin permpuan dan berusia 17-18 tahun saat meninggal.

Dari DNA yang dipelajari, tim ahli menemukan bahwa kerangka ini hidup sekitar 7.200 - 7.300 tahun yang lalu.

Menariknya, ahli menemukan ada tiga DNA yang ditemukan dari genom kerangka yang dijuluki Besse ini. Dia ternyata nenek moyang orang Papua, orang Aborigin Australia, dan Denisovan.

Lantas, bagaimana kerangka ini terawetkan dengan baik selama ribuan tahun?

Prof. Dr. Akin Duli, M.A, dosen Arkeologi dari Universitas Hasanuddin, Makassar mengatakan, kerangka manusia yang dijuluki Besse (merujuk pada putri Bugis yang baru lahir) ditemukan terkubur dalam kondisi terkelungkup.

Dia mengatakan, temuan kerangka Besse ini sudah mengalami budaya penguburan karena tubuhnya secara sengaja diletakkan dalam posisi jongkok tetapi dimiringkan, dan diapit dengan beberapa bongkahan batu.

"Terutama di bagian kepala dialasi dengan beberapa alat batu seperti mata panah, pisau batu, dan kapak batu," kata Akin kepada Kompas.com, Sabtu (28/8/2021).

Dari hasil penggalian pada 2015, kata Akin, kerangka manusia modern (Homo sapiens) tertua ini masih lengkap. Ada gigi, tengkorak, tulang lengan, dan tulang belakang.

"Justru yang tidak ada tulang paha," kata Akin.

Bagaimana kerangka Besse sangat terawetkan dengan baik selama ribuan tahun disebut Akin sebagai sesuatu yang sangat menarik.

Menurut dia, ini disebabkan oleh kondisi lingkungan Leang Panninge yang secara tidak langsung melindungi kerangka tersebut.

Diceritakan Akin, ketika dia dan tim dari Universitas Science Malaysia melakukan penjelajahan pada 2015 di kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, mereka menemukan Leang Panninge atau Gua Panninge.

Akin mengatakan, Orang Soppeng dalam bahasa Bugis menyebut kelelawar dengan Panning dalam bahasa Bugis artinya kelelawar. Dengan demikian, gua Panninge adalah gua kelelawar.

"Gua ini seperti terowongan, tembus dari sisi bukit ke sisi bukit yang lain," ungkapnya.

Selain itu, gua Panninge ini dikelilingi oleh aliran sungai.

Karena dataran gua tersebut datar, masyarakat sekitar kerap secara sembunyi-sembunyi melakukan sabung ayam.

"Dan gua itu tidak kena matahari dan tidak kena hujan. Artinya tidak ada air yang menetes ke dalam gua, sehingga gua ini cukup bagus. Kayak di dalam rumah, dia tidak menjadi lembab," ungkap Akin.

Karena kondisi inilah, apapun yang tertimbun di dalam gua Panninge ini tidak akan terpengaruh oleh alam, termasuk erosi atau rembesan air yang bisa membuat gua menjadi lembab.

"Matahari itu tidak masuk ke dalam gua. Di sana sangat ideal dijadikan tempat oleh manusia prasejarah," kata dia.

"Sehingga apa pun yang tersimpan di sana akan terawetkan dengan baik, termasuk kerangka manusia Besse ini sangat terawetkan dengan baik," sambungnya.

Akin berkata, biasanya temuan kerangka manusia yang ditemukan oleh para arkeolog sulit untuk diselidiki DNA-nya karena kerusakan dari faktor alam.

Namun hal ini tidak terjadi dengan Besse. Ketika satu sampel Besse diamati, peneliti langsung dapat melihat kandungan dalam DNA-nya.

"Biasanya, 100 sampel (kerangka manusia) belum tentu menunjukkan DNA. Tapi satu sampel yang kita kirim (dari Besse) langsung terlihat DNA-nya."

"Ini yang membuat kenapa kerangka ini sangat istimewa," pungkasnya.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/08/29/173200823/terkubur-7000-tahun-di-sulawesi-kok-bisa-kerangka-ini-masih-utuh

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke