Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kearifan Lokal Tanda Tsunami Versi Masyarakat, Ikan Terdampar hingga Suara Gemuruh

KOMPAS.com- Kearifan lokal di tengah masyarakat Indonesia mengaitkan suatu peristiwa maupun bencana alam. Termasuk tanda-tanda tsunami yang banyak dikaitkan dengan bukti-bukti yang belum terbukti secara sainstifik.

Pemahaman atau kepercayaan masyarakat ini disebut dengan kearifan lokal.

Ahli Tsunami Indonesia Widjo Kongko mengatakan, sampai saat ini belum ada teknologi yang bisa memprediksi dengan pasti kapan, di mana, dan seberapa besar suatu gempa akan terjadi.

"Sampai saat ini belum ada teknologi yang bisa prediksi gempa yang sebabkan tsunami," kata Widjo kepada Kompas.com, Jumat (11/6/2021).

Widjo menambahkan, belum ada kajian yang mapan bagaimana hewan laut atau ikan dan atau fenomena air laut yang relevan sebagai precusor atau prediksi gempa bumi dan tsunami.

"Saya kira yang saat ini terjadi yaitu adanya ikan minggir bisa saja karena faktor lain, dan ini beberapa kali sudah pernah terjadi sebelumnya dan tidak diikuti gempa atau tsunami," jelas Widjo saat dihubungi terpisah.

Sementara itu, pakar Tektonik Aktif Geologi Gempa Bumi dari Universitas Gadjah Mada, Gayatri Indah Marliyani ikut menambahkan.

Menurut Gayatri, memang apa yang terjadi di alam bisa saja berkaitan, tetapi belum ada bukti yang valid untuk menyatakan suatu fenomena seperti ikan-ikan terdampar, air laut berbau, ataupun burung-burung berpindah dan lain sebagainya sebagai pertanda pasti akan terjadi tsunami.

Kearifan lokal tanda tsunami versi masyarakat

Widjo menjelaskan, kearifan lokal adalah sebuah cerita atau syair yang turun temurun diwariskan kepada anak-cucu mengenai suatu fenomena sebagai peringatan terjadinya gempa yang akan diikuti gelombang besar, laut meluap ataupun tsunami.

Memang, kata dia, kearifan lokal ini efektif saat gempa 2004, saat tsunami melanda di Pulau Simelue, Provinsi Aceh, dengan korban minimal.

"Tetapi, kearifan ini perlu disari-kembangkan sesuai konteks saat ini dan dengan dasar nilai-nilai atau kaidah sains," tegasnya.

Menurutnya, setiap wilayah atau daerah memiliki kepercayaan yang berbeda-beda mengenai pertanda bencana tsunami ini, karena bersifat lokal dan lekat dengan budaya.

"Sayang saya belum nemu catatan atau buku, atau referensi kompilasi kearifan lokal (lengkap) terkait mitigasi bencana di seluruh nusantara," ujarnya.

Adapun, sejauh ini berikut beberapa kearifan lokal mengenai tanda-tanda tsunami yang dipercayai oleh masyarakat.

1. Ikan-ikan terdampar atau minggir di tepi pesisir

Pernah dihantam bencana tsunami yang menewaskan ratusan orang pada 1994 lalu, masyarakat Banyuwangi, Jawa Timur memiliki kearifan lokal sebagai langkah mitigasi bencana tsunami.

Seperti di Desa Sarongan, Banyuwangi, masyarakat setempat mempunyai kearifan lokal soal tanda-tanda terjadinya tsunami, selain adanya gempa besar. 

Tanda tersebut berdasarkan pengalaman wilayah desa ini yang sempat dihantam tsunami pada 1994 lalu.

Ketua Desa Tangguh Bencana (Destana) Sarongan Agus Salim Afandi mengatakan ada dua peristiwa janggal yang menjadi tanda jika akan terjadi tsunami. 

Salah satunya adalah peristiwa ikan-ikan terlihat menepi ke area pantai. Fenomena ikan minggir ini dipercaya karena di dalam laut sedang terjadi peristiwa tak biasa.

"Kalau tsunami itu, ikan minggir. Mereka tahu, kok terjadi ikan minggir ini kan terjadi sesuatu, warga pasti curiga," katanya saat dihubungi, Kamis (10/6/2021).

Kepercayaan mengenai ikan-ikan terdampar ini tidak hanya terjadi di Desa Sarongan, Banyuwangi saja.

Seringkali fenomena ikan-ikan terdampar atau menepi di pesisir pantai di daerah lainnya juga kerap dikaitkan dengan akan terjadinya tsunami.

Beberapanya pernah terjadi di Pantai Teluk Cilacap, Jawa Tengah pada 7 Januari 2021 dan terjadi di pesisir pantai Maluku pada 15 Februari 2019.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa fenomena-fenomena itu bukanlah pertanda tsunami.

2. Air laut berbau

Kearifan lokal terkait tsunami yang kedua juga masih dipercaya oleh masyarakat Banyuwangi, yaitu air laut yang berbau lebih tajam dan menyengat dari hari-hari biasanya.

"Ini asinnya menyengat sekali kalau terjadi tsunami. Ini orang dulu (yang mengalami tsunami) yang bilang begitu," kata Agus.

Mengenai hal ini, Widjo menegaskan, belum ada kajian yang mapan bagaimana hewan laut atau ikan dan atau fenomena air laut yang relevan sebagai precusor (prediksi) gempa bumi dan tsunami.

"Saya kira yang saat ini terjadi yaitu adanya ikan minggir bisa saja karena faktor lain, dan ini beberapa kali sudah pernah terjadi sebelumnya dan tidak diikuti gempa atau tsunami," jelas Widjo.

3. Bunyi gemuruh

Pertanda tsunami berikutnya yang dipercayai oleh masyarakat adalah suara atau bunyi gemuruh.

Menurut Widjo, untuk kearifan yang satu ini pernah berhasil menyelamatkan masyarakat di dua bencana tsunami. Hingga membuat sebagian masyarakat waspada dan segera menjauh dari pantai.

Peringatan pendek dari bunyi gemuruh seperti pesawat yang terdengar beberapa menit sebelum tsunami sampai di pantai yang dialami oleh para penyintas di tsunami Mentawai 2010, dan tsunami Gunung Anak Krakatau 2018.

Sumber dari suara gemuruh, salah satunya memang bisa jadi berasal dari gempa bumi, dan gempa signifikan atau gempa besar, sangat mungkin mengakibatkan tsunami setelahnya.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/06/12/183200223/kearifan-lokal-tanda-tsunami-versi-masyarakat-ikan-terdampar-hingga-suara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke