Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kerumunan Pendukung Persija, Mengapa Banyak Orang Indonesia Tak Takut Tertular Covid-19?

Seperti telah diberitakan Kompas.com, mayoritas suporter menggunakan sepeda motor sambil membunyikan klakson bersaut-sautan di sepanjang jalan MH. Thamrin.

Sebagian berjalan kaki membawa dan mengenakan atribut Persija seperti spanduk dan bendera. Sementara sebagian lainnya datang dengan menumpang truk.

Kerumunan ini tak cuma ramai bernyanyi, para suporter Persija melakukan berbagai aksi selama merayakan kemenangan tim kesayangan, dari menyalakan flare hingga menceburkan diri ke kolam bundaran HI.

Menurut pihak kepolisian tak ada pemberitahuan atau permintaan izin sebelumnya untuk aksi perayaan tersebut. Hingga akhirnya pihak kepolisian membubarkan kerumunan dan menindak tegas.

Masalahnya, aksi perayaan ini dilakukan di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai.

Bahkan, hingga saat ini pemerintah masih menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro untuk mengendalikan penularan Covid-19.

Seperti yang telah kita ketahui, penularan virus corona penyebab Covid-19 terjadi melalui droplet seseorang yang terinfeksi saat bicara, batuk, bersin, bahkan bernyanyi.

Risiko Covid-19 juga tak main-main. Bukan hanya harus diisolasi, tapi juga risiko kematian hingga risiko long covid atau gejala berkepanjangan hingga berbulan-bulan setelah terinfeksi.

Pengetahuan buruk dan relaksasi kebijakan

Lalu, mengapa banyak orang Indonesia yang sepertinya tak takut tertular Covid-19?

Menurut Epidemiolog Universitas Airlangga Windhu Purnomo, hal ini terjadi karena rendahnya persepsi risiko di masyarakat tentang keberadaan dan bahaya Covid-19.

Rendahnya persepsi risiko di masyarakat, dikatakan Windhu bisa disebabkan karena pengetahuan yang buruk tentang Covid-19. Salah satunya, karena informasi-informasi yang benar kalah bersaing dengan hoaks dan berbagai teori konspirasi yang ngawur.

Selain itu, kemungkinan juga karena pemerintah pusat dan daerah sudah banyak merelaksasi kebijakan aktifitas non esensial. Sehingga, masyarakat mengira keadaan pandemi Covid-19 sudah membaik.

“Awalnya masyarakat percaya tentang Covid-19 dan bahayanya, tapi karena kebijakan-kebijakan pemerintah yang paradoksal, masyarakat menganggap Covid-19 sudah tidak berbahaya, bahkan sudah tidak ada,” jelasnya pada Kompas.com, Selasa (28/4/2021).

Belajar dari lonjakan kasus Covid-19 di India

Sebelumnya seperti diberitakan Kompas.com edisi 22 April 2021, Windhu juga mengingatkan Pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk belajar dari lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di India dan Thailand, untuk mencegah Indonesia mengalami hal yang sama.

“India sebelumnya sempat dapat pujian karena testing bagus, prokes ketat, angka yang divaksin juga termasuk tinggi karena mereka produsen vaksin, tapi kemudian mulai relaksasi saat kampanye pemilu dan ditambah peristiwa keagamaan di sungai Gangga. Ya ambyar deh,” kata Windhu.

“Kasus yang sekarang ini sudah lebih tiga kali lipat dari puncak gelombang pertama mereka di bulan September lalu. Padahal, ini belum sampai puncak gelombang kedua loh,” imbuhnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, Indonesia tak boleh terlena dengan angka kasus saat ini yang seolah lebih rendah jika dibandingkan Januari saat mencapai puncak gelombang pertama.

“Turunnya kan bukan karena penularan turun, tapi karena melemahnya testing dan tracing. Saat ini PCR tes kita turun, tidak mencapai batas minimum WHO. Jadi, seakan-akan angka kasusnya turun,” jelas Windhu.

Menurutnya, untuk mencegah lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia, sangat penting bagi pemerintah dan aparat keamanan untuk bertindak tegas melarang pergerakan masyarakat, terutama yang menyebabkan kerumunan.

Meski saat ini program vaksinasi Covid-19 sudah digalakkan di Indonesia, menurut Windhu angka masyarakat yang sudah divaksinasi dosis penuh masih sangat rendah. Sehingga, belum dapat memberikan perlindungan dari pandemi.

Cara terbaik yang bisa dilakukan oleh masyarakat Indonesia saat ini untuk menekan lonjakan kasus positif Covid-19 adalah dengan melakukan 5 M, yaitu memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan membatasi mobilitas.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/04/28/183000623/kerumunan-pendukung-persija-mengapa-banyak-orang-indonesia-tak-takut

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke