Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Obat Kanker Ini Kurangi Efek Beracun Virus Corona, Kok Bisa?

KOMPAS.com- Para peneliti di University of Maryland telah mengidentifikasi protein paling beracun yang dibuat virus corona. Untuk kurangi efek beracun tersebut, peneliti gunakan obat kanker.

Obat kanker yang digunakan para peneliti dari Fakultas Kedokteran University of Maryland (UMSOM), Amerika Serikat, untuk menetralisir protein beracun tersebut telah mengantongi izin dari FDA.

Dilansir dari Medical Xpress, Kamis (1/4/2021), obat kanker ini ternyata mampu menumpulkan efek merusak dari protein virus corona, penyebab Covid-19 yang telah menginfeksi puluhan juta orang di seluruh dunia.

Eksperimen dari studi ini menggunakan lalat buah dan garis sel manusia. Tim peneliti kemudian menemukan proses sel yang dibajak oleh virus corona SARS-CoV-2.

Penemuan efek obat kanker yang dapat melumpuhkan efek beracun protein virus corona ini berpotensi menjadi pengobatan baru yang dapat diuji sebagai calon obat baru untuk mengobati pasien Covid-19 parah.

Temuan obat kanker dapat mengurangi efek beracun protein virus corona ini telah dipublikasikan dalam dua studi secara bersamaan pada 25 Maret lalu di jurnal Cell and Bioscience.

"Pekerjaan kami menunjukkan ada cara untuk mencegah SARS-CoV-2 dari melukai jaringan tubuh dan melakukan kerusakan yang luas," kata penulis senior studi Zhe "Zion" Han, Ph.D., Associate Professor of Medicine dan Director of Pusat Pemodelan Penyakit Presisi di UMSOM.

Dalam studi itu, dia juga mencatat bahwa obat yang dinilai paling efektif untuk melawan Covid-19, remdesivir, hanya mencegah virus corona memreplikasi diri atau memperbanyak diri.

Akan tetapi, kata Dr Han, obat remdesivir tersebut tidak dapat melindungi sel yang sudah terinfeksi Covid-19. Sementara obat kanker yang diteliti ini dapat mengurangi efek beracun dari protein virus corona yang dapat menyebabkan kerusakan sel.

Protein paling beracun virus SARS-CoV-2 

Sebelum pandemi virus corona, Dr Han telah menggunakan lalat buah sebagai model untuk mempelajari virus lain, seperti HIV dan Zika. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa kelompok penelitiannya, pada Februari 2020, mulai mempelajari virus SARS-CoV-2.

Virus corona SARS-CoV-2 menginfeksi sel inang dan membajak sel untuk membuat protein virus dari masing-masing 27 gennya.

Selanjutnya, tim penelitian Dr Han memperkenalkan masing-masing dari 27 gen SARS-CoV-2 ini ke dalam sel manusia dan memeriksa toksisitas atau efek beracunnya.

Mereka juga menghasilkan 12 garis lalat buah untuk mengekspresikan protein virus SARS-CoV-2 yang kemungkinan telah menyebabkan keracunan berdasarkan struktur dan fungsi yang diprediksi.

Para peneliti menemukan bahwa protein virus corona, yang dikenal sebagai Orf6, adalah protein pada virus corona yang paling beracun yang membunuh sekitar setengah dari sel manusia.

Dua protein lain, yakni Nsp6 dan Orf7a, juga terbukti beracun, dan dapat membunuh sekitar 30-40 persen sel manusia.

Lalat buah yang membuat salah satu dari tiga protein beracun virus corona ini di dalam tubuh mereka, cenderung tidak dapat bertahan hingga dewasa.

Lalat buah yang hidup memiliki masalah seperti lebih sedikit cabang di paru-paru mereka atau lebih sedikit sumber tenaga penghasil energi di sel otot mereka.

Namun, dalam percobaan ini, para peneliti hanya berfokus pada protein virus yang paling beracun, sehingga mereka dapat mengetahui sel apa yang dibajak virus selama proses infeksi.

Tim Dr. Han menemukan bahwa protein Orf6 yang beracun dari virus corona menempel pada banyak protein manusia yang bertugas mengeluarkan materi dari inti sel, tempat di dalam sel yang menyimpan genom, atau instruksi untuk kehidupan.

Obat kanker lemahkan protein beracun virus

Selanjutnya, para peneliti menemukan bahwa salah satu protein bergerak pada manusia, yang ditargetkan oleh virus, diblokir oleh selinexor, obat kanker.

Para peneliti menguji selinexor pada sel manusia dan lalat buah yang membuat protein beracun virus SARS-CoV-2 untuk melihat apakah obat tersebut dapat membantu membalikkan kerusakan.

Selinexor, seperti banyak obat kanker itu sendiri beracun. Namun, setelah memperhitungkan efek toksiknya, obat tersebut meningkatkan kelangsungan hidup sel manusia sekitar 12 persen.

Selinexor mencegah kematian dini pada sekitar 15 persen lalat yang membuat protein beracun virus corona. Obat kanker itu juga memulihkan cabang di paru-paru dan pembangkit energi di sel otot.

Badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat (FDA) telah menyetujui selinexor, sebagai obat untuk mengobati pasien kanker darah.

"Lebih dari 1.000 obat yang disetujui FDA sedang dalam uji klinis untuk diuji sebagai pengobatan untuk Covid-19, dan untungnya uji coba yang menguji selinexor, obat yang digunakan dalam penelitian kami, sudah dilakukan," kata Dr. Han.

"Jika uji coba ini terbukti berhasil, data kami akan menunjukkan mekanisme yang mendasari mengapa obat itu bekerja," imbuh dia.

Penemuan ini juga ditanggapi positif sejumlah ahli medis. Para pakar kedokteran menilai bahwa meski saat ini dunia telah memiliki vaksin Covid-19 untuk mengendalikan infeksi, namun munculnya varian baru virus corona dapat menjadi kendala bagi vaksin.

Oleh sebab itu, mereka menilai bahwa penelitian obat kanker ini menunjukkan target baru untuk terapi potensial dan menjadi solusi obat Covid-19 untuk perawatan pasien dengan sakit parah akibat penyakit ini.

https://www.kompas.com/sains/read/2021/04/01/090300523/obat-kanker-ini-kurangi-efek-beracun-virus-corona-kok-bisa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke