Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ilmuwan Ungkap Sepatu yang Terlalu Nyaman Justru Berisiko Sebabkan Cedera

KOMPAS.com - Ilmuwan mangatakan bahwa sepatu lari bisa meningkatkan risiko cedera. Hal ini dikarenakan adanya pegas kaki pada sepatu.

Dilansir dari Science Alert, Senin (28/9/2020), pegas kaki terletak di sepatu, pada tip depan sepatu dengan posisi melengkung keatas.

"Kita semua pernah memakai sepatu dengan pegas ini, dan tidak tahu mengapa itu ada di sana, satu-satunya yang kita tahu adalah sepatu itu tampaknya membuat berjalan lebih nyaman," Nicholas Holowka, antropolog di Universitas Buffalo.

Namun menurut Holowka, kenyamanan dan efisiensi yang ditawarkan desain sepatu ini dapat berefek buruk pada kaki dalam jangka panjang.

Studi terbaru menunjukkan, bagaimana pegas kaki dapat berkontribusi pada melemahnya otot kaki dari waktu ke waktu, sehingga membuat kita lebih rentan terhadap cedera seperti plantar fasciitis.

"Pegas kaki ini mengurangi jumlah pekerjaan yang perlu kita lakukan dengan otot kaki kita, sehingga kita hanya melakukan sedikit di setiap langkah," katanya.

Studi ini menawarkan poin data terbaru dalam perdebatan yang sedang berlangsung, tentang apakah sepatu minimalis lebih baik untuk kaki daripada sepatu modern yang mendukung.

Otot kaki menjadi lebih lemah

Ketika lebih sedikit usaha yang dibutuhkan untuk berjalan, hal itu justru bisa membut otot kaki menjadi lemah. Padahal, harusnya setiap langkah yang diambil dapat mengaktifkan semua bagian di kaki.

Bagian pertama, ada tumit untuk menyentuh tanah, lalu seluruh kaki akan bersentuhan. Saat kita bergerak menuju langkah berikutnya, kita menggeser beban kita ke depan, yaitu ke jari-jari kaki kita, lalu mendorongnya dari tanah.

Dorongan itu, kadang-kadang disebut toe off, membutuhkan otot-otot kecil di sendi metatarsophalangeal tempat bola kaki kita bertemu dengan pangkal jari-jari kaki kita untuk menjaga agar kaki kita tetap kaku.

Sendi ini memungkinkan perpindahan energi dari kaki ke tanah dan punggung.

Menurut Holowka, pegas jari kaki mengurangi pekerjaan yang harus dilakukan otot-otot ini untuk memastikan jari kaki menapak dengan baik.

Mereka sampai pada kesimpulan itu setelah mengamati 13 orang berjalan di atas treadmill dengan berbagai jenis alas kaki.


Para peserta berjalan tanpa alas kaki, serta dengan empat jenis sandal berbeda dengan pegas yang semakin menonjol.

Sementara itu, para peneliti menggunakan sistem kamera infra merah dan pelat khusus yang dipasang di treadmill untuk mengukur seberapa banyak tenaga yang dimasukkan para pejalan kaki ke setiap langkah dan berapa banyak tenaga yang masuk ke tanah selama kaki berjinjit.

Hasil penelitian menunjukkan, semakin melengkung pegas di sepatu relawan, semakin sedikit tenaga yang dibutuhkan kaki mereka untuk mendorong dari tanah.

Dengan kata lain, ketika mengenakan sepatu dengan pegas, berarti otot mereka bekerja lebih sedikit.

"Tambahkan itu selama ribuan langkah yang dilakukan rata-rata orang dalam sehari, selama bertahun-tahun," kata Holowka.

Itu berarti, sepatu dengan pegas jari membuat otot seseorang melakukan lebih sedikit pekerjaan dalam jangka panjang.

"Kurangnya otot kaki bekerja, membuat otot tidak akan terkondisi dengan baik. Artinya mereka mungkin tidak dapat melindungi jaringan lunak lain di kaki seperti plantar fascia dari trauma, yang kemudian bisa menyebabkan kondisi seperti plantar fasciitis," tambahnya.

Risiko cedera yang lebih tinggi

Ketika otot kaki lemah, maka tingkatan risiko untuk cedera akan lebih tinggi. Sekitar 2 juta orang Amerika dirawat karena plantar fasciitis setiap tahun, suatu kondisi yang ditandai dengan peradangan yang menyakitkan pada jaringan plantar fascia di bagian bawah kaki.

Cedera ini, yang umum terjadi pada pelari, disertai dengan rasa sakit yang menusuk di tumit dan lengkungan. Hal ini sulit untuk diobati.

Holowka dan koleganya menduga bahwa pegas pada jari kaki mungkin berkontribusi pada prevalensi cedera ini.

"Apa yang terjadi adalah, bahwa orang tanpa sadar mengandalkan plantar fascia mereka untuk melakukan apa yang biasanya dilakukan oleh otot," kata Daniel Lieberman, salah satu penulis studi tersebut, dalam siaran pers.

"Ketika Anda mendapatkan otot yang lemah dan plantar fascia harus bekerja lebih keras, itu tidak benar-benar bekerja dengan baik, sehingga meradang."

Selain stres plantar-fascia, Lieberman dan Holowka juga menemukan dalam penelitian sebelumnya bahwa penggunaan alas kaki modern dalam jangka panjang sering kali menyebabkan masalah pada lengkungan kaki.

Tapi hal ini tidak berarti membuat kita harus mulai berlari tanpa alas kaki.

Penelitian sebelumnya juga menemukan, bahwa orang yang memakai sepatu alas kaki minimal yang membantu mendekati berjalan tanpa alas kaki dan memiliki sedikit bantalan, penyangga lengkungan, memiliki lengkungan kaki yang lebih kaku daripada yang memakai sepatu modern tradisional.

"Berjalan dan berlari memakai sepatu dengan fitur minimal selama beberapa waktu, sekitar enam hingga 12 minggu, dapat memperkuat otot kaki intrinsik," kata penulis utama studi, Freddy Sichting kepada Business Insider.

Tapi itu tidak berarti kita harus membuang semua sepatu lama kita ke tempat sampah.

"Perlu waktu lama untuk membangun otot-otot itu, dan jika Anda mencoba melakukannya sekaligus, Anda bisa melukai diri sendiri," kata Holowka.

Memang, pelari tanpa alas kaki cenderung melaporkan lebih banyak cedera betis dan tendon achilles.

"Kebanyakan kaki kemungkinan besar tidak terbiasa melakukan semua pekerjaan tanpa dukungan sepatu modern," kata Sichting

"Saya akan merekomendasikan transisi lambat ke alas kaki minimal untuk menghindari cedera berlebihan," imbuh Sichting.

Sepatu dengan penyangga lengkung dan bantalan menjadi populer pada tahun 1970-an, yang secara evolusioner, tentu saja, sangat mutakhir.

"Jika kita mulai memakai sepatu dengan segala macam fitur untuk mengontrol dan membatasi gerakan alami kaki kita, seperti yang telah kita lakukan selama beberapa dekade sekarang, itu berarti kita tidak menggunakan kaki kita sebagaimana mereka seharusnya berfungsi, " tutur Holowka

"Ini adalah contoh klasik dari ketidakcocokan evolusioner, di mana tubuh kita menemukan dirinya dalam lingkungan baru sepatu kita yang belum berevolusi untuk mengatasinya," tambah Holowka.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/09/28/200500123/ilmuwan-ungkap-sepatu-yang-terlalu-nyaman-justru-berisiko-sebabkan-cedera

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke