Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kalung Antivirus Corona Kementan, Peneliti Di Baliknya Angkat Bicara

KOMPAS.com - Kalung antivirus corona dari Kementerian Pertanian (Kementan) ramai diperbincangkan belakangan ini.

Kalung antivirus yang merupakan produk eucalyptus, kandungan minyak atsiri dari daun kayu putih, disebut dapat mencegah corona.

Bagaimana sebenarnya penelitian yang dilakukan Kementan?

Menjawab pertanyaan ini, Kompas.com menghubungi Dr. Ir. Evi Savitri Iriani, MSi, Kepala Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Kementan, yang terlibat dalam penelitian antivirus Covid-19 dari eucalytus.

Evi menyampaikan, penelitian tentang eucalyptus sebenarnya sudah dilakukan sejak Januari 2020. Artinya, ini bukan penelitian baru.

"Pada awal Januari, ketika mendengar ada Covid-19 di China, kita langsung nih 'ayo temen-temen coba dikumpulkan hasil penelitiannya. Mana sih yang berpotensi sebagai antivirus maupun juga untuk meningkatkan imunitas'," kata Evi kepada Kompas.com dihubungi melalui sambungan telepon Minggu (5/7/2020).

Setelah diinventaris Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Kementan, ada sekitar 50 tanaman yang dianggap potensial berdasarkan empiris dan literatur.

"Selanjutnya kami ekstraksi bahan aktif tanaman tersebut dan kami uji kandungan bahan aktif serta kami uji juga kemampuan terhadap virus dengan bekerjasama dengan BB Veteriner," ungkap Evi.

BB Veteriner merupakan lembaga penelitian dalam bidang penyakit hewan yang sudah berusia lebih dari 50 tahun.

Evi menyebut, BB Veteriner memiliki pengalaman saat pandemi flu burung dan SARS. Lembaga tersebut pun memiliki banyak koleksi virus yang dapat dimanfaatkan untuk uji coba, termasuk virus corona umum.

Dalam penelitian ini, Evi mengatakan bahwa pihaknya tidak melakukan uji coba secara spesifik ke SARS-CoV-2 yang bertanggung jawab atas pandemi Covid-19.

Mereka melakukan pengujian ke virus corona secara umum.

"Karena SARS-CoV-2 belum dapat ditumbuhkan di lab, jadi kami ngujinya ke model virus corona, saudara yang paling dekat dengan si (virus penyebab) Covid-19 ini," ungkap Evi.

"Sebagai pembanding, kita juga uji coba ke virus influenza. Di antaranya kalau (virus) influenza yang paling parah itu H5N1 atau flu burung," imbuh dia.

Dalam melakukan penelitian ini, Evi dan tim menggunakan beberapa tanaman yang potensial yang diujikan ke virus yang tersedia.

Pada saat diuji, ternyata eucalyptus memiliki daya bunuh virus cukup tinggi.

"Minyak eucalyptus mampu membunuh 80-100 persen virus influenza dan virus model beta dan gama corona," paparnya.

Pengujian

Penelitian yang dilakukan menggunakan telur yang sudah ada embrio ayamnya di laboratorium.

"Walaupun in vitro, tapi penelitian ini bukan pada media agar kemudian dikasih virus. Ini antara in vitro dan in vivo. Kita (penelitian) pada telur yang sudah ada embrio ayamnya," jelas Evi.

Telur yang sudah memiliki embrio ayam diinfeksikan dengan virus corona umum, kemudian diberikan beberapa perlakuan setelahnya.

Ada telur yang diberi eucalyptus dengan konsentrasi mulai dari 0,1 persen, 1 persen, dan 10 persen.

Selain diberi eucalyptus, tim juga memberikan beberapa bahan lain pada telur ayam sebagai pembanding.

"Setelah embrio ayam kita diamkan selama seminggu, kita pecahkan telurnya dan kita lihat," kata Evi.

"Kalau (telur) yang hanya diberi virus saja, embrio ayamnya mati semua. Berarti dia (embrio ayamnya) mati terserang virus," imbuhnya.

"Sementara yang dengan perlakuan eucalyptus (dengan konsentrasi) 0,1 sampai 1 persen, ternyata si ayamnya bisa tumbuh dengan normal. Berarti si eucalyptus mampu menetralisir virus yang sudah diinfeksikan ke embrio ayam."

Perlu pengujian lebih lanjut

Evi mengatakan, penelitian yang dilakukan ini merupakan studi awal.

Dia pun mengetahui bahwa muncul banyak pertanyaan kenapa riset ini tidak dilakukan uji klinis atau diujikan ke manusia.

Evi menerangkan, dalam hal ini pihaknya tidak dapat melakukan uji klinis karena Kementan tidak memiliki mandat untuk melakukan uji ke manusia.

"Karena untuk melakukan uji klinis, kita sudah komunikasi juga dengan Badan POM, itu ketua pengujinya harus dokter paru. Kami kementerian pertanian enggak punya (dokter), jadi hasil ini yang kita publish ke masyarakat," terangnya.

Oleh karena itu, Evi berharap para dokter dan laboratorium yang kompeten untuk mengujikan eucalyptus dengan virus SARS-CoV-2 untuk melanjutkan riset ini.

Pasalnya, hingga saat ini SARS-CoV-2 pun tidak dapat ditumbuhkan di laboratorium.

"Mungkin karena saking spesifiknya (SARS-CoV-2), kalau tidak ditumbuhkan di inang yang sesuai, dia tidak tumbuh. Dia hanya bisa ditumbuhkan di embrio ayam, di kelelawar, atau di manusia," jelas Evi.

Sementara untuk menumbuhkan virus penyebab Covid-19 di kultur jaringan dalam laboratorium, virus ini gagal tumbuh.

"Mudah-mudahan kalau Airlangga (Unair) atau Eijkman bisa, nanti kita bawa eucalyptus kita ke mereka. Tapi sampai saat ini, kita belum ketemu lab yang mampu menumbuhkan si SARS-CoV-2," ujarnya.

"Oleh sebab itu, temuan ini tolong ditindaklanjuti oleh laboratorium yang kompeten. Entah itu Litbang kesehatan atau perguruan tinggi yang punya Fakultas Kedokteran, bisa melakukan pengujiannya. Entah menumbuhkan SARS-CoV-2 nya, entah langsung ke uji klinisnya," tutupnya.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/07/05/160100523/kalung-antivirus-corona-kementan-peneliti-di-baliknya-angkat-bicara

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke