Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ternyata Tes Pengujian Vaksin Covid-19 Butuh Darah dari Hewan ini

KOMPAS.com - Pengembangan obat dan vaksin untuk melawan virus corona baru yang mewabah saat ini masih terus dilakukan para ilmuwan dunia.

Namun, dalam pengembangan obat modern saat ini, para peneliti masih membutuhkan darah dari kepiting tapal kuda.

Melansir New York Times, Selasa (9/6/2020), selama beberapa dekade perusahaan obat bergantung pada komponen dalam darah kepiting ini untuk menguji obat-obatan yang dapat disuntikkan, termasuk vaksin.

Tujuannya, untuk mengantisipasi adanya potensi kontaminasi dari bakteri berbahaya yang disebut endotoksin. Tak terkecuali dalam upaya menguji vaksin virus corona untuk Covid-19.

Tes alternatif pengujian vaksin

Para konservasionis dan sejumlah pelaku bisnis telah mendorong penerimaan yang luas atas tes alternatif. Hal ini dilakukan untuk melindungi kepiting dan burung yang memakan telur-telur mereka.

US Pharmacopeia, salah satu organisasi non-pemerintah mengeluarkan standar kualitas untuk tes alternatif, namun tetap berpedoman dengan dasar yang sama.

Kendati demikian, organisasi itu mengumumkan belum lama ini, tes alternatif yang disebut sebagai rFC (recombinant factor C) masih memerlukan studi yang lebih signifikan.

Perwakilan organisasi ini mengatakan mereka memiliki 30 tahun data pada tes saat ini dan hanya dua tahun pada tes baru, sehingga mereka masih membutuhkan lebih banyak informasi.

Kendati demikian, secara internasional, European Pharmacopeia telah menyetujui penggunaan luas dari tes alternatif tersebut.

Perdebatan akan tes alternatif tersebut telah dipantau secara luas, karena permintaan untuk menguji vaksin baru terhadap virus corona semakin berkembang.

Miliaran dosis vaksin, terutama untuk Covid-19, pada akhirnya tetap membutuhkan pengujian endotoksin.

Apa itu endotoksin?

Untuk diketahui, endotoksin adalah molekul di dinding sel dari banyak bakteri umum. Salah satunya bakteri E.coli dan bakteri salmonela lainnya.

Racun pada bakteri dapat menyebabkan demam dan kematian pada manusia, bahkan jika bakteri yang menghasilkannya terbunuh atau mati.

Sindrom syok toksin yang dapat saja terjadi itu disebabkan oleh endotoksin.

"Ini hal gila, kita akan mengandalkan ekstrak hewan liar selama pandemi (corona) global," kata Ryan Phelan, kepala organisasi nirlaba Revive and Restore.

Kelompoknya mendukung solusi teknologi untuk masalah konservasi, termasuk mengganti tes yang menggunakan komponen darah kepiting tapal kuda, yang disebut LAL, dengan tes yang menggunakan rFC.

Di sisi lain, miliaran dosis kandidat vaksin virus corona, dan banyak bahan pada banyak langkah dalam proses produksi semua harus menjalani pengujian endotoksin.

Pasokan komponen pengujian untuk miliaran dosis

Kendati demikian, perusahaan yang memproduksi LAL dari darah kepiting tapal kuda mengatakan bahwa pasokannya memadai.

Lonza AG, sebuah perusahaan bioteknologi multinasional, menjual kedua tes tersebut. Lonza juga baru-baru ini membuat kesepakatan dengan Moderna untuk menghasilkan kandidat vaksin yang banyak dipublikasikan untuk Covid-19.

Perusahaan tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa lima miliar dosis vaksin akan membutuhkan produksi gabungan kurang dari satu hari untuk ketiga produsen LAL di Amerika Serikat.

Selain Lonza, dua perusahaan itu antara lain Charles River, dan Associates of Cape Cod. Mereka semua berpendapat pasokan kepiting tapal kuda lebih dari cukup dan produksi saat ini dapat menangani lonjakan vaksin untuk Covid-19 tanpa kesulitan.


Akan tetapi, Phelan mengatakan perhitungan itu mengejutkan mereka, sebab untuk setiap dosis yang dikeluarkan, setiap produsen menggunakan 10 kali jumlah LAL atau komponen dari darah kepiting tapal kuda, untuk menguji setiap langkah dari proses tersebut.

Tes rFC telah mendapat lampu hijau dari Food and Drug Adminitration (FDA) Amerika Serikat. Akan tetapi, perusahaan harus melakukan lebih banyak pekerjaan, jika mereka menggunakan tes standar.

Penggunaan tes rFC sebagai alternatif pengujian terhadap vaksin juga dilakukan oleh perusahaan lain, salah satunya Eli Lilly.

Jay Bolden, ahli biologi di perusahaan tersebut mengatakan perusahaan telah melihat pengujian rFC sejak tahun 2016.

Alasannya, tes ini memiliki konsistensi terhadap kualitas dari produk laboratorium, pasokan yang tidak tergantung pada populasi hewan, dalam hal ini kepiting tapal kuda.

Tes alternatif ini juga menjadi komitmen perusahaan untuk menggantikan penggunaan bahan baku dari hewan yang memungkinkan pengurangan biaya, terutama dalam pengujian obat maupun vaksin, khususnya yang tengah dikembangkan saat untuk melawan virus corona.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/06/09/080100723/ternyata-tes-pengujian-vaksin-covid-19-butuh-darah-dari-hewan-ini

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke