Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tak Ingin Seperti Italia, Ini Cara Turki Kendalikan Virus Corona

KOMPAS.com - Ketika Eropa mulai digemparkan wabah virus corona baru, Turki menjadi negara di antara benua biru dan Asia yang belum lama mengabarkan pandemi ini

Hanya dalam sebulan sejak 11 Maret mulai dilaporkan menyebar ke seluruh negeri, seperti dilansir dari BBC Indonesia, Sabtu (6/6/2020), sebanyak 81 provinsi di Turki telah terpapar.

Kasus infeksi penyakit Covid-19 yang disebabkan virus SARS-CoV-2 di negara tersebut menyebar pesat di Turki dan dianggap lebih buruk dari China, Italia dan Inggris.

Ketakutan pun menghantui warga Turki, yang dikhawatirkan angka kematian akan melampaui Italia, yang saat itu menjadi negara di Eropa paling terdampak wabah ini.

Sebanyak 4.397 kematian dilaporkan secara resmi oleh pemerintah setempat, namun dokter menyangsikan angka tersebut.

Sebab, Turki hanya menghitung korban meninggal yang dites positif dan diperkirakan angkanya bisa sampai dua kali lipat lebih tinggi.

Angka kematian di Turki disebut rendah

Kini, data berdasarkan update virus corona di Worldometer menunjukkan lebih dari 6,8 juta orang terinfeksi Covid-19 di seluruh dunia, dan sebanyak 398.483 kasus kematian.

Sementara Turki masih menjadi negara diurutan 10 besar dunia, dengan angka kasus infeksi virus SARS-CoV-2 terbanyak.

Tercatat hingga saat ini ada 168.340 kasus infeksi virus corona dengan 4.648 meninggal.

Para ahli menilai, dengan populasi penduduk Turki sebanyak 83 juta orang, angka kematian dinilai relatif rendah sepanjang catatan pandemi Covid-19 dunia.

Sejauh ini, Turki menjadi salah satu negara yang dinilai berhasil dalam mengendalikan virus corona baru ini. Kendati para ahli, pandemi ini masih belum usai.

Dr Jeremy Rossman, dosen virologi di University of Kent mengatakan Turki telah menghindar dari bencana yang lebih besar terkait pandemi Covid-19 yang melanda negara ini.

Berikut cara Turki mengendalikan penyebaran Covid-19 di negaranya yang berada di dua benua ini.

1. Turki lakukan karantina tak lazim

Para ahli telah mengingatkan saat ini sulit untuk menyimpulkan dan membandingkan data statistik sementara dari banyak negara terkait angka kematian akibat virus SARS-CoV-2.

"Turki cocok dengan kategori beberapa negara yang merespons cukup cepat dengan tes, pelacakan, isolasi dan pembatasan pergerakan," ujar Dr Rossman pada BBC.

Menurut dia, saat wabah Covid-19 ini merebak tidak banyak negara dapat bertindak cepat dan berhasil secara efektif mengurangi penyebaran virus.

Selama virus ini menyebar, pihak berwenang Turki mengambil langkah terkait kegiatan sehari-hari. Warga dilarang ke kedai kopi, maupun belanja ke pasar yang ramai hingga salat berjamaah di masjid.

Kota-kota dikarantina, di akhir pekan warga tidak boleh keluar rumah dan warga di atas 65 tahun, dan 20 tahun ke bawah diharuskan diam di rumah.

Istanbul menjadi pusat wabah virus corona, dan kota ini kehilangan denyutnya sebagai jantung negara ini.

2. Pelacakan virus corona

Kendati saat ini pelonggaran telah diberlakukan, namun Turki masih tetap waspada terhadap potensi penularan virus corona baru ini.

Direktur kesehatan publik di distrik Fatih, dr Melek Nur Aslan memimpin operasi pelacakan kontak dan di seluruh Turki ada 6.000 tim pelacak kontak.

Sejak hari pertama ditemukannya kasus pertama Covid-19, pelacakan virus corona baru ini pun dimulai. Hal ini berkaitan dengan pengalaman Turki selama 10 tahun melacak penyebaran wabah cacar.

"Kami siap dan tinggal mengambil program itu dari lemari, kemudian menggunakannya untuk Covid-19," kata dr Aslan.

3. Turki gunakan hidroksiklorokuin

Obat anti malaria, hydroxichloroquin atau hidroksiklorokuin telah ditangguhkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai obat untuk mengobati Covid-19.

Namun, Turki justru menggunakan obat tersebut untuk mengobati pasien positif Covid-19.

Hidroksiklorokuin menjadi obat yang dipuji oleh Presiden AS Donald Trump, namun serangkaian penelitian yang diterbitkan di jurnal Lancet memperlihatkan obat ini dapat menyebabkan serangan jantung pada pasien Covid-19.

"Kuncinya (pengobatan Covid-19) adalah menggunakan hidroksiklorokuin. Negara lain terlambat menggunakan obat ini, sejak awal kami menggunakannya," kata Dokter Kepala di RS Dr Sehit Ilhan Varank, dr Nurettin Yiyit.

Dr Yiyit mengatakan pendekatan Turki adalah mendahului virus dengan perawatan cepat dan merawat secara agresif.

Selain hidroksiklorokuin, mereka juga menggunakan obat lain, terapi plasma darah dan oksigen berkonsentrasi tinggi.

Direktur WHO Turki, dr Irshad Shaikh mengatakan Turki memiliki pengalaman baik terkait kesehatan publik.

"Kasus positif (virus corona) di Turki mencapai 3.500 per hari. Namun, strategi tes di sini berhasil, mereka bahkan tak perlu menunggu hingga lima sampai enam hari untuk mendapatkan hasilnya," jelas dr Shaikh.

Penanganan Covid-19 oleh pemerintah setempat tidak dianggap sepenuhnya berhasil oleh asosiasi dokter di Turki.

Namun, Turki mendapat pujian dari WHO dalam upaya mengendalikan penyebaran virus SARS-CoV-2.

Turki memiliki keuntungan dalam perang melawan pandemi ini, yakni populasi orang muda dan jumlah perawatan ICU yang banyak. Kendati demikian, pertarungan melawan pandemi virus corona ini belumlah usai.

https://www.kompas.com/sains/read/2020/06/06/160200523/tak-ingin-seperti-italia-ini-cara-turki-kendalikan-virus-corona

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke