Parapuan.co- Sempat viral sosok perempuan berhijab di Australia menangis saat berpidato di Parlemen Federal pada Rabu (26/7/2022) kemarin.
Sosok tersebut bernama Fatima Payman, yang merupakan seorang politikus dari Australia.
Ia berpidato tentang pengalaman hidupnya sebagai seorang imigran dan seorang minoritas Muslim di Australia.
Pidato tersebut diawali dengan ucapan terima kasihnya kepada sang ayah yang kini telah meninggal dunia.
"Pengorbanan siapa yang tidak akan pernah dilupakan dan siapa yang sangat saya harapkan ada di sini untuk melihat seberapa jauh putri kecilnya telah datang," kata Fatima sambil terisak dilansir dari laman dailymail.co.uk.
Tangisan Fatima Payman semakin keras saat Marielle Smith dari Partai Buruh menenangkannya.
"Kau punya ini," ujar Marielle memotivasi Fatima Payman.
Lalu perempuan berusia 27 tahun tersebut mengumpulkan kembali kekuatannya untuk berpidato meski terbata-bata.
"Saya ingin berterima kasih kepada ibu saya dan saudara-saudara saya yang telah bergabung dengan kami di sini hari ini atas dukungan, cinta, dan kesabaran mereka yang tak tergoyahkan," kata Fatima.
Baca juga: Konsisten dan Utamakan Kualitas, Rahasia TikTokers Margo Stefy Sukses Bisnis Risol Mayo
Menurut Fatima, adalah suatu kehormatan dan hal yang tidak pernah disangka jika dirinya kini menjabat sebagai seorang politikus.
"Mengetahui pengorbanan yang ayah saya yang berprofesi sebagai sopir taksi dan penjaga keamanan untuk memastikan dia menabung cukup uang untuk memenuhi kebutuhan, untuk menghidupi keluarganya, dan untuk memastikan saudara saya dan saya memiliki masa depan yang tidak dapat dia amankan. untuk dirinya sendiri," cerita senator perempuan muda ini.
Fatima bercerita, jika ayahnya, Abdul Wakil Payman datang ke Australia dengan kapal sebagai pengungsi pada tahun 1999 dan sempat dikurung di detensi imigrasi.
Mereka sekeluarga bisa melarikan diri dari Afghanistan ke Pakistan saat Taliban mengambil alih kekuasaan, karena kakek Fatima Payman adalah seorang anggota parlemen di bawah rezim lama.
Selama empat tahun, ayah Fatima Payman bekerja berjam-jam sebagai tukang dapur, sopir taksi, dan penjaga keamanan untuk menabung cukup uang demi keluarganya.
Saat berusia 8 tahun, Fatima Payman sempat menempuh pendidikan di Australian Islamic College Perth dan berkuliah di jurusan kedokteran.
Namun masa depan berkata lain kepadanya. Pasalnya kini ia malah terlibat dalam politik dan menjadi Senat Partai Buruh.
Ayah Fatima Payman kini telah meninggal dunia karena sakit leukemia pada tahun 2018 saat usia 47 tahun.
Kematian ayahnya, menjadi alasan Fatima Payman terjun ke dunia politik.
Baca juga: Sukuk Ritel SR017 Sudah Dirilis, Kenali Keuntungan yang Ditawarkan
"Sepuluh tahun yang lalu apakah parlemen ini akan menerima seorang wanita mengenakan jilbab untuk dipilih?," tanya Fatima lewat pidatonya.
"Bagi mereka yang memilih untuk menasihati saya tentang apa yang harus saya kenakan, atau menilai kompetensi saya berdasarkan pengalaman eksternal saya, ketahuilah bahwa jilbab adalah pilihan saya," uja Fatima mengenai pilihan berjilbab di dalam pidatonya.
"Saya ingin gadis-gadis muda yang memutuskan untuk mengenakan jilbab melakukannya dengan bangga, dan melakukannya dengan pengetahuan bahwa mereka memiliki hak untuk memakainya," tambahnya.
Belajar dari pengalamannya, Fatima tidak mau menilai seseorang berdasarkan apa yang dikenakannya.
"Saya tidak akan menilai seseorang yang melalui pakaiannya dan sandal jepit di seberang jalan, saya tidak mengharapkan orang untuk menilai saya karena hijab yang saya kenakan," ujar Fatima.
"Saya masih muda, saya progresif, dan keluarga saya lahir di luar negeri - saya adalah perwakilan dari Australia modern," lanjutnya.
Usai menyampaikan pidato Fatima Payman, Senator Pauline Hanson keluar dari ruang Senat untuk mencemooh sambutan di negara itu.
Diketahui pada tahun 2017, Senator Pauline Hanson sempat viral karena mengenakan niqab saat rapat di parlemen.
Ia menyerukan pelarangan pakaian seperti hijab, niqab, dan burka di Australia.
Aksi kontroversial Senator Pauline Hanson tersebut, menjadi perhatian masyarakat dunia.
Hal itu juga yang membuat Fatima menyampaikan pidato dan pengalaman pribadinya sebagai pengungsi Afghanistan.
Sebagai seorang pengungsi dan minoritas, ia menceritakan pengalamannya mendapat sikap diskriminasi dan rasisme.
(*)