Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Manthous, Begawan Campursari Pendobrak Sekat Bermusik

Kompas.com - 15/08/2023, 13:30 WIB
Andika Aditia

Penulis


KOMPAS.com – Namanya Anto Sugiartono, dunia musik mengenalnya sebagai Manthous.

Suaranya berat dan agak serak, blangkon dan kumis tipisnya selalu menyertai ke mana pun Manthous tampil.

Manthous lahir pada 10 April 1950 di Playen, Gunung Kidul, Yogyakarta.

Namanya tak bisa dikesampingkan jika berbicara musik campursari. Namanya sejajar dengan Waljinah, Mus Mulyadi, dan Didi Kempot.

Manthous bahkan sering disebut sebagai penggagas musik campursari yang akhirnya menjadi entitas musik modern ala kebudayaan populer Jawa.

Karier Manthous

Sejak tahun 1966, Manthous sudah melanglang buana dari Yogyakarta ke Jakarta. Pada saat itu, Manthous yang baru lulus SMP hijrah ke ibu kota untuk mengadu bakat.

Mengamen jadi pilihan Manthous karena dirasa paling dekat dengan bakatnya. Pada tahun 1969, Manthous bergabung dengan Orkes Keroncong Bintang Jakarta pimpinan B. J. Soepardi sebagai pemain cello petik.

Bukan Manthous namanya jika tak bisa mendobrak batas genre musik. Pada tahun 1976, Manthous bergabung dengan seniman Betawi legendaris Benyamin Sueb.

Keahlian memainkan bas membuat Manthous berani ikut mendirikan grup band Bieb Blues bergenre funky rock.

Tak berhenti di situ, Manthous bersama pemain biola kawakan Idris Sardi turut membentuk grup musik Gambang Kromong Benyamin Sueb.

Setelah melanglang buana, Manthous menjadi kaya akan khazanah bermusik. Banyak aliran telah ia mainkan.

Pada akhir dekade 80an, Manthous mulai menyusun formula musik campursari. Pada tahun 1993, Manthous membentuk grup musik Campursari Gunung Kidul Maju Lancar yang dikenal sebagai CSGK.

Rasa kesenian Manthous begitu terlihat di dalamnya, hal ini terbukti dari langgam-langgam Jawa dipadu dengan warna musik rock, reggae, gambang kromong, dan lainnya.

Campursari menjadi populer kembali dengan warna dan identitasnya sendiri, Manthous hadir dengan menambah warna baru dengan instrumen keyboard dan gitar bas.

Kehadiran campursari akhirnya menyeruak ke permukaan dan menjadi langganan musik hajatan masyarakat, terutama di wilayah Jawa Tengah.

Manthous sendiri pernah menjelaskan, campursari tak murni dari musik tradisional, tetapi juga kawin silang antara gamelan, musik barat, dan musik populer Indonesia.

Tak heran nama Manthous sering disebut sebagai Begawan Campursari.

Lagu-lagu Manthous

Banyak lagu campursari yang melegenda lahir dari buah pikiran Manthous, di antaranya adalah “Ali-Ali”, “Anting anting”, “Balen”, “Bengawan Sore”, “Eling Eling Emut”, “Nyidam Sari”, “Wuyung”, dan masih banyak lagi.

Lagu terbesar yang diciptakan Manthous adalah “Getuk” yang pertama kali dipopulerkan Nurafni Octavia.

Lagu ini begitu dikenal banyak orang saat itu dan melambungkan nama Manthous sebagai musisi campursari.

Prestasi Manthous

Dedikasi dan kontribusi Manthous dalam dunia musik, khususnya campursari, membuat dirinya diganjar banyak penghargaan.

  • Seniman Inovatif oleh Seksi Budaya dan Film PWI Cabang Yogyakarta (1996)
  • Penghargaan dari Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam acara Gelar Budaya Rakyat 1996 di Kota Yogyakarta (1996)
  • Penghargaan Seni dari Pemda Propinsi DIY (1999)

Teranyar, nama Manthous diabadikan menjadi sebuah nama jalan di Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta pada tahun 2014.

Pemda Gunungkidul menganggap Manthous punya semangat berkesenian yang harus diteruskan generasi muda.

Diketahui, lewat grup musik CSGK, Manthous tak hanya membentuk musik populer Jawa, tetapi juga mendobrak sekat-sekat bermusik yang sebelumnya dianggap tak lazim.

Manthous sendiri membuktikannya saat membawakan lagu “I Don’t Wanna Talk About It” milik Rod Stewart. Manthous menyanyikannya dengan gaya campursari yang begitu mengena dan akhirnya diterima luas masyarakat.

Akhir hayat Manthous

Di tengah-tengah semangat bermusik dan berkesenian, Manthous terkena serangan stroke pada medio tahun 2001.

Setahun kemudian, Manthous harus menggunakan kursi roda karena beberapa bagian tubuhnya yang tak maksimal akibat terserang stroke.

Namun, Manthous tetap giat berkarya sampai akhir hayatnya.

Manthous akhirnya berpulang pada 9 Maret 2012 di Pamulang, Tangerang Selatan.

Jenazah Manthous dimakamkan di kampung halamannya di Desa Playen, Gunung Kidul, Yogyakarta pada tanggal 11 Maret 2012.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com