Jika disuruh memilih, Eko dengan tegas tetap menjadikan Yogyakarta sebagai tempatnya berkesenian dibandingkan Jakarta.
Baca juga: Betah di Kampung Halaman, Eko Nugroho: Yogyakarta Itu Laboratorium Seni Rupa
Namun, Eko tidak menutup kemungkinan untuk tampil di ibu kota.
Jakarta, bagi Eko, adalah tempatnya mengembangkan profit dan dan pendistribusian karya jika dirinya sudah benar-benar siap.
Dengan perkembangan digital, hasil karya sekarang bisa diapresiasi lewat medium yang lebih luas dan mudah.
Eko sangat bersyukur dengan perkembangan digital, karyanya bisa lebih mudah dikenal dan menyebar luas.
"Ini masih proses, kita mengalaminya dan menyenangkan. Saya juga tidak dirugikan dengan situasi ini, malah diuntungkan karena makin meluas," ucapnya.
Baca juga: Eko Nugroho: Popularitas Itu Dibuat Sendiri, tapi Juga Bisa Jadi Bumerang
Namun, pelukis yang pernah berkolaborasi dengan brand Louis Vuitton ini menyebut, popularitas sendiri kini sebuah paradoks.
"Popularitas itu kamu bikin sendiri. Popularitas itu bisa jadi kendaraanmu. Tapi juga jadi bumerangmu. Katakanlah, persaingannya akan di situ," tutur Eko Nugroho.
Selain berkolaborasi dengan brand Louis Vuitton, pelukis kelahiran tahun 1977 ini juga pernah terlibat di Lyon Biennal (2009) hingga 55th International Art Exhibition of the Venice Biennale (2013).
Baca juga: Kolaborasi dengan Louis Vuitton, Eko Nugroho: Saat Itu, Aku Seperti Ada di Ujung Pedang
Nama Eko Nugroho awalnya dikenal lewat karya muralnya sebagai cara untuk mengkritik situasi sosial, khususnya pada masa pasca jatuhnya rezim Soeharto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.