Contohnya adalah ritual yubitsume, di mana seorang anggota memotong sebagian jarinya (biasanya jari kelingking).
Cara ini merupakan bentuk penebusan dosa atau permintaan maaf kepada oyabun atas kesalahannya sendiri atau kesalahan orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.
“Kehilangan satu jari karena kesalahan sendiri bisa menjadi sumber rasa malu, sedangkan mengorbankan jari kelingking sebagai pembayaran atas kesalahan bawahan dianggap suatu kehormatan,” jelas Hirosue.
Namun, tradisi ini semakin jarang terjadi. Saat ini anggota mafia Jepang biasanya membayar denda finansial untuk menebus kesalahan mereka.
Baca juga: Untuk Pertama Kali, Pemimpin Yakuza Dijatuhi Hukuman Mati Pengadilan Jepang
Meskipun ritual yubitsume ini mencolok mata, terdapat juga ritual terpenting Yakuza lain yaitu sakazuki.
Ini adalah upacara inisiasi di mana anggota baru berbagi minuman sake dengan bosnya.
Tindakan ini melambangkan adopsi kobun, anggota baru “keluarga” yang dianggap sebagai “putra” oyabun dan bersumpah setia sepenuhnya kepadanya.
“Kelompok Yakuza tersusun dalam hubungan kekeluargaan semu di mana atasan disebut aniki atau kakak laki-laki, saudara laki-laki bos disebut oniisan atau paman, dan istri bos disebut anesan atau kakak perempuan,” jelas Hirosue.
Organisasi-organisasi ini tidak secara resmi memiliki ideologi politik, tetapi mereka cenderung mengidentifikasi diri dengan kelompok sayap kanan dan ekstrem kanan Jepang.
“Ideologi ini menekankan bahwa Jepang sebagai yang paling utama, tradisi samurai, kehormatan, dan masa lalu kekaisaran Jepang yang 'jaya' bergema dalam politik sayap kanan, jadi ada hubungan ideologis,” jelas Martina Baradel, pakar dari Universitas Oxford dalam dunia kejahatan Jepang.
Oleh karena itu, Baradel menambahkan, Yakuza terkadang bekerja sama dengan partai politik konservatif, meskipun mereka biasanya menyangkal adanya hubungan dengan mafia ini untuk menjaga citra bersih mereka.
Berbeda dengan organisasi kriminal di belahan dunia lain, Yakuza tidak pernah berstatus ilegal atau terlarang, meskipun berhadapan dengan undang-undang ketat yang semakin membatasi aktivitas mereka.
“Mafia Italia sepenuhnya bersifat rahasia, sedangkan Yakuza ada secara terbuka,” jelas Hirosue.
Institusi kriminal ini mendapatkan hak untuk bebas berserikat yang tercantum dalam Konstitusi Jepang pada pasal 21.
“Selama tidak mengancam keamanan nasional, moralitas, atau ketertiban masyarakat,” catatan dalam akademis tersebut.
Faktanya, hingga akhir abad ke-20, banyak markas Yakuza yang memasang plakat di pintunya dan terdaftar di daftar nomor telepon. Bahkan, anggotanya membagikan kartu nama di rapat seolah-olah mereka adalah karyawan sebuah perusahaan.
Namun, hal ini tidak lagi terjadi. Dalam tiga dekade terakhir, Pemerintah Jepang telah memperketat undang-undang untuk melemahkan pendanaan kelompok kriminal ini.
Pemerintah mengisolasi, menghambat kegiatan, dan mengurangi pengaruh Yakuza terhadap masyarakat.
Meski masih sah menjadi anggota Yakuza, saat ini para anggotanya selalu berada di bawah pengawasan pihak berwenang dalam keadaan semirahasia.
“Ketika seseorang melakukan kejahatan dan diadili, jika dia adalah anggota Yakuza, tindakannya dianggap memiliki pola dan kemudian menerima hukuman yang lebih lama dibandingkan orang lain untuk kejahatan yang sama,” jelas Martina Baradel.
Lalu, apa sebenarnya yang dilakukan organisasi kriminal ini?
Secara tradisional, sindikat Yakuza menjalankan bisnis perjudian, pemerasan seperti mikajime-ryo atau “pembayaran perlindungan”, penagihan utang, pinjaman ilegal, jaringan prostitusi, perdagangan narkoba, dan masih banyak lagi.