Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Trias Kuncahyono
Wartawan dan Penulis Buku

Trias Kuncahyono, lahir di Yogyakarta, 1958, wartawan Kompas 1988-2018, nulis sejumlah buku antara lain Jerusalem, Kesucian, Konflik, dan Pengadilan Akhir; Turki, Revolusi Tak Pernah Henti; Tahrir Square, Jantung Revolusi Mesir; Kredensial, Kearifan di Masa Pagebluk; dan Pilgrim.

Indonesia, G20, dan Rusia

Kompas.com - 01/04/2022, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ISU yang paling menarik menjelang pelaksanaan KTT G-20 di Indonesia, November mendatang adalah gagasan untuk mencoret keanggotaan Rusia dari G-20.

Hal diungkapkan Presiden AS Joe Biden dalam sebuah jumpa pers di Brussels. Menjawab pertanyaan wartawan, Joe Biden mengatakan mendukung dikeluarkannya Rusia dari G-20.

Kata Biden, jika itu tidak dapat dilakukan, jika Indonesia dan yang lainnya tidak setuju, maka Ukraina (yang bukan anggota G-20) harus diundang untuk hadir.

Pencoretan Rusia berkait dengan aksi militernya—yang menurut istilah Putin adalah “Operasi Militer Khusus” untuk melakukan “demiliterisasi” dan “denazifikasi”—ke Ukraina.

Apa yang dikatakan Biden tersebut segera mendapat tanggapan, bahkan dukungan dari sejumlah negara.

Kata PM Australia Scott Morrison, “duduk satu meja dengan Vladimir Putin, yang oleh Amerika Serikat dinyatakan melakukan kejahatan perang di Ukraina, bagi saya adalah langkah yang terlalu jauh” (The Sydney Morning Herald, 24/3).

Sikap Australia ini menarik. Sebab, pada tahun 2014, ketika Australia menjabat presidensi G-20, dan menggelar KTT pada 15-16 November di Brisbane, Rusia juga diundang dan hadir.

Padahal, ketika itu Rusia baru saja menyerang dan menganeksasi Semenanjung Krimea wilayah Ukraina lewat serbuan militer dari 20 Februari-26 Maret.

Isu yang dibahas ketika itu antara lain soal Ebola yang sedang berkecamuk di Afrika, ketahanan pangan, energi dan antikorupsi.

Setelah aneksasi Krimea itu, pada 27 Maret 2014 pada rapat pleno ke-180 sesi ke-68, Majelis Umum PBB menerbitkan Resolusi 68/262/2014.

Resolusi itu menegaskan kembali integritas wilayah Ukraina dalam batas-batas yang diakui secara internasional dan tidak mengakui legalitas dari setiap perubahan status Republik Otonom Krimea serta status kota Sevastopol.

Dari 193 negara anggota PBB, 100 mendukung, 11 menentang, 58 abstain, dan 24 tidak memilih.

Bukan hanya MU PBB yang bereaksi, Kelompok 8 (G-8) pada tahun 2014 mengeluarkan Rusia sebagai anggota.

Namun keputusan itu ditanggapi ringan oleh Menlu Rusia Sergey Lavrov, para anggota “tidak menyerahkan kartu anggota, dan menurut definisi G-8, tidak menghapus siapapun.”

G-8 adalah kelompok informal negara industri sangat maju—Perancis, Jerman, Italia, Inggris, Jepang, AS, Kanada, dan Rusia.

Tujuan mereka adalah membangun konsensus mengenai isu-isu global seperti pertumbuhan ekonomi dan manajemen krisis, keamanan global, energi, dan terorisme.

G-8 yang semula adalah G6—Perancis, Jerman Barat, Italia, Jepang, Inggris, dan AS—dibentuk pada tahun 1975. Rusia baru bergabung pada tahun 1998.

Tidak seperti PBB, G-8 bukanlah lembaga formal, dan tidak ada piagam atau sekretariat.

Kepresidenan, posisi yang bertanggung jawab untuk merencanakan pertemuan tingkat menteri dan pertemuan puncak tahunan, dirotasi di antara negara-negara anggota.

Kini, hal yang hampir sama terjadi kembali. Rusia menyerbu Ukraina, muncul desakan agar dikeluarkan dari G-20.

Dan, sebagaimana biasanya, kalau seruan itu pertama kali keluar dari AS, maka negara-negara sekutunya agar segera mendukungnya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com