Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kenya Pertanyakan Kematian 89 Warganya di Arab Saudi, Alasannya Disebut Mencurigakan

NAIROBI, KOMPAS.com - Kementerian Luar Negeri Kenya mengatakan 89 warga Kenya, kebanyakan dari mereka adalah pekerja rumah tangga, meninggal di Arab Saudi dalam dua tahun terakhir.

Pihak berwenang Saudi mengatakan kepada pemerintah Kenya bahwa sebagian besar kematian terjadi karena serangan jantung.

Tetapi pelecehan terhadap pekerja rumah tangga asing telah lama menjadi masalah di Arab Saudi.

Kementerian Kenya minggu ini pun mengakui tidak pernah melakukan penyelidikan independen atas kematian warganya itu.

Tampil di hadapan komite tenaga kerja parlemen, Sekretaris Utama Kementerian Luar Negeri Kenya Macharia Kamau mengatakan semua kematian warga Kenya di Arab Saudi selama dua tahun terakhir mencurigakan.

“Kami telah membandingkan kematian (warga Kenya), jadi tidak mungkin Anda memiliki tiga kematian di Qatar, satu di UEA, dua di Kuwait, sembilan di Oman, dua di Bahrain dan Anda memiliki 40-50 di negara lain (Arab Saudi),” kata Kamau melansir VOA pada Jumat (24/9/2021).

“Jumlahnya mungkin lebih besar (di Arab Saudi), tetapi bedanya tidak jauh. Tidak mungkin anak-anak muda ini semuanya sekarat karena serangan jantung,” tambahnya.

Empat puluh satu warga Kenya meninggal di Arab Saudi dalam sembilan bulan terakhir, diduga karena gagal jantung.

Kamau menyalahkan Kementerian Tenaga Kerja karena gagal melakukan tugasnya dan melindungi pekerja Kenya.

Dengan kesempatan yang sangat kecil di dalam negerinya, banyak yang melihat bekerja di negara-negara Arab sebagai tiket keluar dari kemiskinan.

Adapuan di negara Afrika Bara itu, sekitar 40 persen penduduknya masih hidup di bawah garis kemiskinan.

Wachira Kabinga, seorang anggota parlemen dan ketua komite tenaga kerja, mengatakan pekerja Kenya di luar negeri membutuhkan perlindungan.

“Ini adalah prioritas nomor satu dari pekerjaan komite ini di sisa periode. Jika ada hal-hal yang ingin kami tinggalkan, adalah rekomendasi yang tepat dan jelas tentang apa yang perlu dilakukan di area khusus ini untuk memastikan bahwa orang-orang kami tidak hidup sebagai budak.”

Caroline Aluoch, 24 (tahun), termasuk di antara 41 warga Kenya yang tewas di Arab Saudi tahun ini.

Aluoch menandatangani kontrak kerja selama dua tahun sebagai pekerja rumah tangga untuk mendapatkan uang sekolah selama dua tahun sisa pendidikannya. Aluoch ingin menjadi guru sekolah menengah.

Kepada VOA,Kakak perempuannya, Beryl Awuor, mengatakan sebelum kematiannya adiknya mengkhawatirkan nyawanya.

Ibu dua anak ini mendapat kabar duka pada 5 Mei. Dia diberitahu bahwa adiknya bunuh diri. Tapi keluarga tidak percaya akan alasan itu.

"Mereka melakukan postmortem di Arab Saudi," katanya.

“Kami menduga mereka memukulnya sebelum membunuhnya. Kami melihat goresan di wajahnya, dia juga memiliki luka dalam di sekitar dadanya. Dia tertekan dengan sesuatu.”

Awour mengatakan keluarganya tidak pernah menerima penjelasan untuk luka-luka itu.

"Bahkan orang yang melakukan postmortem di sini tidak menjelaskannya kepada kami. Saya masih dalam kegelapan (soal kematiannya)," katanya.

Keluarga menerima sertifikat kematian Alouch dan paspornya.

Setidaknya 100.000 orang Kenya bekerja di Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Sebagian besar sebagai pekerja rumah tangga atau melakukan pekerjaan kasar lainnya.

Amnesty International mengatakan para pekerja di Timur Tengah sering mengeluhkan kurangnya pembayaran untuk pekerjaan mereka, kerja paksa, penganiayaan fisik, pemerkosaan, dan kondisi kerja yang berbahaya.

https://www.kompas.com/global/read/2021/09/25/111350070/kenya-pertanyakan-kematian-89-warganya-di-arab-saudi-alasannya-disebut

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke