OTTAWA, KOMPAS.com - Kanada melanggar hukum internasional karena menjual senjata ke Arab Saudi, menurut laporan baru kelompok hak asasi Amnesty International Canada dan Project Ploughshares.
Kedua kelompok itu mendesak Ottawa untuk menangguhkan semua ekspor senjata ke Riyadh, seperti yang dilansir dari Al Jazeera pada Rabu (11/8/2021).
Laporan berjudul "No Credible Evidence: Canada’s Flawed Analysis of Arms Exports to Saudi Arabia" yang dirilis pada Rabu (11/8/2021), menuduh Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau melanggar Perjanjian Perdagangan Senjata (ATT), perjanjian internasional Kanada.
Senjata Kanada yang dikirim ke Arab Saudi dapat digunakan untuk memfasilitasi pelanggaran hukum kemanusiaan, dan hak asasi manusia internasional, terutama dalam konflik yang sedang berlangsung di Yaman.
"Telah ditetapkan melalui penyelidikan dan laporan ahli bahwa ekspor senjata Kanada (ke Arab Saudi) bertentangan dengan kewajiban hukum Kanada di bawah ATT,” bunyi laporan itu.
Perang di Yaman pecah pada akhir 2014, ketika pemberontak Houthi merebut sebagian besar negara itu, termasuk ibu kota, Sanaa.
Konflik meningkat pada Maret 2015, ketika Arab Saudi dan Uni Emirat Arab membentuk koalisi militer dalam upaya untuk memulihkan pemerintahan Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi yang didukung Riyadh.
Perang di Yaman telah mendorong jutaan orang ke ambang bencana kelaparan, yang digambarkan oleh PBB sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia, dan sedikitnya 233.000 orang telah tewas, menurut perkiraan PBB baru-baru ini.
"Ada bukti persuasif bahwa senjata yang diekspor dari Kanada ke KSA (Kerajaan Arab Saudi), termasuk LAV (kendaraan lapis baja ringan), dan senapan sniper, telah dialihkan untuk digunakan dalam perang di Yaman,” kata laporan itu.
“Mengingat risiko utama yang ditimbulkan oleh ekspor senjata Kanada ke KSA, Kanada harus segera mencabut izin ekspor senjata yang ada ke KSA dan menangguhkan penerbitan yang baru,” tandas laporan itu.
Upaya Kanada
Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Kanada, Urusan Global Kanada, mengatakan kepada Al Jazeera pada hari Rabu bahwa pemerintah “berkomitmen untuk sistem ekspor senjata yang ketat”.
“Kanada memiliki salah satu sistem kontrol ekspor terkuat di dunia, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia diabadikan dalam undang-undang kontrol ekspor kami,” kata Lama Khodr dalam sebuah pernyataan melalui email.
“Setelah peninjauan menyeluruh oleh pejabat, pemerintah mengumumkan tahun lalu bahwa izin untuk KSA sekarang sedang ditinjau berdasarkan kasus per kasus," ujar Khodr.
"Izin-izin ini tidak dikeluarkan secara otomatis dan masing-masing dari mereka diperiksa dengan cermat. Permohonan izin apa pun yang memiliki risiko substansial pelanggaran hak asasi manusia akan ditolak,” ucapnya.
Selama bertahun-tahun kelompok masyarakat sipil Kanada telah mendesak pemerintah federal untuk membatalkan kontrak senjata dengan Arab Saudi, dan menangguhkan semua izin di masa depan, dengan alasan bahwa senjata itu dapat digunakan dalam pelanggaran hak, baik di dalam negaranya maupun di Yaman.
Secara khusus, kelompok hak asasi manusia itu telah mendesak Kanada untuk membatalkan kontrak senjata senilai 12 miliar dollar AS (Rp 172,6 triliun) untuk mengirimkan LAV buatan Kanada kepada pemerintah Saudi.
Kesepakatan itu dicapai di bawah mantan Perdana Menteri Stephen Harper, tetapi pemerintah Trudeau memberikan lampu hijau terakhir.
Di awal masa jabatannya sebagai perdana menteri, Trudeau telah membela ekspor, dengan mengatakan bahwa ekspor itu konsisten dengan kewajiban hak asasi manusia dan kebijakan luar negeri negara.
Namun, setelah pembunuhan jurnalis terkemuka Saudi Jamal Khashoggi pada 2018, Trudeau mengatakan bahwa pemerintahnya sedang mencari jalan keluar dari kesepakatan ekspor senjata ke Arab Saudi, dan Ottawa memerintahkan peninjauan ekspor senjata ke Riyadh.
Ekspor senjata Kanada ke Arab Saudi mencapai 1,05 miliar dollar AS (Rp 15,1 triliun) pada 2020, menurut angka pemerintah.
https://www.kompas.com/global/read/2021/08/12/101803270/kanada-langgar-aturan-ekspor-senjata-ke-arab-saudi-lebih-dari-rp-100