Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menakar Strategi "Nol Toleransi" China Tangani Pandemi Covid-19 saat Varian Delta Merebak

BEIJING, KOMPAS.com – Covid-19 varian Delta yang sangat menular terus menyebar di setidaknya 17 provinsi di China.

Kini, negara tersebut menghadapi dilema baru. Apakah China bakal menerapkan strategi pendekatan “nol toleransi” alias "nol kasus" yang pernah berhasil menahan penyebaran virus dan apa selanjutnya?

Tidak seperti Inggris dan Singapura, di mana para pejabat secara eksplisit mendorong orang untuk belajar berdampingan dengan virus, China belum secara resmi mengubah pesannya.

Namun, para ahli bertanya apa strategi China selanjutnya karena saat ini sudah sangat jelas bahwa virus corona tidak akan hilang dalam waktu dekat.

Pekan lalu, ahli virologi China Zhang Wenhong menulis dalam sebuah esai tentang perlunya “kebijaksanaan” untuk berdampingan dengan virus dalam jangka panjang.

Zhang mengatakan, lonjakan kasus Covid-19 baru-baru ini di kota Nanjing harus menjadi bahan pemikiran untuk strategi respons pandemi di masa mendatang.

“Data memberitahu kita bahwa bahkan jika kita masing-masing divaksinasi di masa depan, Covid-19 akan tetap endemik, tetapi pada tingkat yang lebih rendah dengan tingkat kematian yang lebih rendah,” tulisnya Zhang.

Kurang dari sepekan setelah opini Zhang diterbitkan, varian Delta kini telah menyebar belasan provinsi di China.

Pada Rabu (4/8/2021), China melaporkan 96 kasus baru, 71 di antaranya ditularkan secara lokal.

Area perumahan, termasuk di ibu kota China, Beijing, telah ditutup untuk dilakukan pengetesan massal.

Di Wuhan, tempat virus corona pertama kali dilaporkan pada akhir 2019, pihak berwenang mulai menguji 11 juta penduduk di sana.

Perdebatan tentang manfaat strategi pendekatan "nol kasus" China sebenarnya telah terjadi selama beberapa waktu sebagaimana dilansir The Guardian.

Tahun lalu, Wang Liming, seorang profesor di Universitas Zhejiang mendesak pemerintah untuk menyesuaikan pemikirannya.

"Kita perlu menerima kenyataan bahwa Covid akan ada untuk waktu yang lama dan akan hidup berdampingan dengan manusia, (oleh karena itu kita perlu) meninggalkan KPI (indikator kinerja utama) yang tidak realistis seperti eliminasi jangka pendek," tulis Wang.

Dalam 12 bulan terakhir, ketika negara-negara di seluruh dunia berjuang untuk mengendalikan penyebaran virus, China menerapkan pendekatan "nol kasus" untuk warganya.

Dengan demikian, ada kasus-kasus sporadis di beberapa bagian negara, tetapi dengan cepat ditangani oleh pemerintah.

Dalam kurun waktu awal pandemi, sebelum munculnya varian Delta, strategi China tersebut cukup berhasil bahkan menumbuhkan perekonomian negara itu.

Keberhasilan tersebut lantas dibuat narasi bahwa sistem “Negeri Panda” lebih unggul daripada negara-negara Barat.

“Dilihat dari bagaimana pandemi ini ditangani oleh berbagai kepemimpinan dan sistem (politik) di seluruh dunia, (kita) dapat dengan jelas melihat siapa yang lebih baik,” kata Presiden China Xi Jinping awal tahun ini.

Dalam praktiknya, strategi tersebut terkait erat dengan kinerja pejabat daerah.

Pada Sabtu (31/7/2021), Fu Guirong, direktur komisi kesehatan lokal di Zhengzhou, provinsi Henan, dipecat setelah kota tersebut melaporkan beberapa kasus positif.

Padahal tahun lalu, Fu diberi penghargaan nasional atas kontribusinya dalam upaya penanganan virus corona negara itu.

Menurut para ahli, Beijing berpikiran untuk menjaga kasus baru serendah mungkin sambil meluncurkan program vaksinasi massal nasional.

Namun, kebijakan tersebut China terlihat semakin berkurang,dan biaya penerapannya menjadi semakin tinggi," kata Huang Yanzhong, pakar kesehatan masyarakat China terkemuka di Dewan Hubungan Luar Negeri di New York.

“Anda dapat mempertahankan kebijakan ini selama satu tahun, tetapi karena virus akan bertahan lama, dapatkah Anda melakukannya lebih dari dua tahun? Tiga tahun? Atau empat tahun? Dan berapa biayanya?” tanya Huang.

Vaksin

Sebagian masalahnya, menurut Huang, juga berkaitan dengan vaksin buatan Beijing.

“Kemanjuran vaksin China masih belum pasti mengingat data yang telah kita lihat sejauh ini. Dan di atas itu, virus terus bermutasi menjadi varian baru dari tempat lain,” tambahnya.

Tetapi terlepas dari kelemahan strategi China saat ini, yang lain berpendapat bahwa tidaklah realistis kalau Beijing secara resmi mengubah taktiknya hanya dalam semalam.

“China terlalu besar untuk berbelok dengan cepat,” kata Jin Dong-Yan, seorang profesor di sekolah ilmu biomedis Universitas Hong Kong.

“Butuh waktu untuk mendidik para pemimpin politik dan setiap perubahan harus bertahap dan selangkah demi selangkah,” sambungnya.

Jin berpikir bahwa, saat ini, penyebaran varian Delta di China masih sangat terbatas dan harus segera dikendalikan.

Bahkan jika pihak berwenang mengatasi situasi saat ini, kapan China akan membuka kembali perbatasannya?

“Mungkin butuh waktu lama bagi mereka untuk membuka kembali perbatasan. Mereka tidak memiliki kepercayaan diri dan mereka tidak mempercayai orang lain. Mereka tahu bahwa vaksin mereka tidak berfungsi dengan baik dalam mencegah infeksi,” kata Jin.

“Mereka seharusnya sudah membuka perbatasan ke Hong Kong. Namun, mereka tidak melakukan apa-apa bahkan ketika kami tidak memiliki kasus selama 50 hari,” tutur Jin.

https://www.kompas.com/global/read/2021/08/05/094650870/menakar-strategi-nol-toleransi-china-tangani-pandemi-covid-19-saat-varian

Terkini Lainnya

Warga Thailand Pakai Boneka Doraemon dalam Ritual Panggil Hujan, Kok Bisa?

Warga Thailand Pakai Boneka Doraemon dalam Ritual Panggil Hujan, Kok Bisa?

Global
Dokter Palestina Meninggal Usai Ditahan 4 Bulan di Penjara Israel

Dokter Palestina Meninggal Usai Ditahan 4 Bulan di Penjara Israel

Global
88 Anggota Kongres AS dari Partai Demokrat Desak Biden Pertimbangkan Setop Jual Senjata ke Israel

88 Anggota Kongres AS dari Partai Demokrat Desak Biden Pertimbangkan Setop Jual Senjata ke Israel

Global
Banjir Brasil, 39 Tewas dan 74 Orang Hilang

Banjir Brasil, 39 Tewas dan 74 Orang Hilang

Global
Turkiye Setop Perdagangan dengan Israel sampai Gencatan Senjata Permanen di Gaza

Turkiye Setop Perdagangan dengan Israel sampai Gencatan Senjata Permanen di Gaza

Global
Dirjen WHO: Rafah Diserang, Pertumpahan Darah Terjadi Lagi

Dirjen WHO: Rafah Diserang, Pertumpahan Darah Terjadi Lagi

Global
Cerita Dokter AS yang Tak Bisa Lupakan Kengerian di Gaza

Cerita Dokter AS yang Tak Bisa Lupakan Kengerian di Gaza

Global
Asal-usul Yakuza dan Bagaimana Nasibnya Kini?

Asal-usul Yakuza dan Bagaimana Nasibnya Kini?

Global
Hujan Lebat di Brasil Selatan Berakibat 39 Orang Tewas dan 68 Orang Masih Hilang

Hujan Lebat di Brasil Selatan Berakibat 39 Orang Tewas dan 68 Orang Masih Hilang

Global
Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: '150.000 Tentara Rusia Tewas' | Kremlin Kecam Komentar Macron

Rangkuman Hari Ke-800 Serangan Rusia ke Ukraina: "150.000 Tentara Rusia Tewas" | Kremlin Kecam Komentar Macron

Global
Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Hamas Sebut Delegasinya Akan ke Kairo Sabtu Ini untuk Bahas Gencatan Senjata di Gaza

Global
[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

[POPULER GLOBAL] Pelapor Kasus Boeing Tewas | Pria India Nikahi Ibu Mertua 

Global
Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke