Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Heiden, Desa Swiss yang Menjadi Kelahiran Penjajah Indonesia

Tidak sampai setengah jam, Post Auto, bus kuning menyala yang berangkat dari Saint Gallen, Swiss Timur itu, tiba di tujuan. Heiden, nama desa tujuan itu, tidak banyak berbeda dengan desa Swiss lainnya.

Jalan utama lengang. Mobil hanya satu dua melintas. Gedung perkantoran, toko, restoran, hingga perumahan tertata rapi. Dan tentu saja juga bersih, khas Swiss.

Jika ada yang menarik perhatian, ada di dalam salah satu ruangan museum desa itu. Tertata rapi dalam kotak kaca, terpampang keris Jawa, tameng Dayak, pedang Sumatera. atau miniatur rumah panggung Batak Toba. Ada juga burung rangkok, ular sanca, dan macan tutul yang, tentu saja, sudah dikeringkan.

"Memang dari Indonesia, tepatnya di zaman Hindia Belanda,“ tutur Ruth Huss, penjaga Museum Heiden, kepada Kompas.com.

Foto hitam putih yang juga dipamerkan di museum itu makin banyak menceritakan hubungan Heiden - kampung kecil yang di kelilingi lembah hijau dan dipagari dinding karang Pegunungan Alpen - dengan Indonesia.

"Kami harus akui, barang barang kuno itu memang diangkut dari Indonesia,“ tutur Andreas Zangger sejarahwan asal Zurich kepada Kompas.com.

Semua itu terjadi ketika beberapa pengusaha Swiss, khususnya dari desa Heiden, melakukan kontrak dagangnya dengan VOC di zaman Hindia Belanda.

"Harus diakui, Swiss memang terlibat dalam kolonialisme di Indonesia,“ imbuh Zangger. Meskipun pemerintah Swiss hingga detik ini tidak pernah mengakuinya secara resmi, Zangger memastikan Swiss adalah bagian dari penjajahan di Indonesia.

"Lebih tepatnya, kololianis tanpa koloni,“ katanya. Koloni yang bernama HIndia Belanda saat itu bukan milik Swiss, namun milik Kerajaan Belanda. "Swiss hanya berdagang di sana, menanamkan modal,“ papar Zangger.

Heiden adalah desa mungil yang seperti desa Swiss lainnya, pada mulanya mengandalkan kehidupannya di sektor pertanian. Namun lahannya miring dan juga tidak terlalu luas. Musim dingin juga cukup panjang di sini.

Itulah sebabnya, sebagian besar petani Heiden mulai menggantungkan hidup di sektor lain. Pilihan jatuh ke bidang bertenun. Sambil berladang dan memelihara sapi perah, petani Heiden juga menenun di rumah.

Susu sapi menetaskan industri keju dan turunannya, tenun rumahan ini juga menjadikan Appenzell, pusat perdagangan dan pemerintahan Heiden, menjadi industri tekstil.

Sejalan dengan perkembangan pesat sistem pendidikan, muncullah anak muda yang mulai menjadi pedagang, hingga sampai merambah dunia, termasuk ke Indonesia.

"Tidak hanya pengusaha, namun juga tentara. Banyak juga orang Swiss yang menjadi KNIL di Indonesia,“ kata Zangger.

Masuknya tentara Swiss melalui KNIL, dan juga pengusaha Swiss ke Indonesia tak lepas dari peran VOC, kartel dagang dibawah kolonialisme Belanda, setelah berhasil menyingkirkan Portugis dan Inggris dari Indonesia.

Peter Witschi, dalam bukunya Appenzeller in aller Welt, mencatat ada 77 anak muda Appenzeller yang mendaftar sebagai tentara KNIL pada1816.

Pendaftaran sebagai tentara bayaran ini sempat dilarang pemerintah Appenzell, namun akhirnya dibuka lagi lantaran menuai kritik tajam.

Provinsi Appenzell akhirnya mencatat jumlah 500 tentara bayaran yang mendaftar masuk KNIL. Jumlah keseluruhan tentara bayaran Swiss yang masuk KNIL mencapai 8000 orang.

"Jika pengusaha Swiss banyak yang berhasil dan pulang kaya raya. Tentara bayaran ini nasibnya mengenaskan. Separuhnya meninggal karena penyakit tropis,“ kata Zangger.

Ada dua pengusaha Swiss asal Heiden, yang terlibat dalam kolonialisme di Indonesia. Hermann dan Johannes Kueng namanya. Keduanya menjalankan usaha perkebunan tembakaunya di Medan, Sumatera Utara di tahun 1871.

Bedanya, Hermann Kueng tewas dibunuh kuli perkebunannya sendiri, sementara Johannes Kueng berhasil pulang kembali ke Heiden dan menjadi kaya raya.

https://www.kompas.com/global/read/2021/08/03/183542970/heiden-desa-swiss-yang-menjadi-kelahiran-penjajah-indonesia

Terkini Lainnya

Rudal Hwasong-11 Korea Utara Dilaporkan Mendarat di Kharkiv Ukraina

Rudal Hwasong-11 Korea Utara Dilaporkan Mendarat di Kharkiv Ukraina

Global
Blinken Desak Hamas Terima Kesepakatan Gencatan Senjata Israel

Blinken Desak Hamas Terima Kesepakatan Gencatan Senjata Israel

Global
Status Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia Terancam Ditangguhkan

Status Mahasiswa Pro-Palestina di Universitas Columbia Terancam Ditangguhkan

Global
Keputusan Irak Mengkriminalisasi Hubungan Sesama Jenis Menuai Kritik

Keputusan Irak Mengkriminalisasi Hubungan Sesama Jenis Menuai Kritik

Internasional
Cerita 5 WNI Dapat Penghargaan sebagai Pekerja Teladan di Taiwan

Cerita 5 WNI Dapat Penghargaan sebagai Pekerja Teladan di Taiwan

Global
Rangkuman Hari Ke-796 Serangan Rusia ke Ukraina: Ukraina Gagalkan 55 Serangan di Donetsk | Rusia Rebut Semenivka

Rangkuman Hari Ke-796 Serangan Rusia ke Ukraina: Ukraina Gagalkan 55 Serangan di Donetsk | Rusia Rebut Semenivka

Global
Anak-anak di Gaza Tak Tahan Lagi dengan Panas, Gigitan Nyamuk, dan Gangguan Lalat...

Anak-anak di Gaza Tak Tahan Lagi dengan Panas, Gigitan Nyamuk, dan Gangguan Lalat...

Global
AS Menentang Penyelidikan ICC atas Tindakan Israel di Gaza, Apa Alasannya?

AS Menentang Penyelidikan ICC atas Tindakan Israel di Gaza, Apa Alasannya?

Global
Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskors... 

Saat Mahasiswa Columbia University Tolak Bubarkan Diri dalam Protes Pro-Palestina dan Tak Takut Diskors... 

Global
ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

ICC Isyaratkan Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Netanyahu, Israel Cemas

Global
[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

[POPULER GLOBAL] Bom Belum Meledak di Gaza | Sosok Penyelundup Artefak Indonesia

Global
Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Pria Ini Memeluk 1.123 Pohon dalam Satu Jam, Pecahkan Rekor Dunia

Global
Ukraina Gagalkan 55 Serangan Rusia di Donetsk

Ukraina Gagalkan 55 Serangan Rusia di Donetsk

Global
Datangi Arab Saudi, Menlu AS Bujuk Normalisasi Hubungan dengan Israel

Datangi Arab Saudi, Menlu AS Bujuk Normalisasi Hubungan dengan Israel

Global
Saat Bangladesh Liburkan Sekolah secara Nasional karena Gelombang Panas...

Saat Bangladesh Liburkan Sekolah secara Nasional karena Gelombang Panas...

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke