Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

7 Juli 2005: Serangan Bom di Kereta London, Puluhan Tewas

KOMPAS.com - 7 Juli 2005. Hari biasa yang tenang di London, Inggris. Tampak tiga orang berangkat dari Leeds, menuju Luton. Di sana, mereka bertemu rekannya, untuk kemudian bersama-sama menuju stasiun King's Cross London, dan menaiki kereta.

Keempat orang itu tampak biasa-biasa saja. Tanpa kesan mencurigakan sedikit pun andaikata semua orang tahu bahwa ransel yang mereka bawa, berisi sesuatu yang bisa meledakkan kota.

08.30 waktu London. Kereta bergerak. Keempat orang ini nyatanya tidak satu tujuan, melainkan berpencar. Menuju timur dan barat di Jalur Lingkar dan ke arah selatan lewat Jalur Piccadilly.

Dua puluh menit kemudian, ransel yang dibawa masing-masing orang merusak hari tenang yang tipikal di London.

Ledakan pun terjadi tanpa menunggu lama, serentak menghantam kereta api di Russell Square, membunuh 26 orang dan melukai lebih dari 340 lainnya.

Tak cukup sampai di situ, ledakan juga menghatam Aldgate, membunuh 7 orang dan melukai lebih dari 170 lainnya.

Disusul area Edgware Road, yang membunuh 6 orang dan melukai lebih dari 160 lainnya.

Sementara yang terakhir, pembawa bom keempat, keluar dari stasiun bawah tanah, menaiki bus yang penuh sesak menuju Hackney.

Di dalam bus celaka itulah dia meledakkan perangkatnya, yang punya berat sekitar 10 pon berisi bahan peledak tinggi.

Tavistock Square jadi tempat ledakan berikutnya. Menewaskan 13 orang dan melukai lebih dari 100 lainnya.

Kejadian serius ini dikenal sebagai tragedi bom London, atau juga disebut serangan 7/7.

Serangan bom bunuh diri terkoordinasi pada sistem transit London ini, dikonfirmasi sudah
"merobek" tiga kereta di London Underground, menewaskan 39 orang.

Satu jam kemudian, 13 orang dikonfirmasi tewas saat bom meledak di dek atas bus di Tavistock Square.

Tercatat, lebih dari 700 orang terluka dalam empat serangan mematikan yang dilakukan serentak itu.

Dunia berduka. Tapi beberapa isu konspirasi mengiringi insiden ini. Media Iran mengklaim bahwa pengeboman ini didalangi oleh Barat untuk membenarkan "perang melawan teror".

Pada hari yang sama dengan pengeboman, sebuah perusahaan konsultan juga ditemukan sudah menjalankan latihan tiruan yang tercatat di atas kertas, sebagai persiapan untuk kemungkinan serangan teroris di London.

Serangan yang benar-benar terjadi mendorong banyak teori konspirasi yang bermunculan.

Menyusul aksi ini, kelompok lainnya yang terdiri dari empat pria, mencoba meniru serangan itu pada 21 Juli, tetapi perangkat mereka nyatanya tidak meledak dan London, tak terbakar lagi.

Keempat pengebom kereta bawah tanah dengan puluhan korban ini, dalam penyelidikan lebih lanjut, dicirikan sebagai “warga Inggris biasa”.

Mereka melakukan serangan dengan menggunakan bahan-bahan murah yang tersedia.

Faktor-faktor ini membuat deteksi dini oleh pihak berwenang sangat tidak mungkin. Inilah yang memaksa perubahan besar dalam kebijakan kontraterorisme Inggris, yang sebelumnya berfokus pada ancaman asing.

Semua teori tentang "pengebom kelima" atau "dalang asing" diabaikan. Publik Inggris dihadapkan pada kenyataan pahit bahwa empat pemuda yang relatif sederhana ini, telah diradikalisasi menjadi "ancaman yang tumbuh di dalam negeri."

Pada September 2005, wakil pemimpin al-Qaeda, Ayman al-Zawahiri, mengaku bertanggung jawab sebagian atas pengeboman, tapi sejauh mana peranan sebenarnya masih tidak jelas.

Pada April 2007, tiga Muslim Inggris didakwa membantu dalam perencanaan pengeboman 7 Juli, tetapi mereka akhirnya dibebaskan dua tahun kemudian.

https://www.kompas.com/global/read/2021/07/07/133150070/7-juli-2005-serangan-bom-di-kereta-london-puluhan-tewas

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke