KOMPAS.com - Cerita tentang tragedi dan skandal yang menghantar “anak raja" mencapai puncak kekuasaan, telah banyak didokumentasikan dalam serial drama asal “Negeri Ginseng.”
Namun siapa yang mengira cerita-cerita itu sungguh terjadi di dunia nyata, dan bukan sekadar dongeng semata.
Berhasil menjadi presiden wanita pertama Korea Selatan pada 2013, Park Geun-hye tergolong sebagai “darah biru.” Dia adalah putri dari Park Chung-hee, Presiden Korea Selatan yang menjabat pada 1963-1979.
Park menduduki peringkat ke-11 dalam daftar 100 wanita paling kuat di dunia dan wanita paling kuat di Asia Timur, menurut Forbes pada 2013 dan 2014.
Pada 2014, ia menduduki peringkat ke-46 dalam daftar Forbes sebagai orang paling berkuasa di dunia. Menempatkannya di tertinggi ketiga dalam daftar Korea Selatan setelah kelurga taipan Samsung, Lee Kun-hee dan Lee Jae-yong.
Namun hanya dalam empat tahun masa jabatannya, Park berubah dari seorang perintis menjadi sosok kontroversial.
Pandangan publik pada "sang putri" berbalik dalam sekejap setelah skandal korupsinya terbongkar.
Publik Korea Selatan yang marah menuntut pengunduran dirinya. Hingga akhirnya dia secara resmi dimakzulkan pada Maret 2017.
Citranya kini sangat kontras dengan awal masa jabatannya pada 2012. Ketika itu, meski bersaing ketat dalam pemilihan presiden, Park berhasil mengalahkan Moon Jae-in, dan menjadi pemimpin wanita pertama di negara itu.
Ini merupakan pencapaian penting, mengingat Korea Selatan memiliki tingkat ketidaksetaraan jender tertinggi di negara maju.
Tragedi perebutan kekuasaan
Park sudah tidak asing lagi dengan rumah kepresidenan saat dia menjabat. Ayahnya berhasil merebut kekuasaan melalui kudeta militer. Menjabat hingga 1979, Park Chung-hee dikenal sebagai pemimpin diktator.
Pasalnya, dia menulis ulang konstitusi untuk memperkuat cengkeramannya pada kekuasaan. Hukuman yang brutal dijalankan untuk menindak perbedaan pendapat dan oposisi.
Tingginya tensi politik saat itu tergambar jelas dalam sejarah masa muda Park.
Ibunya dibunuh oleh seorang pria bersenjata Korea Utara pada 1974. Park akhirnya menjabat sebagai ibu negara pada usia 22 tahun.
Namun lima tahun berselang, ayahnya dibunuh oleh kepala keamanannya sendiri.
Kehilangan orang tua dan rumahnya, Park menarik diri dari ranah publik. Dia mulai menjalani apa yang dia gambarkan sebagai "kehidupan yang sangat normal."
Park mengatakan dia dibujuk untuk bergabung kembali dalam politik setelah melihat efek dari krisis ekonomi Asia pada akhir 1990-an.
Meski dengan silsilahnya, jalan menuju kekuasaan politik masih jauh dari mudah.
Dia mulai mengincar kursi presiden sejak 2007. Tetapi partai Saenuri tempatnya bernaung, malah menominasikan Lee Myung-bak, yang kemudian menang.
Berjuang menaiki puncak pimpinan partai, akhirnya Park memenangkan kursi kepresidenan. Dia kembali ke Gedung Biru pada 2013, beberapa dekade setelah kematian orang tuanya.
Jadi pemimpin wanita pertama dari masyarakat yang sangat patriarkial, dia memunculkan harapan kesetaraan jender di Korea Selatan.
Beberapa mengatakan hubungan dengan ayahnya, dan pengalamannya sebagai ibu negara, membantu memperkuat kemenangannya. Hal itu mengatasi prasangka di antara pemilih laki-laki.
"Menurut para pembantunya, gaya pemerintahannya lebih mengingatkan pada Park Chung-hee (ayahnya). Lebih otoriter daripada yang biasa dilakukan Korea Selatan dalam demokrasi abad ke-21 saat ini," kata Duyeon Kim dari Universitas Georgetown, mengutip CNN.
Renatetan skandal
Lebih dari setahun menjadi presiden, tragedi terjadi pada 16 April 2014. Sebuah feri penumpang tenggelam di lepas pantai Korea Selatan.
Masyarakat melihat detik-detik mengerikan karamnya kapal Sewol lewat siaran siaran langsung.
Ratusan penumpang, kebanyakan dari mereka adalah siswa sekolah menengah atas dalam perjalanan lapangan ke pulau liburan Jeju, tenggelam.
Kepemimpinan Park mendapat kritik keras, lantaran tak ada komentar apa pun dari pemerintahnya selama 7 jam sejak kejadian terjadi.
Tak lama setelah itu sejarah pribadi Park kembali menjadi sorotan publik dengan skandal seputar Choi Soon-sil, orang kepercayaannya.
Hubungan kedua wanita itu dimulai pada 1970-an. Ayah Choi (Choi Tae-min), saat itu adalah pemimpin sekte Kristen yang dijuluki "Rasputin Korea." Dia berteman dengan keluarga Park.
Jaringan diplomatik rahasia Amerika Serikat pada 2007 yang diterbitkan oleh Wikileaks, memunculkan rumor bahwa keluarga Choi memiliki kendali penuh atas “tubuh dan jiwa” Park selama tahun-tahun karier politiknya.
Anak-anak keluarga Choi, disebut mengumpulkan kekayaan yang sangat besar sebagai hasilnya.
Pada 2016, tuduhan mulai muncul bahwa Choi Soon-sil diberi akses ilegal untuk pengambilan keputusan dalam pemerintah, termasuk mengedit beberapa pidato Park.
Choi kemudian dituduh menggunakan persahabatannya untuk menekan beberapa perusahaan terbesar Korea Selatan.
Dia memaksa mereka membayar uang ke yayasan nirlaba miliknya, dengan imbalan mendapatkan perlakuan yang baik dari pemerintah.
Choi akhirnya dinyatakan bersalah melakukan korupsi dan menjajakan pengaruh pemimpin negara. Salah satunya kepada pimpinan Samsung, salah satu perusahaan yang diduga terlibat.
Park, yang dituduh berkolusi dengan temannya, dimakzulkan oleh parlemen pada Desember 2016.
Dia secara resmi digulingkan pada Maret 2017 ketika keputusan itu dikuatkan di mahkamah agung, dan ditangkap atas tuduhan korupsi.
Setiap orang yang terlibat telah meminta maaf tetapi secara konsisten membantah melakukan kesalahan.
Kontroversi warisan kepemimpinan
Park yang belum menikah di usia 60-an tahun menimbulkan pertanyaan di masyarakat konservatif Korea Selatan.
Ketika dia menjabat, Park berjanji untuk meningkatkan ekonomi dengan meningkatkan sektor kreatif dan kewirausahaan. Tetapi dia kesulitan mendorong reformasi, dan malah menimbulkan skandal ekonomi.
Awalnya, dia juga berjanji untuk mengupayakan "rekonsiliasi nasional" dengan Korea Utara.
Namun kemudian, dia mengatakan tidak akan mentoleransi tindakan apa pun yang mengancam keamanan nasional, dan menyiapkan "penjagaan yang kuat" terhadap Korea Utara.
Hubungan dengan Korea Utara tetap dingin selama masa jabatannya. Pyongyang terus melanjutkan program nuklirnya, melakukan beberapa peluncuran rudal dan uji coba senjata nuklir.
Setiap insiden itu memicu peningkatan ketegangan antara keduanya.
Pemerintah Park juga disalahkan atas penyimpangan sistemik dan korupsi yang menyebabkan tragedi feri Sewol pada 2014.
Semua faktor ini menambah dalam kebencian publik atas dirinya selama skandal korupsi terkuak, dan pada akhirnya menjerumuskannya ke penjara.
Putusan akhir Majelis Tinggi Korea Selatan menjatuhkan vonis atas dirinya untuk mendekam di penjara lebih dari dua dekade mendatang, salah satunya atas dakwaan penyalahgunaan kekuasaan.
https://www.kompas.com/global/read/2021/01/15/235400270/biografi-tokoh-dunia-park-geun-hye-kisah-tragis-putri-diktator-negeri