Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Wanita Ini Menangkan Hukum Lawan 3 Tentara Myanmar Pemerkosanya

BURMA, KOMPAS.com - Thein Nu, wanita yang diperkosa ramai-ramai oleh tentara Myanmar dan berbulan-bulan berjuang melawan mereka di pengadilan, akhirnya mendapatkan keadilan hukum yang langka.

Tiga tentara yang memperkosa Thein mendapatkan hukuman penjara 20 tahun dengan kerja paksa.

Melansir AFP pada Jumat (18/12/2020), itu adalah keputusan hukum yang dia harapkan akan memberikan keberanian kepada para penyintas pemerkosaan lainnya keberanian untuk angkat suara dan menantang impunitas militer.

Ibu 4 anak berusia 36 tahun itu telah dengan berani mengajukan gugatan hukum kepada para pelaku pemerkosaannya, yang artinya ia melawan anggota dari institusi paling kuat di negara itu.

Kelompok hak asasi manusia Myanmar telah lama menuduh para tentara menggunakan aksi pemerkosaan sebagai senjata perang di zona konflik negara itu.

Kejahatan itu dilakukan pada Juni di negara bagian Rakhine utara, tempat pertempuran hampir 2 tahun antara militer dan Tentara Arakan, yang memperjuangkan lebih banyak otonomi bagi populasi etnis Rakhine.

"Banyak wanita seperti saya telah mengalami hal yang sama(pemerkosaan)," kata Thein Nu, nama samaran untuk melindungi identitasnya, mengatakan kepada AFP.

"Jika saya tidak mengungkapkan ini (pemerkosaan), itu bisa menyebabkan lebih banyak lagi di Rakhine (disalahgunakan)," tambahnya.

Kemenangannya datang setelah bantahan awal dari militer, yang mengatakan bahwa dia mengada-ada.

Belum lagi dia juga harus menghadapi stigma sosial yang meluas, termasuk dari suaminya yang menolak untuk berbicara dengannya.

"Saya senang dan sedih," katanya, masih tidak percaya bahwa pengadilan militer memutuskan untuk membelanya.

"Saya tidak sepenuhnya percaya putusan ini akan menghentikan pemerkosaan dan pelecehan terhadap perempuan di daerah konflik, karena mereka (militer) adalah orang-orang bermuka dua yang tidak bisa diandalkan," ujarnya.

Terlalu dini

Dalam pengakuan kesalahan yang jarang terjadi, militer pada Sabtu (12/12/2020), mengumumkan putusan dan hukuman terhadap tiga pemerkosa itu, dengan melakukan penyelidikan "transparan" atas kasus tersebut.

Namun, para pengamat memperingatkan bahwa terlalu dini untuk menilai apakah kemenangan Thein Nu akan menjadi momen penting bagi angkatan bersenjata, yang memerintah Myanmar hingga 2011 dan masih memegang kendali atas banyak aspek kehidupan di negara itu.

Phil Robertson dari Human Rights Watch mengatakan belum jelas apakah tentara siap untuk menangani dugaan kekejaman yang dilakukan oleh jajarannya.

Di masa lalu, pendekatannya adalah dengan menolak klaim pemerkosaan secara langsung, dan dalam beberapa kasus tentara mengajukan gugatan pencemaran nama baik terhadap korban, katanya.

"Ini akan membutuhkan lebih dari satu kasus untuk meyakinkan kami bahwa semacam perubahan telah tercapai," kata Robertson kepada AFP, seraya menambahkan bahwa pengadilan militer diadakan di balik pintu tertutup.

Hampir enam bulan berlalu, Thein Nu masih mengingat dengan jelas malam cobaan beratnya itu.

Saat senja tiba, tembakan meletus di desanya, dan dia bersembunyi bersama putri dan cucunya di rumah ibu mertuanya bersama perempuan dan anak-anak lainnya.

Menjelang tengah malam, empat tentara menyerbu ke dalam rumah dan menemukan tempat persembunyian mereka setelah bayi mulai menangis.

"Saya menyadari bahwa saya tidak bisa melarikan diri dari tiga pria yang lebih kuat dari saya," katanya.

Setelah serangan itu, Thein Nu dan anak-anaknya melarikan diri dari desa dan menuju Sittwe, di mana dia membuat keputusan yang menyakitkan untuk mengejar keadilan.

Dengan disingkirkannya tiga pemerkosa, Thein Nu ingin perwira senior keempat, untuk menghadapi keadilan juga, yang dia yakini bisa menghentikan serangan saat itu.

Harapan untuk keberanian

Sejak hukuman dijatuhkan, lebih banyak korban pemerkosaan yang datang untuk mencari bantuan hukum, menurut Nyo Aye, ketua Jaringan Wanita Arakan, yang memberikan bantuan hukum, konseling, dan perlindungan kepada Thein Nu dan keluarganya.

"Saat ini, kami tetap berharap...untuk kasus serupa yang terjadi di daerah etnis lain di seluruh negeri," kata Nyo Aye.

Pengadilan juga memberitahukannya bahwa persidangan akan dilanjutkan terhadap prajurit keempat, yang saat itu berdiri di dekat tempat kejadian pemerkosaan.

Untuk saat ini, Thein Nu mendapati stigma sosial yang mendalam setiap hari terkait dirinya yang menjadi korban pemerkosaan di Myanmar.

Suaminya, yang bekerja di Thailand, telah meninggalkannya dan berhenti mengirim bantuan keuangan keluarga.

"Karena saya diam-diam menderita rasa sakit itu, saya hanya bisa berharap dia secara bertahap akan memahami saya," katanya kepada AFP.

Namun, dia terhibur dengan harapan bahwa kesuksesannya di pengadilan dapat mendorong orang lain untuk maju daripada bersembunyi karena malu.

"Saya ingin mendorong semua gadis di Rakhine yang menderita karena ini (pemerkosaan) untuk mengatakan kebenaran alih-alih merasa malu dan menyembunyikannya," katanya.

"Jadilah seperti saya, jadilah pemberani dan berani," pungkasnya. 

https://www.kompas.com/global/read/2020/12/18/174227270/wanita-ini-menangkan-hukum-lawan-3-tentara-myanmar-pemerkosanya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke