Pada Selasa (3/11/2020) waktu setempat akan ditentukan apakah calon presiden (capres) dari Partai Republik, Donald Trump, diberi mandat melanjutkan kekuasaanya untuk empat tahun periode kedua, atau capres dari Partai Demokrat, Joe Biden, yang akan merebut Gedung Putih dari tangan Trump.
Rekapitulasi survei dalam sepekan terakhir dan analisa oleh Kompas.com menunjukan Biden diprediksi kuat akan memenangkan pilpres ke-59 dalam sejarah AS ini.
Angka ini adalah keunggulan terbesar calon non-petahana sejak pilpres 1992 ketika Bill Clinton mengalahkan petahana George HW Bush.
Nate Silver pelopor situs web FiveThirtyEight yang juga pakar pemilu ternama memprediksi kemenangan Biden melalui simulasi model pilpresnya. Dia memberikan peluang kemenangan 89 persen kepada Biden dan hanya 10 persen kepada Trump.
Biden diprediksi akan menang dengan 349 electoral votes dan popular votes 53,3 persen. Diperlukan minimal 270 electoral votes untuk memenangkan pilpres AS.
Sementara itu rataan survei swing states juga stabil. Biden menurut rataan akumulasi FiveThirtyEight tidak tergoyahkan, dengan jarak yang aman di trio swing states krusial Rust Belt yang merupakan kunci kemenangan mengejutkan Trump pada pilpres 2016.
Mantan wakil presiden Barack Obama itu memimpin masing-masing 8,2 poin di Wisconsin, 8,1 poin di Michigan, dan 4,9 poin di Pennsylvania.
Trump menang sangat tipis atas Hillary Clinton di tiga negara bagian tersebit dengan total selisih suara hanya 80.000 pemilih.
Biden akan menyudahi kepresidenan Trump jika dia menyapu bersih tiga negara bagian industrial itu dan memenangi seluruh negara bagian yang dimenangkan Clinton empat tahun lalu. Ini akan memberikannya kemenangan tipis 278 electoral votes.
Politisi senior dari negara bagian Delaware itu juga unggul tapi dengan rataan margin yang lebih tipis di trio swing states Sun Belt.
Di Arizona, dia memimpin 2,5 poin. Di Florida, Biden berjarak 2,4 poin atas Trump. Jarak tertipis adalah di North Carolina di mana kedua capres hanya berselisih 1,9 poin
Trio swing states Sun Belt ini menjadi alternatif Biden mengamankan kemenangan jika dia gagal menyapu trio swing states Rust Belt.
Sejak mengumumkan pencalonannya, Biden selalu unggul atas Trump. Tidak pernah sekali pun Trump melampaui Biden di survei nasional.
Konsistensi Biden juga terlihat di mana angka surveinya selalu nyaman berada di zona 50 persen.
Koalisi pemilih yang akan menjadi kunci kemenangan Biden adalah pemilih suburban, pemilih wanita khususnya yang berpendidikan universitas, pemilih minoritas, pemilih muda, pemilih lansia, dan pemilih baru yang tidak memilih pada pilpres sebelumnya.
Pemilih suburban dan pemilih wanita berpendidikan universitas diprediksi akan menghukum kekacauan tanpa henti pemerintahan Trump dengan berpaling mendukung Biden dalam jumlah besar yaitu dua digit.
Mereka adalah salah satu penyangga kemenangan Trump pada pilpres 2016 selain pemilih pria yang tidak berpendidikan universitas dan pemilih lansia.
Blok pemilih lansia juga meninggalkan Trump walau jumlahnya tidak sebesar blok pemilih lain. Kemarahan mereka atas ketidakbecusan dan ketidakseriusan Trump menangani penyebaran pandemi Covid-19 menjadi alasan utama blok pemilih ini mengalihkan dukungan ke Biden.
Trump bukan berarti tidak dapat meraih kemenangan mengejutkan lagi. Walau berstatus underdog, taipan real estate itu akan kembali terpilih jika ada kesalahan atau polling error berskala besar lebih dari 5 poin.
Fenomena ini sangat jarang terjadi dalam sejarah politik AS di mana rataan kesalahan survei adalah sekitar 2 poin.
Lembaga survei juga telah mengevaluasi blunder mereka dengan menggunakan skala pendidikan untuk survei pilpres AS 2020.
Hal ini tidak dilakukan pada pilpres 2016. Akibatnya dukungan krusial kepada Trump dari blok pemilih pria tidak berpendidikan universitas tidak terhitung oleh survei.
Blok pemilih ini adalah pekerja kerah biru atau industrial yang tersebar mayoritas di kota kecil dan pedesaan daerah pertanian, khususnya di trio swing states Rust Belt.
Tidak seperti Biden yang memiliki banyak skenario menuju Gedung Putih, jalan Trump cukup sempit untuk menggapai kemenangan.
Suami Melania Trump itu harus memenangkan Pennsylvania yang memiliki 20 electoral votes. Tanpa Keystone State, hampir mustahil bagi Trump untuk kembali terpilih. Angka survei mengetat di Pennsylvania dalam sepekan terakhir walau Biden masih unggul di luar zona margin of error.
Trump juga harus menyapu bersih trio swing states Sun Belt termasuk mengamankan 29 electoral votes Florida. Skenario ini akan memberikan 280 electoral votes kepada Trump di mana Trump hanya kehilangan dua negara bagian yang dimenangkannya 4 tahun lalu yaitu Michigan dan Wisconsin.
Jika Biden berhasil membirukan Florida, ini adalah indikator jelas Trump akan kalah telak dari Biden.
Hingga hari H tidak ada tanda-tanda Trump dapat memperluas basis dukungannya, dan beranjak dari angka dukungan 42-44 persen di survei.
Jika Biden menyapu trio swing states Sun Belt termasuk Florida, sangat besar kemungkinan dia akan dinyatakan sebagai presiden terpilih pada Rabu dini hari waktu setempat, tanpa harus menunggu hasil akhir dari trio swing states Rust Belt.
Namun jika Trump menyapu trio swing states Sun Belt, jantung warga dunia khususnya AS akan berdegup kencang meneropong ke trio swing states Rust Belt terutama Pennsylvania.
Perhitungan suara di trio Rust Belt khususnya di Michigan dan Pennsylvania, diperkirakan akan memakan waktu berhari-hari karena tingginya jumlah pemilih yang memilih dengan pos.
Beberapa hari yang rawan dan menegangkan itu akan menjadi jarak pemisah kursi kepresidenan antara Biden dan Trump.
https://www.kompas.com/global/read/2020/11/03/105327770/prediksi-pilpres-as-joe-biden-superior-tapi-trump-punya-senjata-pamungkas