TEL AVIV, KOMPAS.com - Mantan pejabat Israel dan Amerika Serikat (AS) yang terlibat dalam proses perdamaian Timur Tengah memuji perjanjian penting UEA-Israel yang ditetapkan untuk menormalkan hubungan antara kedua negara.
Pada Kamis (13/8/2020), Presiden AS Donald Trump mengumumkan "Abraham Accord," sebuah perjanjian diplomatik antara UEA dan Israel, yang merupakan perjanjian perdamaian pertama Israel dengan negara Arab dalam 25 tahun.
Melansir Al Arabiya English pada Kamis (13/8/2020), Nadav Tamir, mantan penasihat kebijakan Presiden Israel Shimon Peres, mengatakan kepada Al Arabiya English bahwa perjanjian itu, yang akan menghentikan pencaplokan atas wilayah Palestina oleh Israel, adalah "berita bagus untuk perdamaian".
"Tidak ada aneksasi dan peningkatan hubungan dengan negara Arab yang penting," kata Tamir dalam wawancara dengan Al Arabiya English.
Mantan utusan AS untuk Duta Besar Timur Tengah, Dennis Ross mengatakan keputusan UEA untuk menormalisasi hubungan dengan Israel sebagai imbalan pembekuan aneksasi adalah "langkah besar".
"Ini mencegah aneksasi Israel, yang mempertahankan kemungkinan 2 negara dan harapan untuk perdamaian antara Israel dan Palestina," kata Ross dalam sebuah wawancara dengan Al Arabiya English.
Ross ini dahulu memainkan peran utama dalam membentuk keterlibatan AS dalam proses perdamaian Timur Tengah selama lebih dari 12 tahun.
Ross mengatakan bahwa sementara Palestina mungkin mengkritik perjanjian tersebut, "kenyataannya adalah aneksasi telah dicegah dan itu melayani kepentingan Palestina."
Sementara, anggota parlemen Palestina Bernard Sabella menyatakan keraguannya terhadap tujuan perjanjian perdamaian UEA dengan Israel.
Sabella mengatakan kepada Al Arabiya English setelah pengumuman perjanjian perdamaian tersebut, bahwa dia tidak yakin bahwa usaha pembentukan perjanjian tersebut, "akan benar-benar mengubah banyak hal di lapangan sehubungan dengan permukiman dan aneksasi."
Mantan anggota Parlemen Israel, Ksenia Svetlova mengatakan kepada Al Arabiya English bahwa Kamis itu adalah "hari yang benar-benar bersejarah dan membahagiakan bagi kedua negara."
Delegasi Israel dan Emirat akan bertemu dalam beberapa minggu mendatang untuk menetapkan perjanjian bilateral tentang berbagai masalah termasuk pariwisata, telekomunikasi, dan perawatan kesehatan.
Saat ini, tidak ada penerbangan langsung dari UEA ke Israel. Panggilan telepon antara kedua negara diblokir dan tidak ada kantor diplomatik di negara masing-masing.
Namun, kolaborasi terkait perawatan kesehatan sedang berlangsung terkait dengan pandemi virus corona.
Pada Juni diumumkan 2 perusahaan swasta UEA yang dipasangkan dengan perusahaan Israel untuk berkolaborasi dalam penelitian dan teknologi Covid-19.
Svetlova mengatakan tantangan global dan regional membutuhkan kerja sama antara kedua negara.
"Negara kami telah memelihara hubungan baik untuk sementara waktu dan sangat indah bahwa hubungan ini akhirnya dapat dinormalisasi dan perjanjian damai akan ditandatangani," katanya.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu sebelumnya berjanji untuk mencaplok bagian Tepi Barat yang diduduki dan Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz telah mendesak militer untuk mempercepat persiapan untuk aneksasi yang direncanakan.
Pada Juni, duta besar UEA untuk Washington DC, Youssef Al Otaiba mengatakan Israel tidak dapat berharap untuk menormalkan hubungan dengan Arab, jika terus melanjutkan rencana pencaplokan wilayah, dalam sebuah opini untuk harian terlaris Israel, Yedioth Ahronoth, yang diterbitkan dalam bahasa Ibrani.
Otaiba menyebut tindakan potensial pencaplokan wilayah itu sebagai "pengambilalihan ilegal" atas tanah Palestina untuk sebuah negara.
https://www.kompas.com/global/read/2020/08/14/131806770/perjanjian-israel-uea-digadang-sebagai-langkah-besar-menuju-perdamaian