KOMPAS.com - Turunnya harga properti membuat banyak pihak merasa terpukul dan rugi namun ternyata ada pula yang merasa diuntungkan.
Michael Neal misalnya, yang membeli rumah di kawasan Blue Mountains, New South Wales, pertengahan tahun lalu.
Dia membeli rumah tersebut sebelum menjual rumah lamanya. Saat itu pasar properti sedang bagus, sehingga dia berencana merenovasi rumah lamanya terlebih dahulu sebelum akhirnya menjualnya.
Rencananya gagal karena terjadi kebakaran hutan di kawasan tersebut.
"Baru saja mulai renovasi, terjadi kebakaran hutan, jadi saya pun menghabiskan waktu lebih tiga bulan untuk mengatasinya," katanya kepada ABC.
Ketika dia bisa melanjutkan renovasi, pasar properti telah berubah drastis. Dua pekan sebelum renovasinya rampung, pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19 mulai berlaku.
Inspeksi dan lelang rumah sudah dilarang untuk mencegah penularan virus corona.
"Saya terlambat dua minggu untuk menjualnya," katanya.
Kini Neal dan istrinya harus membayar dua kredit KPR di mana pekerjaan sebagai kontraktor untuk perusahaan pembuat bus pun dihentikan.
Terlebih lagi, istrinya yang menjalani operasi pinggul harus menggunakan kursi roda. "Kondisi ini memukul kami secara mental," katanya.
Neal mengatakan bahwa ada calon pembeli yang menawar rumahnya di Blue Mountains hingga 80.000 dolar Australia (sekitar Rp 777 juta) di bawah harga yang dia tawarkan.
"Jika ada yang menawar mendekati harga saya, langsung saya jual. Tidak ada masalah," katanya.
Namun beberapa orang memberikan penawaran sangat rendah, karena berharap Neal putus asa dan melepasnya. "Tapi saya belum putus asa," ujarnya.
Saat ini hampir semua faktor pendukung harga properti telah mengalami pukulan telak secara bersamaan.
Jumlah pengangguran yang meningkat tajam serta penurunan gaji kini telah terjadi di tengah ketersediaan lapangan kerja yang terus menurun.
Berkurangnya kemampuan konsumen telah berdampak langsung pada kemampuan membeli atau pun menyewa properti.
Pasar sewa jangka pendek, seperti AirBnB, telah menghilang dalam sekejap karena pembatasan perjalanan internasional dan nasional.
Banyak pemilik properti kini berusaha mencari penyewa jangka panjang, tapi meningkatnya pasokan akan menyebabkan harga sewa lebih rendah.
Banyak penduduk sementara telah kembali ke negaranya setelah kehilangan pekerjaan di Australia.
Bahkan pemerintah sudah memprediksi terjadinya penurunan migrasi sebesar 85 persen pada 2020/2021.
Salah satu pasar properti terbesar Domain.com.au menunjukkan adanya peningkatan properti yang didiskon di Sydney dan Melbourne dalam enam bulan terakhir.
Di Sydney, sebanyak 13,1 persen properti yang dipasarkan di Domain didiskon pada bulan April, dibandingkan hanya 5,7 persen pada Oktober 2019.
Di Melbourne, daftar properti yang didiskon naik dari 2,8 persen menjadi 10,7 persen selama periode yang sama.
Data Domain juga menunjukkan rata-rata nilai diskon masing-masing sebesar 4,0 persen dan 3,67 persen di Sydney dan Melbourne pada bulan April.
"Tren menunjukkan peningkatan diskon," kata Nicola Powell dari Domain.
Menghemat hingga 100.000 dolar
Fabian Brimfield (29) seorang pengacara di Melbourne, tertarik membeli rumah di daerah Elwood sebelum kegiatan lelang dilarang.
"Saat itu harga yang ditawarkan antara 500.000 hingga 550.000 dolar. Saya suka rumah itu tapi dengan harga segitu saya pikir bisa beli yang lebih baik di tempat lain," katanya kepada ABC.
Setelah lelang dilarang, Brimfield melihat properti itu lagi, terdaftar secara daring sebagai penjualan pribadi. Harganya turun menjadi 485.000 dolar atau setara dengan Rp 4,6 miliar.
"Setelah bernegosiasi dengan agen, saya berhasil mendapatkan harga 450.000 dolar. Bagi saya, itu diskon yang signifikan," katanya.
Dia melakukan penghematan antara 50.000 hingga 100.000 dolar jika dihitung dari harga yang ditawarkan sebelumnya.
Anjlok sekitar 15 persen
Pengamat properti Martin North mengaku yakin harga properti akan turun karena lebih banyak orang terpaksa menjual rumahnya.
"Data survei saya menunjukkan peningkatan tekanan kredit KPR secara cepat," kata North.
Berdasarkan data yang dimiliki North, pandemi Covid-19 telah menyebabkan tekanan pada 27 persen pemegang KPR dan pada 18 persen pemilik properti tanpa KPR.
Menurut dia, para investor properti kini ingin menjual propertinya meski pun tersedia penundaan cicilan kredit dari perbankan juga skema dukungan pemerintah.
Ekonom utama Bank NAB, Alan Oster lebih optimis, namun sependapat bahwa masih banyak kendala ke depan.
"Kami memperkirakan mungkin minggu depan, dan pastinya pertengahan tahun ini, tingkat pengangguran akan mencapai 10 persen," kata Oster.
"Tapi secara umum kami memperkirakan penurunan harga rumah sekitar 15 persen selama 12 bulan ke depan dan kemudian stabil pada pertengahan tahun depan," jelas Oster.
Oster mengatakan, Bank NAB melihat tiga skenario berbeda untuk harga rumah, yaitu bagus, ringan, dan depresi berat.
"Kita akan melihat harga rumah anjlok 30 persen, yaitu kasus terburuk. Tapi saya pikir kemungkinan itu terjadi sangat kecil," tambah Oster.
https://www.kompas.com/global/read/2020/05/04/195121270/covid-19-harga-rumah-di-australia-anjlok-15-persen