Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hardiknas Tanggal 2 Mei, Siswa Libur Sekolah atau Tidak?

Kompas.com - 30/04/2024, 14:03 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Mahar Prastiwi

Tim Redaksi

Pada awal pendidikannya, ia menamatkan pendidikan dasar di Europeesche Lagere School. Sekolah ini merupakan sekolah dasar khusus untuk anak-anak yang berasal dari Eropa. Lalu melanjukan pendidikan kedokteran di STOVIA, tetapi tidak diselesaikan dikarenakan kondisi kesehatannya yang buruk.

Baca juga: Jadwal Libur Sekolah SD, SMP, SMA Tahun 2024 di 38 Provinsi

Akhirnya, Ia bekerja menjadi seorang wartawan di beberapa media surat kabar, seperti De Express, Utusan Hindia, dan Kaum Muda.

Ki Hadjar sering mengkritik pihak Hindia Belanda. Seperti kritik akan keputusan pemerintah yang hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan.

Sementara anak pribumi yang kelas ekonominya rendah dianggap tidak pantas, sehingga terjadi ketimpangan yang besar.

Kritiknya terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan ia diasingkan ke Belanda. Tulisannya seperti "Seandainya Aku Seorang Belanda" atau yang berjudul dalam Bahasa Belanda, Als ik een Nederlander was dianggap sangat pedas oleh Pemerintah Belanda.

Saat itu kedua rekannya juga ikut memprotes pengasingan Ki Hadjar. Pada akhirnya, Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo ikut diasingkan. Ketiga tokoh ini kemudian dikenal sebagai “Tiga Serangkai”.

Setelah kembali ke Indonesia, ia kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan National Onderwijs Instituut "Taman Siswa" atau Perguruan Nasional Taman Siswa di Yogyakarta pada tahun 1919.

Lalu, setelahnya Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai Menteri Pendidikan setelah kemerdekaan Indonesia. Filosofinya, Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan), digunakan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia. Ia wafat pada tanggal 26 April 1959.

Tiga Semboyan Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara memiliki semboyan yang selalu ia terapkan dalam sistem pendidikan. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.

Arti dari semboyan tersebut adalah:

1. Ing Ngarsa Sung Tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik)

2. Ing Madya Mangun Karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide)

3. Tut Wuri Handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan)

Hingga kini, semboyan pendidikan Ki Hadjar Dewantara tersebut sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia dan terus digunakan dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia. 

Baca juga: Sejarah Halalbihalal, Sudah Ada Sejak Zaman Mangkunegara I

Dalam Peringatan Taman Siswa ke-30 Tahun, Ki Hadjar Dewantara sempat mengatakan beberapa hal mengenai pendidikan.

"Kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya anak-anak berpikir, yaitu jangan selalu ‘dipelopori’, atau disuruh mengakui buah pikiran orang lain, akan tetapi biasakanlah anak-anak mencari sendiri segala pengetahuan dengan menggunakan pikirannya sendiri," ucapnya saat itu.

Maksud dari pernyataan Ki Hadjar Dewantara tersebut dengan jelas menunjukkan apa yang seharusnya lahir dari sebuah proses pendidikan, yaitu agar anak-anak berpikir sendiri dan bisa bebas mengekspresikan pemikirannya di bangku pendidikan.

Dengan begitu, anak-anak memiliki pikiran yang orisinal dalam berpikir dan bertindak. Pendidikan dianggap berhasil ketika anak mampu mengenali tantangan apa yang ada di depannya dan tahu bagaimana seharusnya mereka mengatasinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com