Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hardiknas Tanggal 2 Mei, Siswa Libur Sekolah atau Tidak?

Kompas.com - 30/04/2024, 14:03 WIB
Sandra Desi Caesaria,
Mahar Prastiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Setiap tanggal 2 Mei seluruh masyarakat Indonesia merayakan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).

Selama perayaan pada hari tersebut, banyak sekolah dan instansi menggelar lomba, upacara, dan pertunjukan yang berkaitan dengan pendidikan.

Tetapi apakah Hardiknas merupakan hari libur atau tanggal merah?

Hari Pendidikan Nasional Bukan Hari Libur

Hari Pendidikan Nasional bukan termasuk dalam hari libur nasional. Sehingga tidak ada tanggal merah pada 2 Mei atau libur sekolah

Tanggal merah dan libur nasional yang ditetapkan setiap tahun, kebanyakan adalah perayaan hari keagamaan.

Baca juga: Jadwal Libur Sekolah SD-SMA Bulan Mei 2024, Ada Libur Panjang 4 Hari

Adapun, yang bukan perayaan keagamaan namun dinyatakan sebagai tanggal merah sepanjang tahun 2024 adalah ini:

1 Januari 2024: Tahun Baru 2024 Masehi

1 Mei 2024: Hari Buruh Internasional

1 Juni 2024: Hari Lahir Pancasila

17 Agustus 2024: Hari Kemerdekaan RI

Hal ini ditetapkan melalui SKB 3 Menteri yaitu Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Lalu bagaimana bisa tanggal 2 Mei ditetapkan menjadi Hardiknas?

Sejarah Hari Pendidikan Nasional yang Jatuh Pada 2 mei

Penetapan Hari Pendidikan Nasional sebagai hari nasional tertuang dalam KEPPRES RI Nomor 316 Tahun 1959. Tanggal 2 Mei dipilih berdasarkan tanggal lahir Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara, yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta.

Ki Hadjar Dewantara selalu memiliki ikatan kuat dengan perkembangan pendidikan di Indonesia.

Merangkum dari laman lpmpriau.kemdikbud.go.id, Ki Hadjar Dewantara atau bernama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat lahir dari keluarga kaya. Ia putra dari G.P.H. Soerjaningrat dan cucu dari Paku Alam III.

Pada awal pendidikannya, ia menamatkan pendidikan dasar di Europeesche Lagere School. Sekolah ini merupakan sekolah dasar khusus untuk anak-anak yang berasal dari Eropa. Lalu melanjukan pendidikan kedokteran di STOVIA, tetapi tidak diselesaikan dikarenakan kondisi kesehatannya yang buruk.

Baca juga: Jadwal Libur Sekolah SD, SMP, SMA Tahun 2024 di 38 Provinsi

Akhirnya, Ia bekerja menjadi seorang wartawan di beberapa media surat kabar, seperti De Express, Utusan Hindia, dan Kaum Muda.

Ki Hadjar sering mengkritik pihak Hindia Belanda. Seperti kritik akan keputusan pemerintah yang hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan.

Sementara anak pribumi yang kelas ekonominya rendah dianggap tidak pantas, sehingga terjadi ketimpangan yang besar.

Kritiknya terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan ia diasingkan ke Belanda. Tulisannya seperti "Seandainya Aku Seorang Belanda" atau yang berjudul dalam Bahasa Belanda, Als ik een Nederlander was dianggap sangat pedas oleh Pemerintah Belanda.

Saat itu kedua rekannya juga ikut memprotes pengasingan Ki Hadjar. Pada akhirnya, Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo ikut diasingkan. Ketiga tokoh ini kemudian dikenal sebagai “Tiga Serangkai”.

Setelah kembali ke Indonesia, ia kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan National Onderwijs Instituut "Taman Siswa" atau Perguruan Nasional Taman Siswa di Yogyakarta pada tahun 1919.

Lalu, setelahnya Ki Hadjar Dewantara diangkat sebagai Menteri Pendidikan setelah kemerdekaan Indonesia. Filosofinya, Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan), digunakan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia. Ia wafat pada tanggal 26 April 1959.

Tiga Semboyan Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara memiliki semboyan yang selalu ia terapkan dalam sistem pendidikan. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.

Arti dari semboyan tersebut adalah:

1. Ing Ngarsa Sung Tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik)

2. Ing Madya Mangun Karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide)

3. Tut Wuri Handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan)

Hingga kini, semboyan pendidikan Ki Hadjar Dewantara tersebut sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia dan terus digunakan dalam dunia pendidikan rakyat Indonesia. 

Baca juga: Sejarah Halalbihalal, Sudah Ada Sejak Zaman Mangkunegara I

Dalam Peringatan Taman Siswa ke-30 Tahun, Ki Hadjar Dewantara sempat mengatakan beberapa hal mengenai pendidikan.

"Kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya anak-anak berpikir, yaitu jangan selalu ‘dipelopori’, atau disuruh mengakui buah pikiran orang lain, akan tetapi biasakanlah anak-anak mencari sendiri segala pengetahuan dengan menggunakan pikirannya sendiri," ucapnya saat itu.

Maksud dari pernyataan Ki Hadjar Dewantara tersebut dengan jelas menunjukkan apa yang seharusnya lahir dari sebuah proses pendidikan, yaitu agar anak-anak berpikir sendiri dan bisa bebas mengekspresikan pemikirannya di bangku pendidikan.

Dengan begitu, anak-anak memiliki pikiran yang orisinal dalam berpikir dan bertindak. Pendidikan dianggap berhasil ketika anak mampu mengenali tantangan apa yang ada di depannya dan tahu bagaimana seharusnya mereka mengatasinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com