Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Cerita Ridi Ferdiana, Gapai Gelar Guru Besar UGM pada Usia 39 Tahun

KOMPAS.com - Ridi Ferdiana resmi menyandang gelar Guru Besar di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada usia 39 tahun.

Ridi Ferdiana termasuk salah satu jajaran pimpinan muda di lingkungan UGM yang bergelar profesor.

Di UGM, Prof. Ridi telah menahkodai Direktorat Teknologi Informasi sejak Oktober 2022.

Tidak hanya berhasil meraih gelar akademik tertinggi, Prof. Ridi juga tengah mengemban amanah mengurusi teknologi informasi di tingkat universitas.

Di tangannya, dia bertanggung jawab melakukan pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur jaringan dan internet di lingkungan universitas serta melakukan perencanaan, pengelolaan, pemeliharaan infrastruktur jaringan, pusat data, dan fasilitas komputasi yang andal.

Prof. Ridi lahir dan besar di Cirebon, Jawa Barat. Anak bungsu dari dua bersaudara ini mengaku sudah hampir tiga tahun mendaftar untuk pengusulan profesor.

Dia mengaku beruntung adanya perubahan aturan dan berkas syarat pengusulan profesor baru-baru ini dari Kemendikbud Ristek, sehingga gelar profesornya bisa turun tahun ini.

"Antrian sudah agak lama sekitar dua tahun. Baru kemarin bulan Juni turun," kata dia dikutip dari laman UGM, Rabu (4/10/2023).

Mengajar di UGM sudah 15 tahun

Prof. Ridi mengaku sudah mengajar di Fakultas Teknik UGM kurang lebih 15 tahun. Pendidikan Sarjana, S2, dan S3, dia selesaikan di Fakultas Teknik UGM.

"Saya masuk (jadi dosen) tahun 2008 bulan Desember. Sekitar 15 tahun menjadi dosen, akhirnya jadi profesor," jelas dia.

Selama menjadi pengajar, kata Ridi, dia aktif melakukan penelitian dan mengaplikasikan riset berguna bagi masyarakat maupun perusahaan.

Setiap tahun, rata-rata dirinya bisa memublikasikan 1-2 dua riset baru yang diterbitkan di jurnal atau dipresentasikan dalam sebuah konferensi internasional.

"Setahun kalau produktif, bisa 1 sampai 2 publikasi, satu jurnal dan satu konferensi. Kalau lagi apes, dua konferensi saja. Tiap tahun riset beda topik, karena tergantung pendanaan. Sangat bersyukur, pandanaan di UGM tidak sulit, ada dari Prodi, Fakultas maupun universitas," ungkap dia.

Jalani riset dan gemar membaca buku di perpustakaan

Selama 15 tahun belakangan ini, Prof. Ridi mengaku tidak hanya datang ke kampus untuk mengajar.

Di sela-sela itu, dia memanfaatkan waktu di laboratorium dan aktif di depan komputer untuk mengurusi riset. Setiap hari, dia selalu datang lebih pagi ke kampus dan pulang kerumah hingga jam 5 sore.

Sesekali, dia datang ke perpustakaan untuk membaca buku. Setiap datang ke perpustakaan Fakultas, Ridi bisa menghabiskan waktu hingga 3 jam untuk membaca buku dalam rangka menggali ide riset terbaru yang ingin dilakukannya.

"Ada ruang kecil di lantai tiga, di situ saya kumpulkan banyak buku untuk dibaca. Lalu, buat resume satu-satu. Saya akan pilih ide riset yang mungkin bisa saya lakukan, misalnya riset untuk budget yang bisa dipakai, paling tidak dapat budget Rp 15 juta dari prodi atau Rp 300 juta dari Fakultas," tutur dia.

Tidak hanya mengumpulkan buku di perpustakaan, Pro.f Ridi juga tidak segan-segan untuk berlangganan jurnal yang tidak disediakan oleh fakultas atau universitas, agar mendukung riset yang dilakukannya.

Bahkan beberapa kerja sama riset yang sudah dilakukannya, seperti kerja sama dengan Microsoft Jepang tahun 2019 yang melakukan riset kecerdasan buatan berempati.

"Yang kita lakukan bagaimana AI itu paham unggah-ungguh. Bisa ngomong dengan user yang sebaya atau seumuran sehingga bisa lebih gaul," jelas dia.

Selain itu, dia juga pernah melakukan riset soal kebiasaan masyarakat memulai percakapan saat mengetik pesan di sebuah aplikasi percakapan.

"Waktu itu saya riset soal perilaku masyarakat kita saat mengetik di smartphone. Kita sampai tahu anak SMP itu misalnya sering ngomong apa, ngobrol formal atau informal, menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa Jawa. Kita tahu keyboard virtual itu menyimpan apa yang sering kita tulis," ujarnya.

Tidak hanya itu, dia juga pernah meneliti soal bahasa kucing dengan bekerja sama dengan Samsung dengan mengumpulkan sampel 35 hingga 40 ribu video kucing di aplikasi YouTube. Dari riset ini, diketahui suara kucing dan perilaku yang dilakukannya.

Tips gapai gelar guru besar pada usia muda

Terkait tips agar seorang dosen bisa mengejar gelar guru besar di bawah usia 40 tahun, dia mengaku, seorang dosen harus tetap konsisten dalam mengajar dan melakukan riset secara bersamaan.

Lalu, berani berkata tidak pada hal yang tidak sesuai dengan kompetensinya.

"Misalnya kita ditawari sebuah pekerjaan tidak kompeten berujung jadi administrasi, lebih baik ditolak. Tidak semuanya kita tolak, namun tidak semua kita terima, tapi ada personal target yang mesti kita gapai," tukas dia.

https://www.kompas.com/edu/read/2023/10/04/112157971/cerita-ridi-ferdiana-gapai-gelar-guru-besar-ugm-pada-usia-39-tahun

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke