Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ironi di Balik Rendahnya Angka Partisipasi Kasar Pendidikan Tinggi

Sebagaimana negara-negara maju, maka kemajuan pendidikan tingginya juga dikaitkan dengan seberapa besar APK-PT di negara tersebut.

Dengan demikian, persentase APK-PT dapat digunakan sebagai penentu tingkat kualitas layanan pembelajaran dan kemahasiswaan perguruan tinggi di suatu negara.

Semakin tinggi komitmen negara dan masyarakat dalam penyediaan akses pendidikan tinggi, semakin tinggi pula APK-PT suatu wilayah/negara. Demikian pula sebaliknya.

Komitmen negara/pemerintah dalam penyediaan akses pendidikan tinggi ditunjukkan dengan penyediaan perguruan-perguruan tinggi negeri (PTN), dan komitmen masyarakat ditunjukkan dengan penyediaan perguruan-perguruan tinggi swasta (PTS) di setiap wilayah.

APK Pendidikan Tinggi (APK-PT) memiliki arti penting sebagai salah satu indikator capaian Indeks Pendidikan Tinggi dalam suatu negara tersebut.

APK-PT juga merupakan parameter untuk menunjukkan seberapa besar komitmen negara dan masyarakat dalam memenuhi hak dasar penduduk untuk memperoleh akses pendidikan tinggi secara mudah dan berkualitas (UNESCO, 2009).

Bahkan, APK-PT dipandang sebagai indikator dari agenda pembangunan “terpenuhinya pelayanan dasar” (BPS, 2021).

Karenanya, pemerintah senantiasa mengupayakan untuk meningkatkan APK-PT secara bertahap dan berkelanjutan.

Walaupun masih di bawah negara-negara di Kawasan Asia Tenggara, dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2017—2022), APK-PT Indonesia memperlihatkan kenaikan. Walaupun dengan persentase yang sangat kecil 1,23 persen, yaitu dari 29,93 persen pada tahun 2017 menjadi 31,16 persen tahun 2022 (BPS, 2022).

Provinsi dengan APK-PT terendah dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2017—2022) adalah Kepulauan Bangka Belitung, yaitu rerata mencapai 14,11 persen dengan total kenaikan mencapai 3,72 persen.

Sementara tertinggi adalah Yogyakarta rerata mencapai 71,17 persen dengan total kenaikan mencapai 10,76 persen.

Yang menarik pada fenomena APK di Indonesia adalah fakta bahwa semakin tinggi jenjang pendidikannya, justru semakin mengecil atau berkurang jumlah sekolah yang tersedia, begitu pula dengan jumlah peserta didiknya.

Pada tahun 2022, misalnya, jumlah lembaga pendidikan yang tersedia dari jenjang SD hingga PT berkurang/turun secara signifikan mencapai 171,914 unit/satuan dengan persentase penurunan APK mencapai angka 75,1 persen.

Pada jenjang SD/sederajat, jumlah sekolah yang tersedia sebanyak 174,992 unit dengan APK 106,26 persen.

Pada jenjang SMP/sederajat, jumlah sekolah yang tersedia turun menjadi 60,102 unit dengan APK yang juga turun menjadi 92,13 persen.

Pada jenjang SMA/sederajat, jumlah sekolah yang tersedia kembali berkurang/menurun menjadi 37,641 unit dengan APK yang juga semakin berkurang/menurun ke angka 85,54 persen.

Pada jenjang PT, jumlah yang tersedia semakin menurun/berkurang menjadi 3,178 perguruan tinggi, terdiri dari 100 PTN dan 3.078 PTS dengan APK yang juga mengalami penurunan secara signifikan menjadi 31,16 persen (BPS, 2021).

Di satu sisi, RPJM 2020-2024 menetapkan target APK-PT pada tahun 2024 sebesar 37,63 persen. Sementara, APK-PT yang dicapai hingga tahun 2022 baru mencapai angka 31,16 persen.

Artinya masih diperlukan tambahan 6,47 persen (140.000 mahasiswa baru) lagi yang harus diupayakan dalam kurun waktu dua tahun ke depan atau rerata 3,24 persen (70.000 mahasiswa baru) per tahun agar APK-PT yang ditargetkan bisa tercapai.

Di sisi lain, sebenarnya penambahan jumlah mahasiswa sebanyak itu sangat dimungkinkan bisa dipenuhi, dengan memperhitungkan jumlah PT yang ada, yaitu 3,178 unit/satuan. Terdiri dari 100 (3,15 persen) PTN dan 3,078 (96,85 persen) PTS.

PTS sesungguhnya memiliki tantangan dan peluang yang lebih besar dibandingkan dengan PTN untuk meningkatkan APK-PT, bahkan bisa melampaui target yang ditetapkan. Mengingat, jumlah dan potensi PTS yang sangat besar untuk lebih dimaksimalkan.

Ironis jika PTS harus “menggugat” PTN dengan alasan “tidak kebagian mahasiswa baru”. Jika jumlah lulusan SMA/sederajat diperkirakan mencapai 3,7 juta setiap tahun dan hanya 58 persen yang diterima di PT, maka setiap PTS masih bisa meningkatkan jumlah mahasiswa baru hingga 200 persen dari rerata mahasiswa baru yang selama ini bisa diterima per tahunnya.

Dalam kaitan ini, ada dua hal yang perlu dipersiapkan oleh PTS dalam rangka mendukung peningkatan dan pencapaian target APK-PT, serta mewujudkan agenda pembangunan “terpenuhinya pelayanan dasar” melalui penyediaan layanan pendidikan tinggi yang berkualitas.

Pertama, peningkatan daya tampung PT. Sesuai Permendikbudristek 48/2022, daya tampung perguruan tinggi ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (kualitas, kualifikasi, dan rasio dosen - mahasiswa), infrastruktur pembelajaran, dan laboratorium di PT yang belum memadai.

Jika PTS-PTS yang ada mampu memenuhi ketiga syarat daya tampung PT tersebut, tidak mustahil PTS akan sejajar dan mampu bersaing dengan PTN-PTN dalam rangka penerimaan mahasiswa. PTS juga tidak harus menunggu penerimaan mahasiswa baru oleh PTN selesai.

Kedua, peningkatan aksesibilitas PT dalam aspek lokus layanan, dan ekonomi. Berdasarkan data BPS, faktor-faktor yang diduga banyak berpengaruh pada tinggi rendahnya APK adalah selain akses ke lokasi pendidikan yang jauh/tidak terjangkau, juga karena status ekonomi keluarga (BPS, 2021).

Dalam kaitan ini, PTS ditantang untuk mampu menciptakan sistem pendidikan inovatif yang lebih fleksibel, sehingga mampu menjangkau kelompok-kelompok masyarakat yang jauh dari pusat-pusat layanan pendidikan tinggi.

PTS juga ditantang untuk menciptakan sistem dan mekanisme pembayaran biaya pendidikan yang secara ekonomis lebih terjangkau dan/atau mengupayakan penyediaan sistem pendanaan pendidikan yang bisa diakses oleh mahasiswa.

Akhirnya, jika PTS mampu meningkatkan daya tampung dan aksesibilitas perguruan tinggi, sejumlah “mitos tentang PTS” yang selama ini menghantui secara berangsur-angsur akan hilang.

Yaitu mitos bahwa kuliah PTS adalah “simbol gagal masuk PTN” atau “pilihan terakhir dan terpaksa”; kuliah PTS “biaya pendidikan mahal, dan ada biaya-biaya lain di luar UKT yang ditetapkan”; dan/atau “lulusan PTS kalah bersaing dengan lulusan PTN di dunia kerja”.

https://www.kompas.com/edu/read/2022/12/23/074732371/ironi-di-balik-rendahnya-angka-partisipasi-kasar-pendidikan-tinggi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke