KOMPAS.com - Kecelakaan pesawat ulang-alik Challenger yang menewaskan tujuh penumpangnya menjadi catatan kelam sejarah penerbangan antariksa.
Dilansir Britannica, Challenger meledak tak lama setelah lepas landas dari Cape Canaveral, Florida, pada 28 Januari 1986.
Penyebabnya, sambungan antara dua segmen bawah booster roket gagal tertutup akibat suhu dingin yang parah, dan memicu kebocoran udara panas dari dalam booster.
Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) memberikan kode 51-L untuk misi Challenger yang berujung tragedi itu.
Tujuan misi yakni meluncurkan Satelit Pelacakan dan Relai Data (TDRS-B) dan Spartan Halley, satelit kecil untuk mengamati Komet Halley pada jarak terdekatnya dengan Matahari.
Pada malam sebelum Challenger lepas landas, Florida tengah dilanda gelombang dingin parah yang menyebabkan es tebal menumpuk di landasan peluncuran.
Pada hari-H, peluncuran sempat ditunda hingga pukul 11.38 waktu setempat. Semua tampak normal sampai pesawat keluar dari "Max-Q", yakni periode tekanan aerodinamis terbesar.
Namun tak berselang lama, tepatnya 73 detik setelah lepas landas, Challenger meledak di ketinggian 14.000 meter. Ledakan itu disaksikan oleh orang-orang yang menonton siaran langsung dari layar televisi.
Puing-puing Challenger menghujani Samudera Atlantik selama lebih dari satu jam setelah ledakan. Pencarian yang dilakukan tidak menunjukkan tanda-tanda kru masih hidup.
Kru Challenger terdiri dari komandan Francis Scobee, pilot Michael Smith, astronot Ellison Onizuka, Judith Resnik, dan Ronald McNair, dan insinyur Hughes Aircraft, Gregory Jarvis.
Kru ketujuh adalah seorang guru perempuan dari Concord, New Hampshire, bernama Christa McAuliffe. Ia terpilih menjadi kru lewat seleksi nasional yang dimulai pada 1984.
Rencananya, McAuliffe akan mengajar dua kali dari orbit dan kemudian menghabiskan sembilan bulan berikutnya untuk mengajar siswa di Amerika Serikat.
Pelibatan McAuliffe dimaksudkan untuk memberikan sorotan terhadap peran penting guru dan menarik minat siswa untuk berkarir di bidang teknologi tinggi.
Akan tetapi, semuanya musnah bersamaan dengan meledaknya Challenger. Tragedi itu juga berdampak pada NASA dan misi-misi luar angkasa setelahnya.
Dilansir Space.com, kru penyelamat menghabiskan beberapa minggu untuk memulihkan puing-puing Challenger dan jenazah ketujuh penumpangnya.
Jenazah yang dapat diidentifikasi diserahkan kepada keluarga, sedangkan sisanya dimakamkan di Pemakaman Nasional Arlington pada 20 Mei 1986.
Laporan penyelidikan menyebutkan, penyebab teknis kecelakaan itu berasal dari O-ring, segel karet pada booster roket yang rusak akibat cuaca dingin saat peluncuran.
Namun, bencana itu bisa dihindari jika NASA tidak meluncurkan Challenger pada hari yang sangat dingin, menurut wawancara NPR dengan salah satu insinyur pesawat ulang-alik.
Meski sang insinyur menyalahkan dirinya sendiri karena tidak meyakinkan NASA dan para manajer tingkat tinggi mengenai bahaya yang ditimbulkan oleh cuaca dingin, penyelidikan lebih lanjut menemukan bahwa kecelakaan itu timbul akibat permasalahan jangka panjang.
Laporan Dewan Perwakilan Rakyat AS dari Komite Sains dan Teknologi menyimpulkan, tragedi Challenger merupakan kegagalan jangka panjang dalam protokol keselamatan.
Ledakan Challenger mengubah program pesawat ulang-alik. Rencana untuk menerbangkan warga sipil ke luar angkasa (seperti guru atau jurnalis) ditunda hingga 22 tahun berikutnya.
Baru pada tahun 2007 warga sipil kembali terbang dengan pesawat ulang-alik. Ia adalah Barbara Morgan, astronot cadangan McAuliffe, yang terbang dengan Endeavour.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.