KOMPAS.com - Sentimen terhadap pengungsi Rohingya di Aceh menggiring pada sebaran informasi keliru di media sosial.
Sementara itu, hoaks politik yang menyerang kandidat capres-cawapres terus bermunculan.
Ada pula hoaks soal tanaman bionik, video kemunculan harimau, sampai permintaan untuk membebaskan terpidana kasus korupsi.
Agar mudah mengetahui mana hoaks atau bukan, berikut rangkuman penelusuran fakta dari sejumlah informasi keliru yang beredar pekan lalu.
Akun media sosial mengatasnamakan Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) di Indonesia mengunggah sejumlah pernyataan soal pengungsi Rohingya.
Ratusan pengungsi Rohingya berlabuh di Aceh pada November 2023, tetapi sempat ditolak. Bahkan, sempat ada aksi dari Mahasiswa Pemuda Peduli Aceh (MPPA) yang menyatakan penolakan terhadap pengungsi Rohingya.
Kendati demikian, UNHCR Indonesia tidak pernah mengeluarkan pernyataan agar Pemerintah Indonesia memberikan tempat tinggal dan status penduduk bagi pengungsi Rohingya.
Dari hasil penelusuran Kompas.com, UNHCR justru menyatakan akan membantu pemerintah dalam menangani dan mencari solusi bagi pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar.
Video mikroskopis sebuah daun dengan duri halus yang mampu menembus kulit manusia, diklaim sebagai tanaman bionik baru mengandung nanopartikel.
Padahal daun itu dari tamanan jelatang atau Laportea ducumana, yang merupakan daun gatal. Daun ini dikenal bermanfaat untuk pengobatan tradisional di Papua.
Secara alami daun jelatang memiliki kandungan kimiawi yang membuat gatal jika terkena kulit.
Dari hasil penelusuran Kompas.com, video yang beredar tidak ada kaitannya dengan pengembangan nanoteknologi maupun bionik.
Tersiar video kemunculan harimau yang diklaim ditemukan di Bandung. Dalam unggahan lain, diklaim ditemukan di Madura.
Padahal video yang beredar diambil di Desa Marancar Godang, Kecamatan Marancar, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.
Harimau itu muncul di sekitar lokasi pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Kecamatan Marancar.