KOMPAS.com - Demonstrasi menuntut reformasi berlangsung di beberapa wilayah pada Mei 1998. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menjadi pemicunya.
Pada 19 Mei 1998, puluhan ribu mahasiswa menduduki gedung DPR/MPR.
Diberitakan Harian Kompas edisi 20 Mei 1998, sejak pagi mahasiwa berdatangan ke Kompleks Parlemen secara bergelombang.
Kebanyakan mahasiswa datang menggunakan bus carteran dan bus resmi universitas masing-masing.
Baca juga: Kekecewaan Soeharto ketika Ditinggalkan 14 Menteri...
Situasi pengamanan di DPR pada 19 Mei cukup longgar. Berbeda dengan aksi sehari sebelumnya, kawasan Parlemen dijaga ketat aparat keamanan.
Bahkan, ojek pun bisa mengantar mahasiswa sampai ke dalam Kompleks DPR. Penjagaan yang longgar, membuat mahasiswa secara leluasa naik ke kubah gedung DPR.
Di sana mereka memasang spanduk panjang yang meminta Presiden Soeharto segera mundur dari jabatannya.
Dalam aksi itu, 100 orang lebih mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan 30 dokter spesialis turut berjaga di sekitar lokasi demonstrasi.
Mereka bersiaga memberikan pertolongan jika dibutuhkan. Selain itu, disediakan pula 15 ambulans.
Selain mahasiswa, sejumlah tokoh hadir dalam aksi tersebut. Mereka sempat melakukan dialog dan diskusi dengan mahasiswa yang berunjuk rasa.
Beberapa tokoh yang kala itu hadir yakni pakar hukum tata negara Prof Dr Sri Soemantri, tokoh Malari dr Hariman Siregar, dan Sukmawati Soekarnoputri.
Ada pula Guruh Soekarnoputra, tokoh HAM HJ Princen, Ketua Komite Nasional Indonesia Untuk Reformasi Supeni, serta lainnya.
Baca juga: Kala 14 Menteri Mundur Jelang Kejatuhan Soeharto...
Mahasiswa pengunjuk rasa di gedung DPR/MPR sempat tegang ketika pukul 10.30 WIB datang sekitar 300 orang dari beberapa organisasi.
Mereka berasal dari Pemuda Pancasila, Forum Putra-Putri Purnawirawan dan ABRI (FKPPI), Panca Marga, Ikatan Pencak Silat Indonesia, Ulama Madura, dan Pendekar Banten.
Mereka datang dengan membawa spanduk yang berisi dukungannya terhadap Presiden Soeharto serta menolak Sidang Istimewa MPR.