Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembubaran Pemerintah Tibet oleh Otoritas China pada 28 Maret 1959

Kompas.com - 28/03/2023, 15:09 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Aneksasi Tibet oleh China dimulai pada 1949, melalui serangkaian operasi militer dan tekanan politik.

Otoritas China menganggap integrasi Tibet sebagai langkah strategis untuk keamanan negara, khususnya di perbatasan barat daya.

Enam puluh empat tahun lalu, pada 28 Maret 1959, otoritas China membubarkan pemerintah Tibet yang dikepalai Dalai Lama.

Sejak saat itu, Tibet menyandang status sebagai Daerah Otonomi setingkat provinsi dari Republik Rakyat China.

Kendati demikian, status itu masih menjadi kontroversi karena sebagian pihak menganggap Tibet merupakan negara berdaulat yang diduduki secara ilegal oleh China.

Baca juga: Dampak Perubahan Iklim, Cadangan Air di Dataran Tinggi Tibet Diprediksi Turun Drastis pada 2050

Pemerintah Tibet dibubarkan

Dikutip dari jurnal The Tibetan Rebellion of 1959 and China’s Changing Relations with India and the Soviet Union (2006), pembubaran pemerintah Tibet berawal dari aksi protes terhadap otoritas China di ibu kota Lhasa pada 10 Maret 1959.

Protes rakyat Tibet itu berkembang menjadi pemberontakan terhadap otoritas China yang telah menduduki Tibet sejak 23 Mei 1951 berkat Perjanjian Tujuh Belas Poin.

Inti perjanjian itu adalah Tibet mengakui dan bersedia bergabung dengan Republik Rakyat China.

Di sisi lain, China memberikan otonomi kepada Tibet untuk mempertahankan sistem pemerintahan tradisional di bawah kepemimpinan Dalai Lama.

Setelah perjanjian ditandatangani, otoritas China mulai menempatkan personel administratif dan militer mereka di Tibet guna memastikan kesepakatan tersebut terlaksana.

Namun, kehadiran para personil itu meningkatkan ketegangan di Tibet. Aksi protes berulang kali dilakukan oleh rakyat Tibet dan puncaknya terjadi pada 10 Maret 1959 di ibu kota Lhasa.

Baca juga: Setengah China Dilanda Kekeringan, Sentuh Dataran Tinggi Tibet

Otoritas China awalnya memerintahkan Tentara Pembebasan Rakyat (TPR) untuk bersikap defensif terhadap pemberontakan yang terjadi.

Sepuluh hari kemudian, pada 20 Maret 1959, instruksi itu berubah dan TPR diperintahkan memberangus segala bentuk pemberontakan.

Selama pekan berikutnya, TPR menyapu bersih perlawanan di Lhasa dan di wilayah lainnya.

Pada 28 Maret 1959, otoritas China mengumumkan pembubaran Kashag (pemerintahan lokal Tibet) dan menunjuk "Komite Persiapan Daerah Otonomi Tibet" sebagai pemegang kekuasaan.

Otoritas China juga mengajak rakyat Tibet untuk bersatu dan membangun tatanan baru Tibet yang bercorak demokrasi dan sosialisme.

Tiga hari kemudian, pada 31 Maret 1959, pemimpin Tibet Dalai Lama dan pengikutnya melintasi perbatasan untuk mencari suaka di India.

Dalai Lama telah meninggalkan Tibet sejak 17 Maret 1959 untuk menyelamatkan diri dari upaya pembunuhan oleh otoritas China.

Upaya mencari suaka itu diikuti oleh rakyat Tibet lainnya. Pada akhir Mei 1959, tercatat sebanyak 7.000 orang Tibet masuk ke India untuk mencari suaka.

Pada 29 April 1959, Dalai Lama mendirikan pemerintahan eksil Tibet di bukit Mussoorie di India utara, yang kemudian dipindahkan pada Mei 1960 ke Dharamshala, tempat tinggalnya.

Selama enam dekade terakhir, pemerintahan eksil Central Tibetan Administration (CTA) dan rakyat Tibet di bawah kepemimpinan Dalai Lama telah melakukan gerakan tanpa kekerasan untuk mendapatkan kembali kebebasan dan martabat mereka yang hilang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[KLARIFIKASI] Video Tsunami di Jepang pada 2011, Bukan 2024

[KLARIFIKASI] Video Tsunami di Jepang pada 2011, Bukan 2024

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Perkelahian Antarpekerja Berlokasi di Afrika Barat

[KLARIFIKASI] Video Perkelahian Antarpekerja Berlokasi di Afrika Barat

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Prabowo Tawarkan Bantuan melalui WhatsApp

[HOAKS] Prabowo Tawarkan Bantuan melalui WhatsApp

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

[HOAKS] Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Wasit Terbukti Curang, Laga Indonesia Vs Guinea Diulang

[HOAKS] Wasit Terbukti Curang, Laga Indonesia Vs Guinea Diulang

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Venus Dibuat Pakai Bahasa Pemrograman dan Photoshop

[KLARIFIKASI] Foto Venus Dibuat Pakai Bahasa Pemrograman dan Photoshop

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Hoaks! FIFA Angkat Bicara soal Wasit VAR Indonesia Vs Uzbekistan

[VIDEO] Hoaks! FIFA Angkat Bicara soal Wasit VAR Indonesia Vs Uzbekistan

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Bisakah DPR Menolak Pindah ke IKN dan Tetap Berkedudukan di Jakarta?

INFOGRAFIK: Bisakah DPR Menolak Pindah ke IKN dan Tetap Berkedudukan di Jakarta?

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Tidak Benar 'Time' Tampilkan Donald Trump Bertanduk di Sampul Majalah

INFOGRAFIK: Tidak Benar "Time" Tampilkan Donald Trump Bertanduk di Sampul Majalah

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Benarkah Ada Fenomena Bulan Kembar di Pegunungan Arfak?

[VIDEO] Benarkah Ada Fenomena Bulan Kembar di Pegunungan Arfak?

Hoaks atau Fakta
Fakta Vaksin AstraZeneca: Efektivitas, Keamanan, dan Penggunaan di Indonesia

Fakta Vaksin AstraZeneca: Efektivitas, Keamanan, dan Penggunaan di Indonesia

Data dan Fakta
Pemberantasan Wabah Cacar, dari Teknik Kuno hingga Penemuan Vaksin

Pemberantasan Wabah Cacar, dari Teknik Kuno hingga Penemuan Vaksin

Sejarah dan Fakta
Berbagai Manipulasi Video Figur Publik Promosikan Judi 'Online'

Berbagai Manipulasi Video Figur Publik Promosikan Judi "Online"

Hoaks atau Fakta
Peristiwa Cimanggis 1998, Upaya Reformasi dan Menumbangkan Orde Baru

Peristiwa Cimanggis 1998, Upaya Reformasi dan Menumbangkan Orde Baru

Sejarah dan Fakta
[HOAKS] Prabowo Akan Menikahi Sofiatun Gudono pada 20 Mei

[HOAKS] Prabowo Akan Menikahi Sofiatun Gudono pada 20 Mei

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com