Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gempa Turkiye Dipicu Pergerakan Tiga Lempeng, Bukan Serangan Sistemik

Kompas.com - 10/02/2023, 19:20 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

KOMPAS.com - Disinformasi mengenai penyebab gempa di Turkiye dan Suriah beredar di media sosial.

Narasi yang disebar, bencana itu terjadi karena serangan sistemik untuk melawan orang-orang Kurdi.

Narasi itu ditemukan di akun Instagram ini, Facebook ini, ini, dan ini. Sebagian besar menyertakan tangkapan layar unggahan Truth, media sosial yang didirikan mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Berikut narasi salah satu akun yang diunggah pada Selasa (7/2/2023) dalam terjemahan bahasa Indonesia:

Menurut sumber langsung yang saya miliki di Istanbul, Turkiye "gempa bumi" ini merupakan serangan sistemik terhadap orang-orang Kurdi yang anti-Islam. Ini adalah tahun pemilu dan Presiden Recep Tayyip Erdogan tidak ingin kehilangan kekuasaan. Kota-kota yang terkena dampak "gempa bumi" adalah wilayah utama Kurdi: Gaziantep, Antakya, Diyarbakir, Urfa, Kahramanmaras, Tunceli, dan Iskenderun. Saluran gas dan jalan hancur — tidak ada yang bisa masuk; mereka tidak mengizinkan pengiriman Kargo atau DHS atau ambulans. Orang ini memperingatkan agar tidak memberikan uang apa pun kepada Elon Musk atau kelompok besar saat ini karena uang yang disumbangkan akan masuk ke Turkiye dan pemerintah, bukan ke Kurdi.

Narasi itu bahkan memuat propaganda yang menggiring orang-orang agar tidak memberi donasi kepada korban bencana.

Konteks politik

Dikutip dari Politifact, Senin (6/2/2023), Kurdi merupakan salah satu masyarakat adat di Timur Tengah yang sebagian besar menganut Islam Sunni.

Menurut laporan New York Times, pada 2014, koalisi internasional yang dipimpin oleh AS bermitra dengan pasukan Kurdi untuk melawan kebangkitan kelompok teroris dan ISIS di Suriah.

Sementara di Turkiye, kelompok ekstremis yang juga melibatkan orang Kurdi telah melakukan pemberontakan terhadap pemerintah, termasuk di masa kepemimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan.

Salah satu tujuan pemberontakannya adalah memperjuangkan kemerdekaan atas orang-orang Kurdi.

Kendati demikian, semua pergulatan politik dalam dan luar negeri tersebut tidak membenarkan klaim bahwa gempa yang terjadi adalah serangan buatan manusia.

Penyebab gempa

Gempa bumi pada Senin (6/2/2023) yang melanda wilayah Turkiye dan Suriah telah menelan 20.000 korban jiwa dan diperkirakan masih terus bertambah.

Menurut Survei Geologi AS (USGS), gempa berkekuatan M 7,8 berlangsung selama sekitar 75 detik, seperti dikutip dari Washington Post, Selasa (7/2/2023).

Muncul gempa susulan berkekuatan M 7,5 dalam kurun kurang dari sembilan jam dan gempa susulan lainnya.

Kendati demikian, gempa berkekuatan M 7,8 dan M 7,5 terjadi di dua patahan berbeda.

Gempa bermagnitudo 7,8 dipicu oleh dua patahan yang bergerak menyamping terhadap satu sama lain, atau sebuah strike slip.

Pergeseran yang terjadi akibat tekanan kuat dan terus terakumulasi hingga batas tertentu ini kemudian memicu gempa lainnya berkekuatan M 7,5 di sesar berbeda.

"Gempa susulan tidak harus berada di patahan asli, tetapi karena gempa kedua mendekati gempa pertama, gempa ini menonjol dan bukan gempa susulan biasa," ujar seismolog Judith Hubbard.

Dari data seismograf yang tercatat di berbagai negara, serta analisis USGS, gempa di Turkiye merupakan bencana alam.

Tidak ditemukan adanya campur tangan manusia atau kubu politik tertentu atas penyebab terjadinya bencana tersebut.

Bantahan ahli gempa

Ahli geofisika sekaligus juru bicara USGS, Lisa Wald menjelaskan, gempa yang terjadi di Turkiye merupakan gempa tektonik. Pusat gempa merupakan wilayah yang rawan.

Dia menjelaskan, gempa terjadi akibat lempeng-lempeng yang ujung-ujungnya terkunci bergerak lambat dalam waktu yang lama.

Aktivitas itu membuat lempeng mengalami gesekan dan ujung-ujung lempeng bergeser.

"Daerah yang sangat aktif secara seismik karena berada di wilayah batas lempeng dari tiga lempeng tektonik yang berbeda," ujarnya, dilansir Politifact.

Adapun tiga lempeng tektonik bertemu di wilayah Turki, yakni lempeng Arab, Anatolia, dan Afrika.

Seismolog di National Earthquake Information Center Colorado, Yaareb Altaweel mengatakan, ketika bersinggungan, lempeng tersebut menghasilkan gesekan dan tekanan yang dilepaskan sebagai gempa bumi.

Manusia memang dapat memicu gempa, tetapi tidak sebesar yang terjadi di Turkiye belakangan.

Gempa yang dibuat manusia melibatkan aktivitas pertambangan permukaan hingga bawah tanah, serta injeksi cairan ke dalam formasi bawah tanah.

Narasi mengenai gempa yang terjadi adalah serangan sistemik merupakan disinformasi yang menyesatkan.

Disinformasi semacam itu berbahaya karena dapat menghalangi penyaluran bantuan kepada para korban, baik berupa dana maupun dukungan lainnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[HOAKS] Suporter Indonesia Kumandangkan Takbir Jelang Laga Lawan Irak

[HOAKS] Suporter Indonesia Kumandangkan Takbir Jelang Laga Lawan Irak

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Bansos Tunai Rp 175 Juta Mengatasnamakan Kemensos

[HOAKS] Bansos Tunai Rp 175 Juta Mengatasnamakan Kemensos

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Ini Bukan Pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi

[KLARIFIKASI] Foto Ini Bukan Pemakaman Presiden Iran Ebrahim Raisi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Modus Baru Mencampur Gorengan dengan Narkoba

[HOAKS] Modus Baru Mencampur Gorengan dengan Narkoba

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Aturan Pelarangan TikTok di Berbagai Negara, Simak Alasannya

INFOGRAFIK: Aturan Pelarangan TikTok di Berbagai Negara, Simak Alasannya

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Kenaikan Tarif Listrik, Simak Bantahannya

INFOGRAFIK: Beredar Hoaks Kenaikan Tarif Listrik, Simak Bantahannya

Hoaks atau Fakta
Toni Kroos dan Cerita Sepatu Istimewanya...

Toni Kroos dan Cerita Sepatu Istimewanya...

Data dan Fakta
[KLARIFIKASI] Konteks Keliru Terkait Video Helikopter Medevac AS

[KLARIFIKASI] Konteks Keliru Terkait Video Helikopter Medevac AS

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Penerapan Denda Rp 500 Juta pada Pengobatan Alternatif

[HOAKS] Penerapan Denda Rp 500 Juta pada Pengobatan Alternatif

Hoaks atau Fakta
Fakta-fakta Terkait Insiden Turbulensi Pesawat Singapore Airlines

Fakta-fakta Terkait Insiden Turbulensi Pesawat Singapore Airlines

Data dan Fakta
[KLARIFIKASI] Konteks Keliru soal Video Ronaldo Sapa Suporter Timnas Indonesia

[KLARIFIKASI] Konteks Keliru soal Video Ronaldo Sapa Suporter Timnas Indonesia

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Video Detik-detik Helikopter Presiden Iran Jatuh

[HOAKS] Video Detik-detik Helikopter Presiden Iran Jatuh

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Rekaman Suara Sri Mulyani Marahi Pegawai Bea Cukai

[HOAKS] Rekaman Suara Sri Mulyani Marahi Pegawai Bea Cukai

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Turbulensi Pesawat ALK, Bukan Singapore Airlines

[KLARIFIKASI] Video Turbulensi Pesawat ALK, Bukan Singapore Airlines

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Donald Trump Pakai Helm dan Seragam Militer

[HOAKS] Foto Donald Trump Pakai Helm dan Seragam Militer

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com