Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Ada Ancaman Penjara terhadap LGBT Dalam KUHP?

Kompas.com - 08/12/2022, 20:00 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang disahkan DPR pada Selasa (6/12/2022) tidak secara spesifik mengatur ancaman pidana terhadap orientasi seksual sesama jenis.

Satu-satunya pasal yang mengatur pidana perilaku sesama jenis termaktub dalam Pasal 414 tentang Percabulan, yang berbunyi sebagai berikut:

Setiap Orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya:

  1. di depan umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori III;
  2. secara paksa dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun; atau
  3. yang dipublikasikan sebagai muatan Pornografi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.

Namun, Human Rights Watch (HRW) menilai keberadaan Pasal 411 ayat (1) yang membuat hubungan seks di luar nikah dapat dikenai ancaman pidana turut berdampak pada kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Pasal 411 ayat (1) berbunyi sebagai berikut:

Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

Ancaman pidana tersebut baru dapat berlaku apabila ada pihak yang mengadukan atau dengan kata lain delik aduan.

Bagi yang sudah menikah, maka pihak yang berhak mengadukan adalah pasangan mereka, yakni suami atau istri. Sedangkan bagi mereka yang tidak terikat pernikahan, maka yang bisa mengadukan adalah orangtua atau anaknya.

Pasal tersebut tidak secara khusus menyebutkan soal homoseksual, namun perkawinan sesama jenis tidak diakui secara hukum di Indonesia.

Dengan demikian pasal tersebut berpotensi mengkriminalisasi perilaku seksual sesama jenis atau LGBT, sebab ada kemungkinan pengaduan dari keluarga yang tidak menyetujui hubungan tersebut.

HRW menyebutkan, ini adalah pertama kalinya dalam sejarah Indonesia bahwa perilaku seks sesama jenis konsensual dilarang oleh undang-undang.

Ancaman dari living law

Ancaman terhadap kelompok LGBT juga datang dari Pasal 2 KUHP yang menyatakan bahwa pemerintah akan mengakui living law atau hukum yang hidup di masyarakat.

HRW mengatakan, pasal tersebut dapat diartikan mencakup peraturan hukum adat (hukum pidana adat) dan syariah (hukum Islam) di tingkat lokal.

Menurut HRW, Indonesia memiliki ratusan peraturan daerah yang diilhami syariah dan peraturan lain yang mendiskriminasi perempuan, agama minoritas, dan kelompok LGBT.

Peraturan-peraturan itu seperti jam malam untuk perempuan, khitan perempuan, dan kewajiban memakai jilbab. Banyak dari peraturan itu juga mendiskriminasi kelompok LGBT.

Karena tidak ada daftar resmi “hukum yang hidup” di Indonesia, Pasal 2 KUHP dapat digunakan untuk mengadili berdasarkan peraturan daerah yang dinilai diskriminatif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[HOAKS] Timnas Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade Paris 2024

[HOAKS] Timnas Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade Paris 2024

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Evakuasi Warga Palestina dari Gaza Utara, Bukan Rafah

[KLARIFIKASI] Video Evakuasi Warga Palestina dari Gaza Utara, Bukan Rafah

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Timnas Sepak Bola Indonesia Resmi Lolos Olimpiade Paris 2024

[HOAKS] Timnas Sepak Bola Indonesia Resmi Lolos Olimpiade Paris 2024

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Konten Satire Perlihatkan Wajah Hawa Mirip Taylor Swift

INFOGRAFIK: Konten Satire Perlihatkan Wajah Hawa Mirip Taylor Swift

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Foto Perlihatkan McDonald's Terbengkalai, Simak Penjelasannya

INFOGRAFIK: Hoaks Foto Perlihatkan McDonald's Terbengkalai, Simak Penjelasannya

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Tsunami di Jepang pada 2011, Bukan 2024

[KLARIFIKASI] Video Tsunami di Jepang pada 2011, Bukan 2024

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Perkelahian Antarpekerja Berlokasi di Afrika Barat

[KLARIFIKASI] Video Perkelahian Antarpekerja Berlokasi di Afrika Barat

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Prabowo Tawarkan Bantuan melalui WhatsApp

[HOAKS] Prabowo Tawarkan Bantuan melalui WhatsApp

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

[HOAKS] Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Wasit Terbukti Curang, Laga Indonesia Vs Guinea Diulang

[HOAKS] Wasit Terbukti Curang, Laga Indonesia Vs Guinea Diulang

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Venus Dibuat Pakai Bahasa Pemrograman dan Photoshop

[KLARIFIKASI] Foto Venus Dibuat Pakai Bahasa Pemrograman dan Photoshop

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Hoaks! FIFA Angkat Bicara soal Wasit VAR Indonesia Vs Uzbekistan

[VIDEO] Hoaks! FIFA Angkat Bicara soal Wasit VAR Indonesia Vs Uzbekistan

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Bisakah DPR Menolak Pindah ke IKN dan Tetap Berkedudukan di Jakarta?

INFOGRAFIK: Bisakah DPR Menolak Pindah ke IKN dan Tetap Berkedudukan di Jakarta?

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Tidak Benar 'Time' Tampilkan Donald Trump Bertanduk di Sampul Majalah

INFOGRAFIK: Tidak Benar "Time" Tampilkan Donald Trump Bertanduk di Sampul Majalah

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Benarkah Ada Fenomena Bulan Kembar di Pegunungan Arfak?

[VIDEO] Benarkah Ada Fenomena Bulan Kembar di Pegunungan Arfak?

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com