KOMPAS.com - Gedung Sarekat Islam Semarang menjadi saksi sejarah kemerdekaan Indonesia.
Sejumlah tokoh pernah beraktivitas di sana, salah satunya Tan Malaka yang dijuluki Bapak Republik Indonesia.
Pertemuan Tan Malaka dan Semaoen pertama kali terjadi pada Kongres Sarekat Islam di Yogyakarta pada Maret 1921.
Setelah berkenalan, Semaoen mengajak Tan Malaka ke Semarang dan sepakat membangun sekolah untuk rakyat.
Bersama Semaoen, Ketua Sarekat Islam Semarang, Tan Malaka mengelola sekolah yang diberi nama SI School. Tan Malaka pun dipercaya menjadi pemimpinnya.
Baca juga: Tan Malaka, Pahlawan Nasional dan Bapak Republik yang Terlupakan...
Sejarawan Universitas Negeri Semarang (Unnes), Tsabit Azinar Ahmad menjelaskan, ketangkasan Semaoen dalam memimpin Sarekat Islam Semarang membuat Tan Malaka tertarik datang ke Semarang. Saat itu, Sarekat Islam Semarang berhaluan komunisme.
"Pintarnya Semaoen juga yang menarik minat dari Tan Malaka untuk masuk ke situ. Jadi gerakannya (Sarekat Islam Semarang) itu rapi kemudian tepat sasaran," ujar Tsabit, saat diwawancarai, Minggu (2/10/2022).
Berpuluh-puluh tahun berlalu, gedung yang digunakan sebagai tempat belajar para siswa SI School masih bertahan.
Gedung tersebut berlokasi di tengah permukiman warga Kampung Gendong, Kelurahan Sarirejo, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang.
Namun beberapa warga sekitar yang ditemui Kompas.com tidak mengetahui bahwa gedung tersebut pernah digunakan sebagai sekolah oleh Tan Malaka.
Ketika Kompas.com menanyakan terkait sejarah Gedung Sarekat Islam Semarang, kebanyakan menjawab bahwa gedung tersebut lekat dengan stigma Partai Komunis Indonesia (PKI).
Konon, Gedung Sarekat Islam Semarang pernah akan dirobohkan. Namun rencana tersebut urung terealisasi setelah gedung itu dipugar dan dijadikan cagar budaya pada 2014.
Baca juga: Menengok Gedung Sarekat Islam di Semarang, Rekam Jejak Perjuangan Tan Malaka hingga DN Aidit
Pemugaran Gedung Sarekat Islam secara tidak langsung menyelamatkan sejarah mengenai kiprah Tan Malaka membangun sekolah yang menentang sistem pendidikan barat Hollandsch Inlandsche School (HIS).
Dalam buku berjudul SI Semarang dan Onderwijs (1921), Tan Malaka menulis bahwa sistem SI School lebih baik dibadingkan dengan sekolah HIS yang kebarat-baratan. Menurut dia,budaya yang ada di SI School lebih cocok untuk anak pribumi.
“Bukan saja karena ongkos buat uang sekolah adalah lebih enteng, dan pengajaran ternyata lebih baik seperti keterangan anak-anak sendiri yang datang dari sekolah-sekolah partkulier, tetapi yang terutama sekali, karena hawa di sekolah SI lebih sehat dan lebih dekat pada watak dan sifat anak asal dari Timur,” tulis Tan Malaka, dikutip dari arsip terbitan Yayasan Massa, (1987), Senin (14/11/2022).