Selain itu, menurutnya, ada suporter memukul kepala polisi yang hendak menolong anak kecil, hingga menuduh bahwa suporter yang tewas mabuk karena berbau alkohol.
Setelah Kompas.com menelusuri pintu keluar 3, tidak ada penjual dawet di kawasan tersebut. Pegawai toko di sekitar lokasi itu juga bersaksi bahwa tidak pernah ada penjual dawet di situ.
Baca juga: Suprapti Sosok Penjual Dawet yang Sebar Hoaks Tragedi Kanjuruhan, Ternyata Kader PSI
Kemudian diketahui narasi rekaman itu bohong belaka. Suara penjual dawet dalam rekaman itu merupakan Suprapti Fauzi, kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kabupaten Malang.
Adapun Suprapti keluar dari PSI setelah rekaman itu terungkap dan sudah tidak menjadi pengurus partai sejak Juni 2020.
Tudingan terhadap suporter tak berhenti sampai situ.
Saat penyelidikan, polisi menyatakan telah menemukan puluhan botol yang diduga minuman keras (miras) milik suporter di Stadion Kanjuruhan.
Narasi mengenai suporter yang mabuk sebagai penyebab kerusuhan pun kembali menyerang.
Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Kabupaten Malang Nazaruddin Hasan T membantah soal temuan itu.
Ia mengatakan, puluhan botol dalam kardus di Stadion Kanjuruhan bukanlah miras melainkan obat hewan ternak untuk penyakit mulut dan kuku (PMK).
"Tempo hari beredar di media jika itu katanya minuman beralkohol. Namun ternyata botol-botol tersebut adalah obat hewan ternak," ungkap Nazaruddin, seperti dilaporkan Kompas.com, Rabu (12/10/2022).
Baca juga: Saat Temuan Komnas HAM Runtuhkan Narasi Miras di Tragedi Kanjuruhan
Pemuda pelopor binaan Dispora Kabupaten Malang mengikuti lomba dan menitipkan karya mereka di lobi resepsionis Dispora Kabupaten Malang, yang kantornya juga berada di area stadion. Botol-botol tersebut tidak sempat dipindahkan karena faktor kesibukan.
"Barang itu berada di resepsionis Kantor Dinas Pemuda dan Olahraga Kabupaten Malang sejak bulan Agustus. Akan dikirimkan oleh staf kami ke Jakarta dua kardus melalui jasa ekspedisi. Namun paket tidak mau menerima karena barang cair," jelasnya.
Polisi mengeklaim penggunaan gas air mata dalam skala tinggi tidak mematikan. Bahkan, menurut polisi, gas air mata bukan penyebab tewasnya 132 orang di Kanjuruhan.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo merujuk keterangan sejumlah ahli, yakni ahli kimia dan persenjataan sekaligus dosen di Universitas Indonesia dan Universitas Pertahanan, Mas Ayu Elita Hafizah.
Ada pula Guru Besar Universitas Udayana sekaligus ahli bidang Oksiologi atau Racun, Made Agus Gelgel Wirasuta.