KOMPAS.com - Urine atau air seni merupakan cairan atau limbah yang tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia. Namun, ada pengobatan yang disebut sebagai terapi urine, di mana praktik ini ada sejak ribuan tahun lalu.
Zat cair buangan yang terhimpun dalam kandung kemih ini dipercaya dapat mengatasi rambut rontok, HIV/AIDS, diabetes, tekanan darah, hingga penyakit kronis seperti kanker.
Namun, praktik meminum kencing tidak terbukti dapat menyembuhkan penyakit apa pun. Simak fakta-fakta berikut:
Australian Associated Press pada Kamis (25/8/2022), menemukan klaim yang beredar di media sosial soal air seni sebagai obat alami.
Disebutkan, meminun air seni dapat mencegah, mengendalikan, dan menyembuhkan segala macam penyakit kronis, seperti kanker, diabetes, tekanan dara, HIV/AIDS, gagal ginjal, distrofi otot, arthritis, psoriasis, rambut rontok, retardasi mental, dan cerebral palsy. Seperti yang diunggah di akun Facebook ini.
Klaim serupa juga beredar di Facebook setidaknya sejak 2017. Sementara, selama pandemi Covid-19, air kencing juga secara keliru diklaim dalam menyembuhkan penyakit ini.
Namun, klaim keliru soal manfaat minum air seni bagi kesehatan sudah ada sejak puluhan bahkan ribuan tahun lalu.
Contohnya, pada 1945, seorang naturopath Inggris bernama John W Armstrong, menulis buku tentang manfaat minum air seni sendiri.
Dia menyarankan bagi mereka yang sekarat untuk tidak makan atau minum apa pun kecuali kencingnya sendiri. Dia juga mengeklaim melumuri tubuh atau kulit dnegan kencing setiap hari dapat memberi manfaat.
Dilansir dari Healthline, 21 Maret 2018, beberapa penyakit lain yang diklaim dapat disembuhkan dengan air kencing adalah alergi, jerawat, infeksi, hidung tersumbat, senatan, dan ruam atau penyakit kulit lainnya.
Teks-teks Yunani, Roma, dan Mesir kuno memang mencatat bahwa penggunaan urine dan kotoran lainnya populer di abad pertengahan.
Teks-teks yoga India kuno dan dokumen-dokumen Cina kuno menggambarkan manfaat dari minum air seni sendiri, dan dapat diasumsikan bahwa orang-orang di Afrika, Amerika dan bagian lain dunia secara tradisional menggunakan urine untuk berbagai indikasi medis.
Kendati demikian, pseudosains membuat praktik ini masih dipercaya hingga abad ke-21. Sebuah studi pada 2010 mencatat, dari hasil pencarian terapi urine di Google ditemukan hampir 100.000 hits pencaran dan lebih dari 150 video tentang subjek tersebut.
Di sisi lain, pemberian urine pada bayi dan anak kecil yang demam dan kejang sebagai terapi tradisional yang mungkin mendapatkan popularitas karena meningkatnya kemiskinan dan kesenjangan akses kesehatan.
Urine sebagian besar terdiri atas air, urea sekitar 25 g/hari, asam urat 1 g/hari, kreatinin 1,5g, berbagai elektrolit 10 g/hari yang sebagian besar NaCl, fosfat dan asam organik 3 g/hari, sejumlah kecil protein 40-80mg/hari, dan sebagian besar adalah albumin.