Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

28 Juli 1868: Amandemen ke-14 Konstitusi AS, Penghapusan Diskriminasi

Kompas.com - 28/07/2022, 19:00 WIB
Ahmad Suudi,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Komunitas kulit hitam Afrika-Amerika terlibat dalam Perang Saudara Amerika Serikat (AS) pada 1861-1865, untuk membebaskan diri dari perbudakan yang mengikat mereka.

Dilansir dari History.com, Kolonial Inggris akhirnya tersudut dan menyerah setelah Perancis masuk medan perang dan menjadikannya konflik internasional.

Namun setelah perang usai, tak ada payung hukum kuat di AS yang mengakui kewarganegaraan orang-orang Afrika-Amerika. Di tengah diskriminasi yang terus terjadi, status mereka tak jelas.

Presiden Andrew Johnson yang menjabat tepat di tahun perang berakhir menerima tanggung jawab untuk menyatukan bekas negara konfederasi dan memberi kebebasan pada orang-orang yang sebelumnya diperbudak.

Setelah perbudakan dihapuskan, pemerintah negara bagian Mississippi dan South Carolina menyusun aturan represif dan eksploitatif terhadap orang kulit hitam.

Sejumlah negara bagian lain mengikuti menyusun aturan serupa, agar para pemilik kebun mendapatkan tenaga dengan upah murah, yang kemudian disebut aturan Kode Hitam.

Kelonggaran yang diperlihatkan Johnson terhadap tingkah pejabat baru di negara-negara bagian Amerika Latin, dianggap berkontribusi dalam munculnya Kode Hitam.

Bahkan Johnson menolak Rancangan Undang-Undang (UU) Hak Sipil tahun 1866 yang berisi penghapusan perbudakan dan diskriminasi terhadap orang kulit hitam.

Kongres AS-lah yang tetap kukuh meratifikasi Amandemen ke-13 dan mengesahkan UU-nya, untuk menghapus perbudakan, dan melindungi hak-hak orang kulit hitam AS.

Strategi pengakuan kulit hitam

Thaddeus Stevens (1792–1868) menjadi salah satu anggota parlemen AS yang getol memperjuangkan penghapusan perbudakan dan pengakuan hak sipil bagi orang kulit hitam.

Setelah Amandemen ke-13 lolos menjadi aturan resmi, Stevens mendominasi parlemen selama masa rekonstruksi pasca revolusi itu, menginisiasi penggabungan beberapa proposal beleid, dan mendorong ratifikasi Amandemen ke-14.

Johnson kembali menentang Amandemen ke-14 namun lagi-lagi kalah suara dari mayoritas anggota kongres dari Partai Republik AS yang setuju untuk meratifikasinya pada akhir tahun 1866.

Penolakan terhadap Amandemen ke-14 juga datang dari berbagai negara bagian di AS selatan. Namun akhirnya Parlemen AS berhasil menundukkan mereka dan Amandemen ke-14 diratifikasi pada 28 Juli 1868 atau 154 tahun yang lalu.

Syarat bahwa hanya negara bagian yang meratifikasi Amandemen ke-14 yang boleh menempatkan perwakilannya di kongres berhasil memaksa mereka mengatakan setuju.

Tentara-tentara yang lanjut bertugas di bekas negara konfederasi juga menyatakan patuh, yang secara tidak langsung mendorong negara bagian untuk turut meratifikasi Amandemen ke-14.

Amandemen ke-14 mencakup pengakuan kewarganegaraan orang kulit hitam Afrika-Amerika, di mana hak-hak mereka dilindungi sebagaimana hak semua warga negara AS.

"Semua orang yang lahir atau dinaturalisasi di Amerika Serikat dan tunduk pada yurisdiksinya, adalah warga negara Amerika Serikat dan Negara (bagian) tempat mereka tinggal," bunyi kalimat pembuka Bagian Satu dari Amandemen ke-14.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[HOAKS] Timnas Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade Paris 2024

[HOAKS] Timnas Guinea Didiskualifikasi dari Olimpiade Paris 2024

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Evakuasi Warga Palestina dari Gaza Utara, Bukan Rafah

[KLARIFIKASI] Video Evakuasi Warga Palestina dari Gaza Utara, Bukan Rafah

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Timnas Sepak Bola Indonesia Resmi Lolos Olimpiade Paris 2024

[HOAKS] Timnas Sepak Bola Indonesia Resmi Lolos Olimpiade Paris 2024

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Konten Satire Perlihatkan Wajah Hawa Mirip Taylor Swift

INFOGRAFIK: Konten Satire Perlihatkan Wajah Hawa Mirip Taylor Swift

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks Foto Perlihatkan McDonald's Terbengkalai, Simak Penjelasannya

INFOGRAFIK: Hoaks Foto Perlihatkan McDonald's Terbengkalai, Simak Penjelasannya

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Tsunami di Jepang pada 2011, Bukan 2024

[KLARIFIKASI] Video Tsunami di Jepang pada 2011, Bukan 2024

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Perkelahian Antarpekerja Berlokasi di Afrika Barat

[KLARIFIKASI] Video Perkelahian Antarpekerja Berlokasi di Afrika Barat

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Prabowo Tawarkan Bantuan melalui WhatsApp

[HOAKS] Prabowo Tawarkan Bantuan melalui WhatsApp

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

[HOAKS] Foto Rihanna Hadiri Met Gala 2024

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Wasit Terbukti Curang, Laga Indonesia Vs Guinea Diulang

[HOAKS] Wasit Terbukti Curang, Laga Indonesia Vs Guinea Diulang

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Foto Venus Dibuat Pakai Bahasa Pemrograman dan Photoshop

[KLARIFIKASI] Foto Venus Dibuat Pakai Bahasa Pemrograman dan Photoshop

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Hoaks! FIFA Angkat Bicara soal Wasit VAR Indonesia Vs Uzbekistan

[VIDEO] Hoaks! FIFA Angkat Bicara soal Wasit VAR Indonesia Vs Uzbekistan

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Bisakah DPR Menolak Pindah ke IKN dan Tetap Berkedudukan di Jakarta?

INFOGRAFIK: Bisakah DPR Menolak Pindah ke IKN dan Tetap Berkedudukan di Jakarta?

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Tidak Benar 'Time' Tampilkan Donald Trump Bertanduk di Sampul Majalah

INFOGRAFIK: Tidak Benar "Time" Tampilkan Donald Trump Bertanduk di Sampul Majalah

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Benarkah Ada Fenomena Bulan Kembar di Pegunungan Arfak?

[VIDEO] Benarkah Ada Fenomena Bulan Kembar di Pegunungan Arfak?

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com