KOMPAS.com - Sejumlah lembaga pemeriksa fakta dan kelompok anti-hoaks di Indonesia berupaya mengidentifikasi tantangan apa yang akan dihadapi pada Pemilu 2024, terutama di ruang digital.
Pendiri sekaligus Presidium Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (Mafindo), Harry Sufehmi mengatakan, berkaca dari perhelatan pemilu di negara-negara lainnya, terbukti bahwa hoaks sangat berpengaruh terhadap hasil Pemilu.
"Dari tahun 2016 penggunaan media sosial untuk mengusik demokrasi, bahkan di negara yang disebut sebagai bapaknya demokrasi, Amerika Serikat," ujar Harry dalam diskusi Lawan Hoaks di Hotel Mercure Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/5/2022).
Diskusi ini digelar Mafindo bersama ICT Watch, serta menghadirkan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan sejumlah stakeholder digital lainnya.
Baca juga: Perbedaan Tren Hoaks pada Pemilu 2014 dan 2019
Harry melanjutkan, penggunaan media sosial yang berpengaruh terhadap hasil pemilu.
Pengaruh itu misalnya berupa propaganda, disinformasi, penggunaan bot, dan sebagainya yang memengaruhi persepsi masyarakat.
Selain Amerika Serikat, ada pada Pemilu Inggris.
Awal Februari 2017, Parlemen Inggris melalui pemungutan suara memutuskan untuk memulai proses resmi keluar dari Uni Eropa.
Inggris secara resmi keluar dari Uni Eropa atau yang sering disebut Brexit, pada Jumat (31/1/2020)
Pada Juni 2016, warga Inggris telah menentukan suara mereka untuk memutuskan keluar atau tetap dalam keanggotaan Uni Eropa.
Baca juga: Menyoal Klaim Luhut tentang Big Data Sebut 110 Juta Warganet Ingin Pemilu 2024 Ditunda
Harry menilai, hasil ini tidak lepas dari peran media sosial di masyarakat di tengah Pemilu.
"Pemilu Brexit ada manipulasi Pemilu besar-besaran sehingga Inggris keluar dari Uni Eropa," kata Harry.
Dia juga menyinggung mengenai hasil Pemilu di Filipina yang dipengaruhi oleh unggahan di TikTok dan Pemilu Brasil yang menggunakan grup-grup WhatsApp atau Telegram.
Berkaca dari perhelatan Pemilu di negara-negara tersebut, Mafindo ingin mengajak stakeholder untuk memetakan dan mengantisipasi tantangan disinformasi dan misinformasi yang kemungkinan dihadapi pada Pemilu 2024 mendatang.