KOMPAS.com - Pengusaha dan oligarch Rusia, Roman Abramovich mengalami gejala yang diduga disebabkan keracunan setelah mengikuti sebuah pertemuan di Kyiv, Ukraina pada awal Maret 2022.
Pertemuan tersebut digelar dalam rangka membicarakan perundingan damai antara Rusia dan Ukraina, yang sejak 24 Februari 2022 terlibat konflik bersenjata.
Selain Abramovich, dua orang negosiator perdamaian dari Ukraina juga dilaporkan mengalami gejala yang sama.
Mereka mengalami gejala seperti mata merah, dan pengelupasan kulit di bagian wajah dan tangan yang diduga akibat diracun.
Baca juga: Kiprah Roman Abramovich Saat Memegang Chelsea FC...
Dilansir dari The Wall Street Journal (WSJ), Senin (28/3/2022) Abramovich, pejabat Ukraina Rustem Umerov, dan seorang negosiator lainnya mengalami gejala-gejala tersebut usai mengikuti pertemuan di Kyiv pada 3 Maret 2022.
Beberapa sumber menuding pendukung Moskwa garis keras sebagai pihak yang bertanggung jawab di balik insiden tersebut.
Menurut sumber-sumber itu, kelompok tersebut mencoba menyabotase perundingan untuk mengakhiri perang antara Rusia dan Ukraina.
Namun, orang dekat Abramovich mengatakan bahwa pihaknya belum dapat memastikan siapa yang mengincar orang-orang yang hadir dalam perundingan di Kyiv.
Baca juga: Roman Abramovich Diduga Keracunan dalam Negosiasi Rusia-Ukraina, Disebut Alami Gangguan Penglihatan
Saat ini, kondisi Abramovich dan dua orang lainnya yang mengalami gejala keracunan telah membaik.
Namun, insiden tersebut memunculkan spekulasi mengenai motif, dan terutama dalang di balik dugaan peracunan kepada Abramovich serta dua negosiator Ukraina.
Christo Grozev, seorang investigator di situs investigasi independen Bellingcat, memimpin penyelidikan terkait dugaan peracunan Abramovich dan dua negosiator Ukraina.
Grozev sebelumnya terlibat dalam investigasi yang menghasilkan kesimpulan bahwa sebuah kelompok dari Kremlin telah meracuni tokoh oposisi Rusia Alexei Navalny pada 2020.
Bellingcat can confirm that three members of the delegation attending the peace talks between Ukraine and Russia on the night of 3 to 4 March 2022 experienced symptoms consistent with poisoning with chemical weapons. One of victims was Russian entrepreneur Roman Abramovich. https://t.co/DJaZ4CoL8J
— Bellingcat (@bellingcat) March 28, 2022
Hasil investigasi Bellingcat menyebutkan, Abramovich dan dua negosiator Ukraina yang diduga mengalami keracunan hanya mengonsumsi cokelat dan air, beberapa jam sebelum gejala muncul.
Abramovich dan dua negosiator Ukraina itu menuju sebuah apartemen di Kyiv pada 3 Maret 2022 malam, usai merampungkan pertemuan dan mulai merasakan sakit.
Hari berikutnya, 4 Maret 2022, rombongan tersebut bertolak dari Kyiv ke Lviv, dalam perjalanan menuju Polandia dan kemudian dilanjutkan ke Istanbul.
Grozev mengatakan, ia sempat melihat dan memeriksa foto-foto yang menunjukkan dampak dari keracunan yang dialami oleh Abramovich dan negosiator Ukraina.
Namun, ia menyebutkan bahwa pemeriksaan terhadap mereka yang diduga mengalami keracunan tidak dapat dilakukan di kota Lviv, Ukraina, di mana romobongan Abramovich dan negosiator Ukraina sedang dalamn perjalanan menuju Istanbul, Turki.
Menurut Grozev, terlalu banyak waktu berlalu sebelum racun itu dapat dideteksi oleh tim forensik Jerman, ketika tim tersebut pada akhirnya berhasil melakukan pemeriksaan.
"[Racun] itu tidak dimaksudkan untuk membunuh, itu hanya sebagai sebuah peringatan," kata Grozev.
Peringatan untuk tidak menghentikan perang
Dilansir dari BBC, Kamis (29/3/2022) pengamat keamanan global Frank Gardner, mengungkapkan pandangannya mengenai dugaan keracunan yang dialami Abramovich dan dua negosiator Ukraina.
Menurut Gardner, hasil pemeriksaan yang dilakukan pakar senjata kimia menyimpulkan bahwa insiden ini disebabkam oleh penggunaan zat kimia yang disengaja.
"Tapi kita tidak tahu siapa yang melakukannya. Tidak ada yang mengeklaim bertanggung jawab," kata Gardner.
Gardner mengatakan, sulit bagi orang-orang untuk tidak mengaitkan penyebab peristiwa ini dengan pemerintah Rusia.
"Tak bisa dipungkiri orang-orang akan menduga bahwa ini adalah pekerjaan GRU, badan intelijen militer Rusia, yang telah dipastikan oleh Inggris berada di belakang peracunan Novichok Salisbury pada 2018," ujar Gardner.
Ia mengatakan, sejauh ini Rusia belum memberikan komentar terkait dugaan peracunan yang dialami Abramovich dan dua negosiator Ukraina.
"Dan tidak ada bukti bahwa mereka bertanggung jawab," tuturnya.
Namun, menurut Gardner, seseorang sepertinya ingin mengirimkan peringatan kepada mereka yang terlibat dalam perundingan damai antara Rusia dan Ukraina.
"Ini bukan dosis yang mematikan, itu adalah sebuah peringatan," kata Gardner.
Gardner mengesampingkan pendapat dari sumber anonim pemerintah Amerika Serikat yang menyebutkan bahwa insiden itu disebabkan faktor lingkungan. Menurutnya hal itu janggal.
"Tidak ada orang lain yang mengalami gejala yang sangat serius ini. Pakar senjata kimia, Hamish De Bretton-Gordon, mengatakan kepada BBC bahwa sangat tidak mungkin faktor lingkungan ada hubungannya dengan itu [keracunan]," kata Gardner.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.