Atas laporan itu, Soekarno yang saat itu memimpin sidang kabinet lalu menyerahkan kepemimpinan kepada Wakil Perdana Menteri Johannes Leimena. Soekarno lalu memutuskan untuk terbang ke Bogor dengan helikopter.
Pada hari yang sama, Menpangad Letjen Soeharto meminta supaya Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah untuk mengatasi konflik yang terjadi.
Permintaan Soeharto disetujui Soekarno, yang kemudian mengeluarkan dan menandatangani Supersemar.
Baca juga: Naskah Asli Supersemar yang Masih Menjadi Misteri
Mandat dari Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto selaku Menpangad adalah:
Asvi Warman Adam menilai perintah Presiden Soekarno itu ditafsirkan berbeda oleh Menpangad Letjen Soeharto.
Berselang 24 jam setelah Supersemar keluar, Soeharto membubarkan PKI dan mengumumkan PKI sebagai partai terlarang.
Langkah tersebut diputuskan Soeharto melalui SK Presiden Nomor 1/3/1966 (12 Maret 1966) yang dibuatnya atas nama Soekarno selaku Presiden/Panglima Tertinggi ABRI/Mandataris MPRS/PBR.
Asvi mengatakan, Soekarno menganggap Soeharto keliru dalam menafsirkan perintah "mengambil segala tindakan yang dianggap perlu, untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya revolusi".
"Itu yang dijadikan dasar untuk pembubaran PKI. Jadi sangat sakti surat itu," tutur Asvi.
Baca juga: Jelang Lahirnya Supersemar, Soekarno Ketakutan Istana Dikepung Pasukan Liar
Soekarno, dalam penuturan Asvi, marah terhadap keputusan Soeharto. Surat keputusan untuk membubarkan PKI diminta Soekarno untuk segera dicabut.
"Soekarno melihat kekeliruan di situ, tapi Soeharto tetap melanjutkan yang dilakukannya," tutur Asvi.
Soeharto menolak perintah Soekarno untuk mencabut surat keputusan pembubaran PKI. Di titik inilah dugaan Supersemar menjadi "alat kudeta" muncul.