Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teori Konspirasi di Video Plandemic dan Hoaks Terlaris di Media Sosial

Kompas.com - 18/01/2022, 10:03 WIB
Penulis Tim Cek Fakta
|
EditorTim Cek Fakta

KOMPAS.com - Video konspirasi pertama di era Covid-19 bertajuk "Plandemic" menjadi hoaks paling laku di jagad media sosial.

Seperti banyak video konspirasi lainnya, "Plandemic" berusaha membuktikan bahwa pandemi hanyalah rencana dari komplotan elite rahasia, yang memanfaatkan krisis global sebagai kedok untuk mencari untung dan memperkuat kekuasaan mereka.

Terlepas dari konspirasi yang berusaha diusungnya, ruang digital, dalam hal ini media sosial, merupakan ruang terbuka yang mendukung kebebasan berekspresi.

Namun semua menjadi runyam ketika "Plandemic" dianggap sebagai kebenaran mutlak.

Baca juga: Kominfo: Hoaks Seputar Covid-19 Mengancam Keselamatan Jiwa Masyarakat

Terlebih ketika video ini diunggah jutaan kali di berbagai akun lintas platform, didukung dengan algoritma media sosial.

"Plandemic" menjadi berbahaya karena masyarakat menolak upaya penanganan pandemi berbasis sains dan bukti ilmiah. Pada tingkat paling fatal, tentu saja membahayakan nyawa kelompok rentan.

Menyebar cepat

IMBD mendeskripsikan "Plandemic" sebagai serial dokumenter yang menuduh koneksi dan konflik kepentingan antara media, industri medis, politik, dan industri keuangan selama pandemi Covid-19.

Video ini dibuat di Ojai, California, Amerika Serikat (AS) dan dirilis pada 4 Mei 2020.

Video berdurasi 26 menit ini menampilkan Judy Mikovits, mantan ilmuwan riset dan ahli teori konspirasi yang menyebut wabah virus corona merupakan rencana dari farmasi besar, Bill Gates dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Baca juga: Mengenal Infodemik, Misinformasi yang Menyebar Lebih Cepat dari Virus

Dia juga mengklaim bahwa Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular, yang dipimpin oleh Anthony Fauci, telah membungkam penelitiannya tentang vaksin yang melemahkan sistem kekebalan manusia dan membuatnya lebih rentan terhadap Covid-19.

Untuk melengkapi tuduhan itu, Mikovits mengklaim bahwa memakai masker bisa mengaktifkan virus corona.

Melansir The Verge, 12 Mei 2020, video "Plandemic" dengan cepat menyebar di media sosial, di tengah banyaknya informasi seputar Covid-19.

Satu versi video lengkap "Plandemic" di YouTube bahkan mencapai 7,1 juta view, sebelum akhirnya dihapus pada 6 Mei 2020.

Jumlah itu lebih dari cukup untuk menempatkannya di halaman trending teratas YouTube, kira-kira sebanyak penayangan video klarifikasi viral influencer (sekitar 8,6 juta view).

Ilustrasi virus corona di duniaKOMPAS.COM/Shutterstock/Ridersuperone Ilustrasi virus corona di dunia

Diwartakan The Guardian, 23 Mei 2020, produser video ini adalah Mikki Willis, yang namanya sampai sekarang kurang dikenal di kalangan sineas.

Video ini diunggah di Facebook, YouTube, Vimeo dan situs web terpisah yang dibuat untuk membagikan video tersebut.

Pada 11 Mei 2020, video itu telah dilihat lebih dari 8 juta kali di YouTube, Facebook, Twitter, dan Instagram, dan telah menghasilkan postingan lain di situs web dan media sosial yang tak terhitung banyaknya.

Baca juga: Joe Rogan Picu Kontroversi, Spotify Dituntut Tindak Tegas Misinformasi di Podcast

Hari itu, YouTube, Vimeo, dan Facebook menghapus video tersebut, dan secara teori video itu menghilang dari internet.

Kendati demikian, tindakan ini tidak serta merta menghilangkan teori konspirasi yang kadung beredar dan dipercaya.

Upaya debunking

Erin Gallagher, seorang peneliti media sosial yang berspesialisasi dalam visualisasi data, menggunakan CrowdTangle, alat milik Facebook untuk menganalisis unggahan publik, dan menyelidiki kapan "Plandemic" menjadi viral.

Dia menemukan bahwa unggahan tentang "Plandemic" paling sering muncul di grup Facebook yang ditujukan untuk QAnon, misinformasi anti-vaksin, dan teori konspirasi secara umum. Grup ini memiliki puluhan ribu anggota.

"Kedua platform berperan penting dalam menyebarkan informasi medis yang salah yang viral," ujar Gallagher.

YouTube dan Facebook akhirnya menghapus video tersebut, tetapi ada langkah berbeda yang diambil keduanya. Terutama dalam hal debunking atau sanggahan.

Sejak 2018 Facebook telah melakukan intervensi atau upaya pembatasan konten, untuk mencegah penyebaran misinformasi dan disinformasi.

Platform ini menyediakan informasi pengecekan fakta dari mitranya untuk postingan-postingan yang ditandai sebagai hoaks.

Pengguna akan melihat pop-up dari pemeriksa fakta independen dan banyak video dokter yang menyangkal klaimnya.

Sementara perusahaan YouTube mengatakan, sebagian besar penayangan "Plandemic" berasal dari situs eksternal di mana orang-orang menautkan video YouTube di situs tertentu.

Analisis Gallagher menunjukkan, sejumlah besar klik tersebut datang langsung dari Facebook.

Langkah yang diambil YouTube untuk sebaran semacam itu adalah memberikan peringatan bertuliskan bahwa “Plandemic” tidak direkomendasikan atau muncul tulisan "prominently" .

Belajar dari bagaimana cepatnya hoaks menyebar, Facebook, Google, dan Twitter mulai menambahkan berbagai label, peringatan, dan tautan ke sumber berita berkualitas dan organisasi kesehatan masyarakat terpercaya.

Puncak gunung es sebaran hoaks

Kita tidak bisa sepenuhnya mengandalkan upaya debunking. Bagaimanapun, ada batasan ranah privat di mana platform tidak bisa menjangkau grup pribadi atau percakapan pribadi pengguna.

Belum lagi video atau konten yang disimpan di perangkat, sehingga memungkinkan untuk diunggah berkali-kali, sebanyak apa pun upaya platform untuk menyanggahnya.

Hoaks dan teori konspirasi juga menyebar di ranah privat bahkan di luar jaringan (dari mulut ke mulut).

Hal ini menegaskan sesuatu yang telah kita ketahui setidaknya sejak 2016, yaitu bahwa teori konspirasi adalah mesin disinformasi paling kuat yang pernah ada.

Dan ketika para penyebar teori konspirasi berbicara soal medis, maka itu adalah "bisnis" yang sebenarnya.

Pengamat teori konspirasi Prof Eric Oliver, melakukan survei opini publik di AS, tentang tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Badan Obat dan Makanan AS (FDA) dan kaitannya dengan politik.

Hasilnya, 40 dari mereka yang disurvei setuju bahwa FDA dengan sengaja tidak mengeluarkan obat alami untuk kanker karena tekanan dari industri farmasi. Dan sokongan dari teori ini berasal dari berbagai spektrum politik Amerika.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Sederet Hoaks soal Kasus Korupsi BTS 4G yang Catut Nama Surya Paloh

Sederet Hoaks soal Kasus Korupsi BTS 4G yang Catut Nama Surya Paloh

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Jokowi Lantik Moeldoko sebagai Ketum Partai Demokrat

[HOAKS] Jokowi Lantik Moeldoko sebagai Ketum Partai Demokrat

Hoaks atau Fakta
[VIDEO] Beredar Hoaks SBY Ditangkap Polisi, Simak Penjelasannya

[VIDEO] Beredar Hoaks SBY Ditangkap Polisi, Simak Penjelasannya

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Beredar Konten Hoaks Pengusaha Jusuf Hamka Bagi-bagi Uang

INFOGRAFIK: Beredar Konten Hoaks Pengusaha Jusuf Hamka Bagi-bagi Uang

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Waspada Penipuan Bermodus Penawaran Dana Hibah Kementerian Agama

INFOGRAFIK: Waspada Penipuan Bermodus Penawaran Dana Hibah Kementerian Agama

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Roberto Firmino Resmi Gabung Persija

[HOAKS] Roberto Firmino Resmi Gabung Persija

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Hakim Sebut Jokowi Menang Pilpres 2 Periode dengan Curang

[HOAKS] Hakim Sebut Jokowi Menang Pilpres 2 Periode dengan Curang

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Erick Thohir Permalukan Anies Baswedan di Acara Televisi

[HOAKS] Erick Thohir Permalukan Anies Baswedan di Acara Televisi

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Koalisi Perubahan Telah Deklarasikan Khofifah sebagai Cawapres

[HOAKS] Koalisi Perubahan Telah Deklarasikan Khofifah sebagai Cawapres

Hoaks atau Fakta
[KLARIFIKASI] Video Ledakan Bendungan Nova Kakhovka pada November 2022

[KLARIFIKASI] Video Ledakan Bendungan Nova Kakhovka pada November 2022

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Deklarasikan Dukungan kepada Anies Baswedan

[HOAKS] Wakil Gubernur Jateng Taj Yasin Deklarasikan Dukungan kepada Anies Baswedan

Hoaks atau Fakta
Video Ramainya Masjid Nabawi Bukan Momen Haji, tapi Idul Fitri 2023

Video Ramainya Masjid Nabawi Bukan Momen Haji, tapi Idul Fitri 2023

Hoaks atau Fakta
[HOAKS] Jokowi Lantik Anies Baswedan Gantikan Johnny G Plate

[HOAKS] Jokowi Lantik Anies Baswedan Gantikan Johnny G Plate

Hoaks atau Fakta
INFOGRAFIK: Menilik Sejarah dan Perkembangan Permainan Tetris

INFOGRAFIK: Menilik Sejarah dan Perkembangan Permainan Tetris

Sejarah dan Fakta
INFOGRAFIK: Hoaks! Kejagung Tetapkan Gubernur Lampung Tersangka Kasus Korupsi

INFOGRAFIK: Hoaks! Kejagung Tetapkan Gubernur Lampung Tersangka Kasus Korupsi

Hoaks atau Fakta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com