KOMPAS.com – Calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto mengatakan, konflik yang ada di Papua rumit karena adanya gerakan separatisme dan campur tangan asing.
Hal itu disampaikan Prabowo ketika menjawab pertanyaan dari tim panelis mengenai konflik di Papua dalam debat pertama Pilpres 2024 di Kantor KPU RI, Jakarta, Selasa (12/12/2023).
"Masalah Papua adalah rumit karena di situ terjadi suatu gerakan separatisme dan gerakan ini kita sudah ikuti cukup lama. Kita melihat ada campur tangan asing di situ dan kita melihat bahwa kekuatan tertentu selalu ingin Indonesia disintegrasi dan pecah," ujar dia.
Benarkah apa yang disampaikan oleh Prabowo?
Untuk melihat apakah ada campur tangan negara lain dalam permasalahan Papua, hal pertama yang perlu diurai adalah sejauh mana dan apa definisi "campur tangan asing".
Dalam konteks diplomasi, campur tangan asing dipahami sebagai upaya intervensi. Secara umum, Persatuan Bangsa Bangsa menyatakan dalam piagamnya bahwa intervensi tidak dapat dilakukan terhadap urusan dalam negeri suatu negara.
Ketentuan ini tercantum dalam Pasal 2 Ayat 7 di Piagam PBB dan Statuta Mahkamah Internasional.
Jika melihat definisi, Wirjono Prodojodikoro menegaskan bahwa intervensi tidak dimaknai secara luas sebagai segala bentuk campur tangan negara asing dalam urusan satu negara.
Dia menyatakan bahwa intervensi dimaknai secara sempit lebih sempit, yaitu "Suatu campur tangan negara asing yang bersifat menekan dengan alat kekerasan (force) atau dengan ancaman melakukan kekerasan, apabila keinginannya tidak terpenuhi".
Jika melihat definisi tersebut, sejauh ini belum ada bukti (hard evidence) yang memperlihatkan intervensi asing terkait urusan Papua.
Meski demikian, terdapat sejumlah upaya diplomasi untuk mencari dukungan negara lain, yang dilakukan tokoh pembebasan Papua seperti Benny Wenda.
Benny Wenda bersama sejumlah politisi lintas negara mendeklarasikan Parlemen Internasional untuk Papua Barat (IPWP) di Gedung Parlemen Inggris di London pada 2008.
Kemudian, dikutip dari Kompas.id, ada sebuah negara yang cukup lantang mendukung Papua memisahkan diri dari Indonesia, yakni Vanuatu.
Negara yang terletak di kawasan Melanesia itu mendukung kemerdekaan Papua karena menilai Indonesia telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Dengan dasar itu, Vanuatu menyatakan bahwa pihaknya memberikan dukungan penuh untuk memastikan persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (United Liberation Movement of West Papua/ULMWP) mendapatkan keanggotaan di Melanesian Spearhead Group (MSG).
"Vanuatu perlu melakukan advokasi yang kuat dengan negara-negara MSG lainnya untuk memastikannya," kata pemimpin oposisi Vanuatu, Ralph Regenvanu, pada akhir 2021 lalu.
Sementara itu Dosen FEB UIN Syarief Hidayatullah sekaligus Peneliti Isu Korupsi dan Good Governance Zuhairan Yunmi Yunan menilai, tidak ada gerakan separatisme di Papua.
Separatisme, menurut Yunmi, justru kurang tepat dilabelkan kepada Papua. Sebab, mayoritas korban konflik atau kericuhan di sana adalah masyarakat sipil.
"Apa yang direspon terhadap Papua, yaitu keterkaitan konflik di papua dengan terorisme, merupakan pembelokan atas isu Papua, yaitu pelanggaran HAM atas prinsip kebebasan, yaitu kebebasan dari diskirminasi dan bebas dari kekerasan," kata Yumni dalam Kolaborasi Cek Fakta di Jakarta pada Selasa (12/12/2023).
Pernyataan Yumni turut didukung dengan Laporan Tahunan Komnas HAM tahun 2022. Dalam laporan itu, masyarakat Papua dilarang untuk berekspresi di muka umum.
Salah satunya ketika masyarakat Papua memperingati Hari HAM Sedunia pada 10 Desember 2023.
Dikutip dari Jubi.id, aksi damai yang dilakukan mahasiswa di Kabupaten Manokwari, Papua Barat, dibubarkan aparat kepolisian.
“Kebebasan berekspresi di Papua selalu dibatasi dan dibungkam oleh aparat kepolisian. Itu merupakan ancaman serius terhadap demokrasi dan bahkan bisa dibilang Papua tengah mengalami darurat demokrasi,” ujar Direktur Eksekutif Papuan Observatory for Human Rights (POHR), Thomas Ch Syufi, Selasa (12/12/2023).
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2023/12/14/173400882/cek-fakta-prabowo-sebut-konflik-di-papua-rumit-ada-campur-tangan-asing