KOMPAS.com - Dari balik jeruji penjara, Narges Mohammadi mengungkapkan tekadnya untuk tetap tinggal di Iran dan melanjutkan perjuangan mengampanyekan hak asasi manusia (HAM).
Dilansir The Guardian, perempuan berusia 51 tahun ini dinobatkan oleh Komite Nobel Norwegia sebagai penerima Hadiah Nobel Perdamaian 2023, pada Jumat (6/10/2023).
"Saya tidak akan pernah berhenti memperjuangkan terwujudnya demokrasi, kemerdekaan, dan kesetaraan," kata Mohammadi, dalam keterangan tertulis.
Mohammadi merupakan aktivis hak perempuan dan penghapusan hukuman mati serta perbaikan kondisi penjara di Iran.
Ia mengatakan, Hadiah Nobel Perdamaian memberinya harapan dan keyakinan bahwa ia berada di jalan yang benar.
Saat ini, ia menjalani hukuman 12 tahun di Penjara Evin, Teheran. Mohammadi divonis bersalah atas tuduhan menyebarkan propaganda melawan negara.
Selain itu, Mohammadi dilarang berbicara langsung dengan suami dan anak-anaknya selama 18 bulan terakhir.
Hadiah Nobel Perdamaian 2023 untuk Mohammadi juga dipandang sebagai dukungan untuk gerakan "Woman, Life, Freedom" di Iran.
Protes tersebut dipicu oleh kematian seorang perempuan muda Kurdi, Mahsa Amini, dalam tahanan polisi pada 16 September 2022, setelah ia ditangkap karena tidak mengenakan jilbab sesuai aturan negara.
Dalam pesan yang diterbitkan pada peringatan kematian Amini, Mohammadi menggambarkan hari itu sebagai catatan kelam penindasan rezim otoriter agama terhadap perempuan Iran.
Mohammadi adalah salah satu perempuan yang menyerukan agar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperluas definisi kejahatan kemanusiaan dengan memasukkan apartheid gender.
Pada Jumat (6/10/2023), Iran mengecam penganugerahan Hadiah Nobel Perdamaian 2023 untuk Mohammadi. Komite Nobel disebut melakukan tindakan yang bias dan politis.
"Kami mencatat bahwa komite perdamaian Nobel memberikan hadiah perdamaian kepada seseorang yang dihukum karena pelanggaran hukum dan tindakan kriminal berulang kali. Kami mengutuk tindakan bias dan politis ini," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Nasser Kanani dalam sebuah pernyataan.
Kantor berita Iran, IRNA, menuduh komite Nobel mempolitisasi HAM dan mengatakan bahwa penghargaan tersebut telah menyimpang dari tujuan awalnya dan berubah menjadi sarana untuk memproyeksikan kepentingan Barat.
Sementara itu, suami Mohammadi yang juga seorang aktivis, Taghi Rahmani, mengatakan, hadiah tersebut akan memberikan semangat tambahan bagi sang istri untuk tetap berjuang.
Rahmani bersama anak-anak mereka meninggalkan Iran dan hidup dalam pengasingan di Perancis untuk menghindari persekusi, tidak lama setelah Mohammadi dipenjara pada 2015.
"Hadiah Nobel ini akan menguatkan perjuangan Narges untuk hak asasi manusia, namun yang lebih penting, ini sebenarnya adalah hadiah untuk (gerakan) Woman, Life, Freedom," kata Rahmani kepada Reuters dalam sebuah wawancara di rumahnya di Paris.
Puluhan tahun perjuangkan HAM di Iran
Dilansir Al Jazeera, Komite Nobel Norwegia mengatakan, Hadiah Nobel 2023 diberikan kepada Mohammadi atas perjuangannya melawan penindasan terhadap perempuan di Iran, dan kiprahnya mempromosikan HAM serta kebebasan bagi semua orang.
Mohammadi telah aktif dalam perjuangan perempuan Iran melawan penindasan selama 30 tahun terakhir. Ia berkontribusi pada gerakan akar rumput di Iran dengan memberdayakan perempuan melalui pendidikan dan advokasi.
Mohammadi saat ini menjalani hukuman 12 tahun di Penjara Evin, Teheran atas tuduhan menyebarkan propaganda melawan negara. Ini bukan kali pertama Mohammadi dipenjara.
Ia telah ditangkap 13 kali, dihukum lima kali, dan menjalani hukuman total 31 tahun penjara, serta 154 cambukan. Mohammadi pertama kali ditangkap pada 2011 dan ditahan di Evin.
Ia ditangkap lagi pada 2015, beberapa hari setelah didakwa di pengadilan dengan tuduhan kejahatan terhadap keamanan nasional, propaganda melawan negara dan membentuk kelompok ilegal yang menuntut hukuman mati dihapuskan.
Mohammadi ditahan di Penjara Pusat Zanjan dan dibebaskan pada 2020 setelah hukumannya dikurangi. Namun, ia kembali ditahan di Evin pada 2021 setelah menghadiri acara peringatan seseorang yang terbunuh dalam protes nasional.
Mohammadi adalah perempuan Iran kedua yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian setelah Shirin Ebadi meraih penghargaan tersebut pada 2003 atas upaya mempromosikan demokrasi dan hak asasi manusia.
Mohammadi juga menjadi perempuan ke-19 yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian.
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2023/10/09/080800882/tekad-narges-mohammadi-perempuan-iran-peraih-nobel-perdamaian