KOMPAS.com - Kepolisian RI (Polri) tengah menjadi sorotan pasca-tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur, pada Sabtu (1/10/2022) malam.
Penggunaan gas air mata diduga menjadi penyebab ratusan orang meninggal usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya dalam pekan ke-11 Liga 1 2022-2023.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Malang, hingga Selasa (4/10/2022) pukul 10.00 WIB tercatat ada 131 korban tewas.
Polisi menyebutkan, penggunaan gas air mata untuk mengendalikan massa telah sesuai prosedur. Sedangkan, FIFA melarang penggunaan gas air mata untuk mengurai massa di stadion.
Berdasarkan kronologi versi kepolisian, dikutip dari Kompas.id, setelah pertandingan, pemain dan ofisial Persebaya Surabaya masuk ke kamar ganti pemain dan dilempari oleh Aremania dari atas tribune dengan botol dan gelas air mineral.
Pukul 22.00 WIB, saat pemain dan ofisial Arema FC dari lapangan berjalan masuk menuju kamar ganti pemain, suporter Arema (Aremania) turun ke lapangan dan menyerang.
Aremania yang turun ke lapangan semakin banyak dan disebut menyerang aparat keamanan. Menurut polisi, Aremania terus menyerang aparat serta diperingatkan beberapa kali tidak dihiraukan.
Kemudian, aparat keamanan mengambil tindakan dengan menembakkan gas air mata ke arah lapangan, tribune selatan (11, 12, 13) dan tribune timur (tribune 6).
Kendati demikian, mengapa polisi terlibat dalam pengamanan kegiatan di sektor swasta? Seperti diketahui, perhelatan olahraga tersebut melibatkan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dan PT Liga Indonesia Baru (LIB).
Perkapolri tidak spesifik
Menurut pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto, pernah ada wacana untuk memerinci sistem pengamanan di berbagai sektor, sehingga penanganannya berbeda pada tiap sektor.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri) Nomor 24 Tahun 2007 mengatur bahwa subjek industrial security adalah satuan pengamanan (satpam).
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan, perkapolri itu sempat akan dikembangkan menjadi lebih spesifik.
"Terkait dengan pengamanan industri, ada pengamanan di industri migas, perbankan, listrik, kemudian penanganan industri olahraga yang masing-masing itu memiliki spesifikasi sendiri. Itu yang harus dikembangkan," ungkap Bambang, kepada Kompas.com, Rabu (5/10/2022).
Peraturan itu memang akhirnya diubah menjadi Perkapolri Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pam Swakarsa.
Namun, perkapolri terbaru justru meluas dan tidak spesifik membahas manajemen pengamanan di berbagai sektor industri. Hanya ada tambahan mengenai perubahan seragam satpam.
"Tetapi Perkap itu ditarik mundur menjadi Perkap Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pengamanan Swakarsa. Tidak semakin spesifik, malah menjadi lebih luas," ujarnya.
Perbedaan suporter dan demonstran
Bambang mengingatkan pentingnya membuat manajemen pengamanan yang spesifik untuk masing-masing sektor, terutama olahraga.
Prosedur yang dilakukan polisi ketika menghadapi kerusuhan di jalanan harus dibedakan dengan prosedur pengamanan di sebuah perhelatan olahraga.
"Penonton yang hadir di stadion itu kan tidak sama dengan pengunjuk rasa di ruang publik di jalanan, makanya penanganannya pun harus berbeda," pungkas Bambang.
Para suporter datang ke stadion dengan membeli tiket, sehingga mereka berhak mendapatkan fasilitas yang nyaman, tertib, dan aman.
"Prosedur pengamanan pun harus dengan pendekatan melayani konsumen, berbeda dengan menangani massa unjuk rasa," kata dia.
Adapun kegiatan olahraga ini juga diselenggarakan oleh pihak swasta, di mana ada aturan yang harus disesuaikan dengan pihak pengelola dan sistem yang mereka terapkan.
Terkati tragedi Kanjuruhan, berdasarkan FIFA Stadium Safety and Security Regulations Pasal 19B, penggunaan gas air mata tidak diperbolehkan.
"Dalam konteks Kanjuruhan kemarin, bagaimanapun juga kepolisian tetap disalahkan karena tidak mematuhi manajemen pengamanan di wilayah industri," tutur Bambang.
Transparansi anggaran keamanan
Di sisi lain, Bambang mempertanyakan mengenai transparansi anggaran keamanan yang bisa disiapkan panitia pelaksana perhelatan olahraga.
"Panitia mengeluarkan anggaran pengamanan itu masuk mana? Apakah masuk pendapatan negara bukan pajak? Atau masuk di pos apa? Kan tidak jelas. Artinya ini ada indikasi pungli kalau tidak dikelola dengan baik," ucap Bambang.
Bambang berpandangan, transparansi soal anggaran keamanan itu juga terkait dengan keengganan Polri untuk membuat ketentuan perkapolri menjadi lebih spesifik.
Dia menilai ada ketakutan ketika manajemen pengamanan sektor industrial dibuat lebih spesifik, pekerjaan polisi menjadi terbatas.
Padahal seharusnya tragedi Kanjuruhan dapat menjadi tamparan yang keras bagi Polri untuk berbenah.
"Seharusnya ini dijadikan momentum untuk berbenah, tidak hanya mencopot jabatan beberapa bawahan," imbuh Bambang.
https://www.kompas.com/cekfakta/read/2022/10/05/200000582/menyoal-pengamanan-dan-penanganan-polisi-saat-tragedi-kanjuruhan