KOMPAS.com - Final Piala Thomas 2020 bisa dikatakan partai pamungkas nan ideal.
Bagaimana tidak, final Piala Thomas antara Indonesia dan China mempertemukan Merah Putih yang unggulan pertama dan pemilik gelar terbanyak (13 gelar) dengan China, sang juara bertahan yang sudah 10 kali menjadi yang terbaik di ajang ini.
Pertandingan pertama mempertemukan Anthony Sinisuka Ginting vs Lu Guang Zu.
Lu Guang Zu memasuki lapangan pertandingan dengan motivasi pribadi.
Cedera yang dialami Shi Yuqi di babak semifinal menjadikan Lu GZ bermain sebagai tunggal pertama bagi China.
Meskipun memiliki usia sama dengan pemain tunggal terbaik Indonesia tersebut, secara peringkat Lu GZ berada jauh di bawah Anthony Sinisuka Ginting.
Baca juga: Hasil Piala Thomas: Ginting Menang, Indonesia 1 China 0
Namun, momen pergantian usia yang akan dialami Lu GZ esok lusa menjadikan dirinya bermain cukup apik pada set pertama babak final Piala Thomas 2020.
Tak sekalipun Lu GZ tertinggal poin dari Anthony Ginting, sang peraih medali perunggu Olimpiade Tokyo 2020.
Bermain ketat sepanjang laga, Lu GZ akhirnya menutup set pembuka dengan kemenangan 21-18.
Motivasi kembali menjadi kunci pada set kedua. Kali ini semangat ekstra dimiliki Anthony Sinisuka Ginting.
Kemenangan atas Lu GZ pada dua laga sebelumnya, menjadikan pemain kelahiran Cimahi 24 tahun lalu tersebut berniat memperpanjang pertandingan ke babak rubber set.
Keinginan untuk bisa menyumbangkan poin pertama bagi Indonesia nampak dari agresivitas permainan pemain berdarah Karo ini.
Baca juga: Piala Thomas 2020 - Penjelasan Ginting soal Aksi Protesnya ke Wasit Saat Dikalahkan Axelsen
Sempat tertinggal 2-3, Ginting mulai menikmati permainan. Sejak mendapatkan poin ketiga, Ginting selalu unggul atas Lu GZ, hingga menutup set kedua ini dengan kemenangan 21-14.
Tidak diunggulkan kala menghadapi Anthony Sinisuka Ginting, sejatinya menjadikan Lu GZ bermain lepas.
Hal itu yang ingin diulangi pada set penentuan. Hanya saja Anthony Sinisuka Ginting sudah lebih percaya diri.